"Beda gimana mas?" Bunda terdiam menatapku, "Sebenarnya Bunda nggak setuju sih kamu pacaran. Karena itu bukan hal baik untuk memulai hubungan, takut kamu kebiasaan. Tapi kamu udah terlanjur bawa ceweknya."Â
"Dia itu, anaknya cantik Bunda..." Aku terdiam dan termenung.Â
"Hahahaha... ahahaha!" Tawa Bunda meledak.
"Serius ini! Terus dia pendiam, pemalu, dan yang paling utama agamanya bagus, dia nggak suka deket cowok, pakaiannya sangat sopan dan syar'i, sering sholat Sunnah dan pintar mengaji."Â
"Kamu, kayak lagi ngajuin kriteria calon mantu bunda aja!" Ucap bunda sambil sedikit tertawa.
"Aamiin, ini serius bundaa, ini mas ada fotonya pas foto kelas kemarin!" Ucapku sambil menunjukkan foto dalam handphone.Â
"Cantik, mas. Bunda suka!" Ucap bunda sambil menatapku yakin.
... Kami hanya terdiam setelah balasan ucapan dari bunda.
"Mas, kalau bunda boleh kasih saran. Kamu jangan pacaran sama dia. Perempuan itu ibarat bunga. Dia itu hidup dan berbunga cantik. Kamu kumbang nya!" Ucap bunda sambil menyentil dahi ku, "Kalau mas benar-benar cinta sama bunga itu jangan kamu rusak dengan memetik tangkai bunganya untuk dipajang saja, biarkan dia hidup dan berkembang, mengalami layu dan segarnya. Kalau kamu udah siap serius kamu bisa rawat bunga itu beri dia pupuk dan perawatan yang baik. Tapi jika belum, jangan dirusak mas. Itu namanya cinta bukan sekedar nafsu."Â
"Sebaiknya jangan kamu ganggu pikiran dia dengan menyatakan perasaan. Biarkan dia meraih mimpinya dulu, kamu pun begitu, baru ketika nanti kalian memang jodoh dan dipertemukan lagi. Dan bunda doakan saat itu mas sudah mapan. Langsung dipinang mas, bunda restu." Ucap bunda tersenyum dan kembali melihat sinetron yang sudah dimulai lagi.Â
Aku masih merenungkan kata-kata Bunda. Aku juga tidak ingin merusak kebahagian dia. Jika nanti justru membuatnya makin pusing dengan berpacaran maka sama saja aku tidak membuatnya bahagia.Â