Konteks berasal dari kata konteks, yang secara bahasa mengandung arti "hubungan, konteks, suasana, atau keadaan". Oleh karena itu, "yang berkaitan dengan suasana (konteks)" adalah pengertian kontekstual. Dengan demikian, pembelajaran yang dihubungkan dengan lingkungan tertentu dapat dipahami sebagai pembelajaran kontekstual (CTL). Selain itu, CTL merupakan paradigma pembelajaran yang sangat relevan untuk digunakan dalam implementasi kelas dan dikaitkan dengan kurikulum berbasis kompetensi. Melalui penggunaan skenario dunia nyata di kelas dan dorongan siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan mereka dan penerapan praktisnya, CTL adalah sebuah konsep pembelajaran di mana siswa secara bertahap memperoleh pengetahuan sebagai sarana untuk membangun diri mereka sendiri dan sebagai sarana untuk membangun diri mereka sendiri. menyelesaikan masalah pribadi.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan K--13 dipraktikkan; Kegiatan pembelajaran KTSP dan K--13 berpusat pada peserta didik, menumbuhkan kreativitas, kontekstual, menuntut, dan menyenangkan, menawarkan beragam kesempatan belajar dan belajar sambil melakukan. Hal ini menunjukkan bahwa sejalan dengan paradigma pendidikan baru, siswa harus berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar pada tingkat tinggi baik di KTSP maupun K--13. Proses belajar mengajar, hal ini bertujuan untuk memberikan siswa pengalaman langsung dan nyata yang dapat mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Meneliti anak yang mengalami apa yang dipelajarinya akan merasakan hal itu lebih bermakna.Â
Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan K-13 mewakili perubahan paradigma positif dalam proses pembelajaran desa. Kegiatan pembelajaran KTSP dan K-13 berpusat pada siswa. Kembangkan kreativitas, konteks, tantangan, dan kesenangan. Memberikan berbagai pengalaman belajar, termasuk learning by doing. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan pendidikan baru, termasuk KTSP dan K-13, menuntut siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Proses belajar mengajar diharapkan dapat memberikan siswa pengalaman yang dapat langsung mereka kaitkan dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran akan lebih bermakna jika anak dapat mempraktekkan apa yang dipelajarinya. Pembelajaran yang bertujuan untuk menguasai materi terbukti efektif dari segi kompetensi dalam jangka pendek, namun gagal dalam mempersiapkan anak memecahkan masalah dalam jangka panjang. Oleh karena itu, guru harus menentukan teknik yang ideal untuk mengajarkan berbagai konsep dalam disiplin ilmu yang diajarkannya agar semua siswa dapat merasakan manfaat atau memanfaatkan dan mengingat konsep-konsep tersebut dalam jangka waktu yang lebih lama, serta bagaimana setiap mata pelajaran dapat dipahami secara maksimal. bagian-bagian yang saling berkaitan dan dibentuk menjadi suatu pemahaman. Yang masih utuh. Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswa yang selalu ingin tahu tentang alasan sesuatu, makna sesuatu, dan hubungan antara apa yang dipelajarinya, dan bagaimana guru dapat memperluas wawasan berpikir siswa? sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata.
Paradigma pendidikan tradisional lebih menekankan aktivitas guru daripada pembelajaran siswa, yang dapat mengganggu pengajaran di kelas, terutama bagi siswa yang merasa gurunya tidak memberikan dukungan yang mereka butuhkan. Masalah ini disebutkan dalam Manual Diagnostik & Statistik Gangguan Mental di Washington, DC, menurut American Psychiatric Association. Berikut ini adalah masalah-masalah umum yang biasanya dihadapi oleh anak-anak dengan ketidakmampuan belajar di sekolah: lainnya:
a. Permasalahan bahasa (Language Issues)
b. Masalah aktivitas dan perhatian (activity &attention issue)Â
c. Masalah memori (masalah memori)
d. Masalah kognitif (masalah dengan kognisi)
e. Masalah yang bersifat sosial dan emosional (Social-Emotinal Problems)Â
Asosiasi ini juga menawarkan kriteria anak penderita ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorders), khususnya tiga, berdasarkan beberapa pemicu tantangan belajar yang tercantum di atas:
a. Secara konsisten merasa sulit untuk duduk;Â
b. Sering gelisah atau menggeliat di tempat duduknya;Â
c. Sulit bermain dan diam;
d.Sering berbicara berlebihan;Â
e. Sulit fokus pada tugas dan aktivitas bermain;Â
f. Mudah terganggu oleh rangsangan dari luar;Â
g. Sering membuat kesal orang lain; danÂ
h. Sebelum menyelesaikan pertanyaan, tanggapilah dalam permainan grup, menunggu
giliran bisa jadi sulit. Dia sering mengabaikan apa yang dikatakan orang lain kepadanya.
