"Yang jelas hidup ini di nikmatin saja supaya tidak bikin pusing." Sambungku.
"Bicara soal kebetulan, nah kebetulan aku ditawari manggung tiap akhir pekan di sebuah cafe, Na." jawab Rey melanjutkan pembicaraan.
"Bagaimana menurutmu?" Tanya Rey dengan sedikit mengerutkan dahinya, menunggu pendapatku.
"Rey, semua hal yang kamu suka dan kamu happy melakukannya, lakukan saja, aku dukung" sahutku. Aku tau bagaimana kecintaannya terhadap musik sekarang ini.
Dengan tangan yang terus memetik gitar dan suara yang bersenandung beberapa nada, aku melihat Rey menghela nafasnya dan sejenak memejamkan kedua matanya.
"Kamu tahu Na,...butuh banyak keberanian untuk aku mulai melanjutkan hidupku." Jawab Rey dengan suara pelan dan sedikit tertahan.
Kurasa, masih terekam jelas di memori Rey kejadian dua tahun lalu. Seperti merenggut semua hari-harinya. Seperti merampas semua hasrat dan cita-cita yang pernah ada didalam dirinya.
Bukan tanpa sebab Rey menjadi seorang pemusik, bukan tanpa alasan Rey menjadi pecinta musik. Karena sebelumnya Ia tak pernah mengenal dunia musik. Karena sebelumnya Ia tak pernah mencintai dunia musik.
6 tahun lamanya Rey berkecimpung dalam arena balap. Ia seorang pembalap motor. Itu adalah bagian dari hobinya. Beberapa kali Ia mengikuti ajang Drag Bike bersama kawan-kawan satu klub yang memiliki kegemaran yang sama dengannya.
Kebanyakan sirkuit untuk motor di wilayah Jawa memang belum permanen. Lebih banyak masih menggunakan jalan Raya. Itulah sebabnya terlalu beresiko memiliki hobi seperti ini. Tapi resiko inipun tak menjadi momok yang menakutkan bagi seorang Rey.
Dengan tangan yang berhenti memetik gitar, ku lihat Rey memalingkan tatapannya jauh keluar. Entah apa yang ada dibenaknya saat itu, seperti lamunannya jauh ke masa itu.Â