Fanny terkesiap. Terawangan pikirannya tergebah sampai ke langit. Dialihkannya pandangannya yang konstan dari laut lepas tadi. Ada sepasang mata sipit dengan pipi setambem bakpao menyambutnya di belakang. Wong Pao Ling, saudari sepupunya yang disalaminya senja tadi berdiri mengurai simpul bibir. Tersenyum dengan mimik ceria padanya.
"Eh, malam!" balasnya.
"Hm, betah sendiri ya, Kak?"
"Habis, aku mesti bagaimana lagi. Belum genap satu hari aku di sini, jangan bilang aku mesti berkenalan satu per satu dengan penduduk kampung. Bisa kapalan semua jari-jariku nanti."
Gadis cilik itu tertawa. Sepasang matanya berbinar. Menampakkan kecerdasannya yang tersembunyi.
"Hm, besok aku ajak jalan-jalan ke Gui Shen Miao."
"Gui Shen Miao? Apa itu?"
"Kuil Hantu!"
"Ya Tuhan! Ku-kuil Hantu?!"
"He-eh. Eit, Kak Fang jangan takut! Kuil Hantu itu sebetulnya hanya sebuah bangunan rumah biasa. Tapi, konon pada waktu penghujung keruntuhan Dinasti Qing, rumah itu dijadikan tempat persembunyian prajurit-prajurit Qing, yang terdesak mundur oleh pasukan republik."
"Wah, seru! Terus, story lanjutannya bagaimana?"