"Oh.. OSIS.." jawabku lirih.
   Seminggu sudah kami masuk kelas secara luring setelah covid. Dan baru sadar bahwa perempuan sejuk itu sekelas denganku. Kemana saja mataku selama ini sampai-sampai tak menyadari kehadirannya. Seharusnya banyak orang yang tau tentangnya karena notabene nya sebagai seorang anggota OSIS. Tapi dia malah lain, seakan dia berlian yang tersembunyi di tutup-tutupi dan aku penemunya.Â
"Diyan, Silahkan maju bacakan surah yang tadi dihafalkan" Ucap ustadz Amrih guru PAI.Â
Aku menangkap mata terkejutnya, dia anak yang cukup pemalu dan pendiam. Tapi sangat aneh ketika aku melihat dia bisa se hiperaktif itu ketika dia hanya bersama teman-teman dekatnya. Sungguh anak yang aneh. Kalimat demi kalimat ia baca sepenuh hati meski kentara bahwa ia sangat malu ditunjuk ke depan. Tapi rasanya hatiku sejuk dan tenang meski tahu artinya saja tidak.Â
"Masyaallah, suara merdu ukhti islamiah memang beda." Celetuk teman perempuan yang dulu se SMP. Â
"Se ukhti itu Diyan." Sahut sebelahnya, namanya Ari. Ari itu cewek paling cantik sejak SMP, sejak SMP pun dia idola sekolah. Dan sekarang, dimana banyak teman SMP yang melanjutkan di SMA yang sama tentu membuatnya masih mendapatkan kedudukan idola sekolah. Karena fans nya semua ikut pindah kesini. Bahkan teman kelasku 90% dari SMP ku.
   Kali ini kemajuan singkat, aku tau namanya yang cukup pasaran, dengan sikap cukup pendiam dan pemalu. Sangat mengherankan sekali bagaimana bisa aku memiliki ketertarikan yang belum bisa aku artikan. Seakan ada rasa peduli pada setiap gerak geriknya, padahal cantik juga tidak sebanding dengan Ari.Â
  "Wildan, nanti kelompokan ya! Jangan lupa, awas kamu nanti di bawah trembesi!" Ucap Asa.Â
"Iya, nanti mampir aku, kabarin kalau selesai ya!" Godaku
"Terserah kalau ngga ikut, ngga dapet nilai! Ngga mau aku nulis nama orang yang engga kerja!" ucapnya sambil melengos dan pergi bersama yang lainnya.Â
Meski aku bukan anak rajin, tapi tentu saja aku akan membantu walau tak akan banyak yang ku bantu. Dan se-mengejutkan itu hidupku baru-baru ini, kenapa setiap kali rasanya aku dan Diyan cukup terikat. Setiap menengok kanan kiri ada dia, setiap aku kesana-sini selalu ketemu, dan sekarang malah sekelompok.Â