Mohon tunggu...
ecaresanti
ecaresanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Pidana Islam

Saya adalah mahasiswa UIN Bandung

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Peran Akal dalam Pembentukan Hukum Islam: Perspektif Sosiologis

17 Desember 2024   01:13 Diperbarui: 17 Desember 2024   01:13 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

1. Akal manusia berperan dalam proses pembentukan hulum Islam, khususnya dalam

konteks dinamika sosial yang terus berubah

Akal manusia dalam Islam tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk memahami

wahyu, tetapi juga sebagai sarana untuk menghasilkan keputusan hukum yang relevan

dengan perkembangan zaman. Pemahaman ini sejalan dengan prinsip bahwa Al-Qur'an

dan Hadis tidak mencakup seluruh aspek kehidupan secara rinci. Oleh karena itu, akal menjadi penting dalam menggali hukum dari teks-teks tersebut, terutama dalam konteks

masalah yang tidak ditemukan jawaban langsung dalam teks agama.7

Proses pembentukan hukum Islam yang melibatkan akal berfokus pada penerapan

prinsip-prinsip dasar syariat, seperti keadilan, kemaslahatan, dan tujuan syariat (maqasid

al-shariah), dalam setiap dinamika sosial yang ada. Akal berfungsi untuk memahami dan

menyesuaikan hukum dengan perubahan sosial, budaya, dan teknologi yang terus

berkembang.

Dinamika sosial yang terjadi dalam masyarakat global dewasa ini mencakup

berbagai perubahan yang pesat, seperti globalisasi, kemajuan teknologi, serta perubahan

nilai dan norma sosial. Fenomena seperti ekonomi digital, hak asasi manusia, dan

kesetaraan gender menghadirkan tantangan bagi penerapan hukum Islam yang tradisional.

Di sisi lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menghadirkan masalah baru yang

tidak diatur langsung dalam teks-teks klasik hukum Islam, seperti permasalahan bioetika,

perubahan struktur keluarga, atau teknologi medis.8

Sebagai contoh, isu-isu seperti pernikahan sejenis atau penggunaan teknologi dalam

reproduksi (seperti kloning atau fertilisasi in vitro) tidak dijelaskan secara langsung dalam

Al-Qur'an dan Hadis. Maka, di sinilah peran akal melalui ijtihad sangat diperlukan untuk

memberikan solusi hukum yang relevan dengan perkembangan zaman, tanpa mengabaikan

prinsip-prinsip dasar dalam agama.

Ijtihad, sebagai proses pemikiran yang mengandalkan akal, adalah instrumen utama

dalam pembentukan hukum Islam yang kontekstual. Ijtihad memungkinkan para ulama

dan cendekiawan Muslim untuk menyusun hukum Islam berdasarkan prinsip-prinsip dasar

syariat dengan mempertimbangkan situasi sosial, budaya, dan kebutuhan umat. Melalui

ijtihad, para ulama dapat memberikan fatwa atau keputusan hukum yang sesuai dengan

realitas zaman.

Dalam membentuk hukum Islam, akal berperan penting dalam menafsirkan teks-teks

suci dan menerapkan prinsip-prinsip syariat dalam konteks kehidupan yang dinamis.

Beberapa prinsip akal yang diterapkan dalam proses ijtihad adalah sebagai berikut:

a. Qiyas (Analogi): Akal digunakan untuk membandingkan masalah baru dengan masalah

lama yang telah diatur dalam hukum Islam. Misalnya, jika teknologi baru muncul yang tidak diatur dalam Al-Qur'an, maka hukum terkait teknologi tersebut dapat

dianalogikan dengan hukum yang sudah ada untuk masalah yang serupa.

b. Istihsan (Pertimbangan Hukum yang Lebih Mengutamakan Kemaslahatan): Akal

digunakan untuk mempertimbangkan solusi yang lebih mengutamakan kemaslahatan

umat, meskipun tidak selalu tercermin dalam teks-teks klasik. Misalnya, dalam isu

perempuan dan hak waris, ulama menggunakan prinsip istihsan untuk memberikan

ruang bagi interpretasi yang lebih adil dan sesuai dengan konteks sosial.

c. Maqasid al-Shariah (Tujuan Syariat): Akal berfungsi untuk memahami tujuan utama

dari syariat Islam, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam

menghadapi permasalahan sosial baru, akal digunakan untuk memastikan bahwa

hukum yang diterapkan tidak melanggar tujuan-tujuan syariat ini.

