Mengacu pada sifat-sifat agama anak upaya-upaya membimbing kematangan beragama anak seyogyanya dilakukan secara terpadu di lingkungan keluarga, institusi pendidikan (sekolah), dan lingkungan masyarakat. Nashih Ulwan mengemukakan beberapa metode yang dapat dipilih antara lain:
1. Pendidikan Agama dengan Metode Keteladanan
Keteladanan adalah metode tarbiah yang selaras dengan fitrah manusia. Adalah bagian dari fitrah, jika setiap insan mendambakan hadirnya seorang tokoh atau figur yang layak menjadi panutan dalam hidup dan kehidupannya. Anak berbahasa sesuai dengan bahasa ibu. Apabila bahasa yang digunakan orang tua baik, maka anak akan berbahasa dengan baik dan benar. Demikian pula dalam pembentukan akhlak dan pergaulan anak, orang tua selalu menjadi model bagi anak-anaknya.
Seorang anak, bagaimanapun besarnya usaha yang dilakukan untuk kebaikannya, bagaimanapun suci fitrahnya, ia tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama selama ia tidak melihat orang tuanya sebagai teladan nilai dan moral yang tinggi. Adalah mudah orang tua mengajarkan banyak hal kepada anak-anak, namun adalah sesuatu yang teramat sulit bagi anak melaksanakan sesuatu yang diajarkan sedangkan ia tidak melihat orang tuanya mengamalkan apa yang diucapkannya.
Suatu hari, seorang lelaki mendatangi Khalifah Umar bin Khatab mengadukan kedurhakaan anaknya. Sang anak kemudian melakukan pembelaan, "Wahai, Amirul Mukminin, bukankah anak juga mempunyai hak yang harus diberikan bapaknya?" "Tentu, memilihkan ibunya, memberikan nama yang baik, dan mengajarkan Al-Kitb kepadanya." Jawab Umar. "Sesungguhnya ayahku belum melakukan satu pun di antara itu semua. Ibuku seorang Bangsa Ethiopia keturunan Majusi, ayahku memberiku nama Ju'al (kumbang kelapa), dan ia belum mengajarkan kepadaku sehuruf pun dari Al-Kitb," si anak membela diri. Umar menoleh kepada lelaki itu dan berkata, "Engkau telah datang kepadaku mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah mendurhakainya sebelum ia mendurhakaimu, dan engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu!"
Kisah di atas memberi hikmah, tak ada tuntutan anak sholeh kecuali orang tuanya telah mendidiknya menjadi sholeh. Tentu jauh panggang dari api bila orang tua menunggu kata-kata lembut anaknya sedangkan tak jarang ia berkata kasar dan kotor, menuntut anak tekun beribadah sedang orang tuanya malas, mengharap anak dermawan padahal orang tuanya kikir.
2. Pendidikan Agama dengan Metode Pembiasaan
Selain keteladanan, pembiasaan adalah metode yang paling memungkinkan dilakukan di lingkungan keluarga dibanding lingkungan sekolah dan masyarakat. Kebiasaan terbentuk dengan menegakkannya atau membuatnya menjadi permanen. Kebiasaan terjadi karena pengulangan-pengulangan (repetisi) tindakan secara konsisten. Ketaatan beragama yang berujung pada kematangan beragama anak tidak akan dapat diwujudkan tanpa pembiasaan. Ibadah sholat, tadarus Al-Qur'an, infaq dan sadaqah serta pengalaman keagamaan lainnya perlu dikokohkan dengan pembiasaan. Sayyid Sabiq menyatakan ilmu diperoleh dengan belajar, sedangkan sifat sopan santun dan akhlaq utama diperoleh dari latihan berlaku sopan serta pembiasaan-pembiasaan.
Di dalam Al-Qur'an, Lukman telah mengajarkan anaknya untuk beriman kepada Allah, mendirikan shalat, dan saling menasehati untuk berbuat kebaikan sebagaimana dalam firman Allah Q.S Lukman/31:13 dan 17 yang berbunyi:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar."
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).Â