Fanny antusias bukan kepalang tanggung. Kisah seram itu seasyik film-film horor Mandarin. Sertamerta ia duduk dari berdiri. Sebuah dipan serupa bangku khas Tiongkok menjadi alas duduknya. Ditariknya saudari sepupunya itu. Duduk merapat agar frekuensi suaranya tidak baur ditelan debur ombak di pantai sana. Kisah klasik itu harus sampai di telinganya dengan desibel jelas!
"Hm, rumah itu selanjutnya jadi markas para prajurit dan kasim-kasim Qing yang masih setia terhadap Kaisar Pu Yi."
"Pu Yi?! Hei, itu kan kaisar terakhir di Tiongkok."
"Betul."
"Hei, aku sudah pernah menonton filmnya beberapa tahun lalu di Hongkong. Kalau tidak salah ingat, judulnya adalah The Last Emperor."
"Betul, Kak Fang."
"Terus, kok rumah tersebut bisa jadi Kuil Hantu sih, Ling?"
"Nah, inilah ihwalnya. Setelah terdesak tidak berdaya, penyapuan terhadap sisa-sisa laskar kerajaan masih terus dilakukan. Rumah besar yang menjadi markas itu pun dibabat habis tanpa sisa. Nyaris semua prajurit Qing beserta kasim istana tewas diterjang peluru tentara republik!"
"Ja-jadi...."
"Jadi, selama belasan tahun sejak peristiwa revolusi penggulingan kerajaan Qing itu, rumah besar tersebut menjadi angker dihuni oleh arwah-arwah para prajurit Dinasti Qing."
"Ih, ngeri. Ling, kok kamu banyak tahu sih tentang Kuil Hantu itu?!"