"Berapa pasukan yang akan dibawa Bao Ling, Asisten Fa?"
"Tidak tahu. Jenderal Gau Ming tidak menyebutkan berapa ribu prajurit Divisi Kavaleri Danuh yang akan mereka kirim," jawab Fa Mulan sembari mengedikkan bahu.
Wajah Chien Po mengerut. "Melihat besarnya jumlah musuh di bawah sana, saya pesimis kalau prajurit Divisi Kavaleri Danuh yang hanya segelintir itu dapat mengalahkan mereka, Asisten Fa!"
Fa Mulan membeliak. "Jangan menakar kekuatan dari besarnya jumlah prajurit!"
"Tapi...."
"Kita harus belajar dari Sun Tzu. Kekuatan itu ada pada semangat. Bukan pada sejumlah armada perang."
"Mungkin. Tapi kenyataannya kita memang sudah terdesak mundur karena tidak memiliki prajurit sebanyak mereka!"
"Prajurit-prajurit itu tidak mesti berupa orang. Orang per orang, atau manusia...."
"Maksud Asisten Fa?!"
Fa Mulan kembali berkacak pinggang. Keyakinannya untuk mengalahkan musuh terbit kembali. Dielus-elusnya gagang Mushu, pedang berukir naga di pinggangnya. Sebenarnya, Mushu bukan pedang istimewa. Hanya pedang biasa temurun dari para leluhurnya, yang memiliki sugesti kemenangan pada setiap pertempuran. Selama ini Mushu memang seperti belahan jiwanya. Seolah pusaka beroh para arwah Fa yang setiap saat melindunginya dari mara bahaya.
"Chien Po, kunci sebuah kemenangan sejati terletak pada dedikasi dan loyalitas. Bukan pada kemenangan itu sendiri. Kemenangan yang lazim kita kenal misalnya; membunuh musuh-musuh, merebut benteng lawan, atau mengusai dan menduduki daerah kekuasaan mereka. Bukan itu. Kemenangan itu sebenarnya fiktif. Untuk sementara mungkin kamu dapat mengalahkan musuh, mengusainya. Tapi, sampai kapan kamu dapat bertahan? Besok atau lusa, mereka akan datang dengan segenap kekuatan baru untuk melumpuhkan kamu. Begitu seterusnya."