"ASTAGHFIRULLAH! Istighfar kamu! Ngawur kalau ngomong. Pertengkaran itu wajar Zah dalam rumah tangga jangan dikit-dikit mikir cerai!"Â
"Lagi pula, sudah bertahun-tahun kami terus bertengkar. Aku lelah Wan, dan aku tau Alin juga muak dengan semua ini ..."Â
"Zah, pikirkan putrimu, bagaimana hati mereka bila orang tuanya bercerai?"
"Mereka sudah dewasa, harusnya sudah paham tentang perasaan orang tua kan?"
"Gila kamu! Jangan pernah ada pikiran seperti itu. Justru karena mereka sudah besar lalu nanti keduanya berkeluarga dan kau ditinggal mereka, siapa yang mengurus mu bila ada apa-apa hah? Ibu bapakmu sudah tak ada Zah, saudaramu pun sudah memiliki keluarga yang diurus."
"Kau lah urus aku ... Kita saudara kan?"Â
"Ish, tak mau aku! Aku juga punya istri dan anak yang harus kupikirkan!"Â
....Â
Setelah sebatang rokok itu habis disedotnya, ia pergi keluar untuk menghirup udara segar setelah pekatnya asap rokok memenuhi paru-paru nya. Tiba-tiba kepalanya pusing matanya mulai buram dan menggandakan semua benda yang ia pandang. Badannya terhuyung dan oleng ke kanan ke kiri. Telinganya berdengung mendengar panggilan dari Wawan tapi tak ada tenaga yang tersisa untuk menimpalinya. Dan seketika ia ambruk dan semuanya menjadi gelap.Â
"Wes.. menyusahkan sekali si Hamzah ini." Umpat Wawan sambil membopong badan kawannya ke dalam mobil carry yang baru ia beli second.Â
Dengan panik dia mengangkut Hamzah dan membawanya ke rumah sakit. Setelah beberapa menit yang lalu ia menampar temannya namun tak kunjung menyadarkan si pingsan. Setelahnya sampai di UGD dan memberikan Hamzah pada petugas medis, Wawan menelepon istri Hamzah untuk mengabarkan keadaan suaminya.Â