Salah satu tantangan terbesar dalam penggunaan akal dalam pembentukan hukum

Islam adalah menjaga keseimbangan antara prinsip-prinsip tradisional yang ada dalam

teks-teks suci dengan kebutuhan sosial yang berkembang. Meskipun akal digunakan

untuk merumuskan hukum Islam secara kontekstual, tetap ada batasan dalam hal-hal

yang berkaitan dengan ajaran pokok agama yang sudah jelas tertulis dalam wahyu.9

Sebagai contoh, meskipun ijtihad dapat digunakan untuk merumuskan hukum

mengenai masalah-masalah seperti hak perempuan, poligami, atau teknologi baru, halhal yang berkaitan dengan pokok ajaran agama, seperti kewajiban ibadah (sholat, zakat,

puasa), tetap tidak dapat diubah oleh akal semata. Oleh karena itu, diperlukan kehatihatian dalam menggunakan akal agar tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dasar

Islam.10

2. Tantangan dan implikasi sosiologis dari penggunaan akal dalam pembentukan

hukum Islam dalam masyarakat modern

Hukum Islam, sebagai sistem hukum yang berlandaskan pada wahyu Tuhan

(Al-Qur'an dan Hadis), telah diterapkan di berbagai belahan dunia selama berabadabad. Seiring dengan perkembangan zaman, tantangan baru muncul, terutama terkait

dengan dinamisnya perubahan sosial dan budaya dalam masyarakat modern. Salah satu

aspek penting dalam proses pembentukan hukum Islam adalah peran akal manusia, yang digunakan untuk menafsirkan dan menginterpretasi teks-teks suci dalam konteks

zaman dan kondisi sosial yang berbeda.11

Namun, penggunaan akal dalam pembentukan hukum Islam di masyarakat

modern tidak bebas dari tantangan. Dinamika sosial, perkembangan teknologi, serta

perubahan nilai dan norma di masyarakat menuntut adanya respons hukum yang sesuai

dengan kebutuhan zaman. Oleh karena itu, artikel ini akan membahas tantangan yang

dihadapi dalam penggunaan akal untuk pembentukan hukum Islam, serta implikasi

sosiologisnya bagi masyarakat modern.

Akal dalam Islam tidak hanya berfungsi untuk memahami wahyu, tetapi juga

untuk memberikan solusi hukum bagi permasalahan yang muncul dalam kehidupan

sosial yang terus berubah. Dalam konteks ini, ijtihad (upaya penafsiran dan pemahaman

hukum) menjadi kunci utama dalam merespons tantangan sosial yang dihadapi umat

Muslim di zaman modern. Melalui ijtihad, akal manusia diharapkan dapat

menghasilkan keputusan hukum yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, tetapi

juga mempertimbangkan konteks sosial yang ada.12

Salah satu prinsip utama dalam penggunaan akal dalam hukum Islam adalah

maqasid al-shariah, yaitu tujuan-tujuan syariat yang bertujuan untuk menjaga agama,

jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam hal ini, akal digunakan untuk menjamin bahwa

setiap interpretasi hukum yang dibuat tidak hanya sesuai dengan teks-teks suci, tetapi

juga relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini.13

Penggunaan akal dalam pembentukan hukum Islam dalam masyarakat modern

menghadirkan tantangan yang kompleks, terutama dalam konteks perbedaan antara

tradisi dan modernitas. Meskipun demikian, akal memainkan peran yang sangat penting

dalam memastikan bahwa hukum Islam tetap relevan dengan perkembangan zaman.

Dengan adanya ijtihad, hukum Islam dapat disesuaikan dengan perubahan sosial,

ekonomi, dan budaya yang terjadi, sambil tetap berlandaskan pada prinsip-prinsip

syariat yang menjaga kemaslahatan um

Namun, tantangan yang muncul dari penggunaan akal ini memerlukan 

pendekatan yang bijak dan hati-hati, agar tidak terjadi konflik antara nilai-nilai agama 

dengan kebutuhan sosial yang berkembang. Dalam hal ini, penerapan akal dalam 

pembentukan hukum Islam harus didasarkan pada pemahaman yang mendalam 

mengenai konteks sosial dan budaya yang ada, serta kesadaran akan keberagaman dan 

pluralitas yang ada dalam masyarakat modern. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun