Hari itu, confess dibuka untuk umum aku mengirimkan satu pesan anonim pada admin yang disediakan bertuliskan "Ketua acaranya keren, ini acara paling sukses sepanjang covid! Semangat cantik". Bodoh memang, harusnya aku ucap secara langsung, tapi aku masih ragu dan aku rasa memalukan mengucapkannya secara langsung.Â
Satu tahun berlangsung, sudah sejak aku meyakini ketertarikan ku. Kini masa akhir kelas 12 SMA membuat para murid kacau dengan ujian yang berbuntut, dari mulai tryout, ujian keterampilan dan bahkan ada yang sudah memulai pendaftaran kuliah.Â
"Kau suka padanya?" Pertanyaan yang aku yakin pasti jawabannya.Â
"Kalau iya bilang saja!" lanjutnya
"Tapi, aku belum yakin. Ku rasa nanti aku di tolak, dia bukan tipe anak yang mau diajak berpacaran."
"Ya belum tau, barangkali dia mau, tidak ada salahnya. Siapa tau dia ternyata juga suka padamu." Ucap Zafar, membuatku merenung dalam pertimbangan. Mungkin benar begitu saja ya.
"Sudah bro, yuk lanjut latihannya, besok kita tanding." Ucapnya sambil melempar bola yang sempurna ku tangkap.
   Aku menceritakannya ke Zafar, juga beberapa teman dekatku. Beberapa mendorong untuk mengungkapkan beberapa mengatakan untuk menahan karena jawaban pastinya adalah penolakan. Meski belum pernah ada yang terbukti ditolak olehnya. Tapi itu semua karena mungkin tak ada yang berani mendekat, kalau aku berani bisa saja dan mungkin aku diterima. Jujur aku takut menyesal jika tidak mengungkapkan karena ini bisa jadi terakhir bertemu dengannya.Â
"Assalamualaikum, aku pulang!" Ucapku memasuki rumah.
"Waalaikumsalam, eh dah pulang mas, gimana latihannya tadi?"Â
"Humm, gimana ya bunda kepo!" Godaku.