Dengan menggunakan standar ini, pendidik dapat langsung mengidentifikasinya. Guru mempunyai kewajiban besar untuk mengidentifikasi kemungkinan alasan mengapa anak-anak "bertingkah" di kelas dan bekerja sama dengan orang tua dan lingkungan untuk menemukan solusi. Dengan kata lain, CTL merupakan model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas d noan keberhasilan implementasi kurikulum. Menekankan pada keterhubungan antara materi yang dipelajari dengan dunia nyata, sehingga memungkinkan siswa menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa hipotesis yang muncul yang mendukung CTL adalah sebagai berikut:
Knowledge- Based Contructivism
Ide ini mendorong partisipasi aktif dan inovatif dalam proses pembelajaran dibandingkan mengingat pengetahuan.
Effort- Based learning/ Incremental Teory Of Intellagance
Teori ini menunjukkan bahwa kerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran menumbuhkan komitmen siswa untuk belajar.
Socialization
Teori ini mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses sosial yang menentukan tujuan belajar. Aspek sosial dan budaya menjadi bagian dari proses pembelajaran.
Situated Learning
Teori ini menyarankan bahwa pengetahuan dan pembelajaran harus dikontekstualisasikan baik dalam lingkungan fisik maupun sosial untuk memenuhi tujuan pembelajaran.
Distributed Learning
Menurut teori ini, manusia memegang peranan penting dalam proses belajar.
Berdasarkan sudut pandang yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dikonstruksi sendiri yang dipengaruhi oleh pengaruh sosial dan budaya.
Teori lain yang mendukung pembelajaran kontekstual adalah:
Teori Perkembangan dari Piaget
Menurut Piaget, bagaimana seseorang mengembangkan bakat intelektualnya umumnya terkait dengan proses mencapai keseimbangan antara apa yang dia rasakan dan ketahui di satu sisi dan apa yang dia ketahui di sisi lain. Ini akan dipandang sebagai fenomena dan pengalaman baru.
Teori Belajar Vygotsky
Vygotsky menekankan perlunya memahami pemikiran seseorang dalam kaitannya dengan konteks sosio-kultural dan sejarahnya. Teori sosiogenesis menjelaskan bagaimana individu memperoleh informasi dan berkembang secara kognitif. Perkembangan kognitif dan pengetahuan individu dipengaruhi oleh faktor sosial eksternal.
Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut filosofi Konstruktivisme, anak-anak belajar dengan menemukan dan memanipulasi pengetahuan yang rumit, membandingkan informasi baru dengan peraturan saat ini, dan sesuaikan bila diperlukan. Metode ini menekankan bahwa guru melakukan lebih dari sekedar mengkomunikasikan pengetahuan kepada siswanya. Siswa harus mengembangkan pengetahuan mereka sendiri secara internal. Siswa diberikan banyak kesempatan untuk mengeksplorasi ide-ide mereka dan diajarkan untuk mengenali dan menggunakan proses belajar mereka sendiri.
John Dewey Metode Pengajaran
John Dewey mengusulkan teknik reflektif untuk penyelesaian masalah, yang melibatkan pemikiran aktif dan menyeluruh untuk mencapai temuan yang solid melalui lima proses yaitu:
1. Siswa memahami bahwa permasalahan bukan hanya masalah mereka sendiri.
2. Siswa akan menilai masalah mereka dan mengidentifikasi masalah yang dihadapi.
3. Dia menghubungkan hasil analisisnya satu sama lain dan mengumpulkan solusi potensial terhadap masalah tersebut. Dia bertindak berdasarkan pengalaman pribadinya.
4. Dia mengevaluasi jawaban dan teori potensial, mempertimbangkan konsekuensinya.
5. Dia menerapkan opsi yang menurutnya terbaik. Temuannya akan menentukan apakah solusinya tepat. Jika solusi suatu masalah salah atau tidak efektif, kita akan mencari alternatif pilihan sampai kita menemukan solusi terbaik. Solusi dari permasalahan tersebut terletak pada melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan.
Menurut berbagai sudut pandang, pembelajaran CTL menuntut siswa untuk mengembangkan keterampilan intelektual, membangun pengetahuan sendiri, dan memecahkan masalah. Â Guru berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Â Dengan menumbuhkan kemandirian, siswa dapat mengembangkan kreativitas dan inovasinya dalam belajar.
Untuk menyelaraskan dengan konsep mendasar bahwa anak-anak memperoleh pengetahuan melalui konstruktivisme diri, guru harus menghindari mengajar hanya sebagai sarana menyampaikan informasi. Guru harus memandang siswa sebagai subjek yang unik untuk dipelajari. Siswa terlibat dan mampu menciptakan pengetahuan mereka sendiri. Guru harus memberikan siswa kesempatan untuk memeriksa dan menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari.
Ada beberapa asas yang melandasi pelaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning), yaitu sebagai berikut:
Konstruktivisme
Untuk memulai proses mengkonstruksi atau mengumpulkan informasi baru berdasarkan pengalaman dalam struktur kognitif siswa dikenal dengan istilah konstruktivime. Intinya, pembelajaran CTL mengedepankan keteraturan. Melalui pengalaman dan proses observasi, siswa dapat membangun pengetahuannya. Sebab ilmu yang hanya diberikan saja tidak bisa dianggap bermakna. Penerapan ajaran konstruktivisme didasarkan pada premis mendasar tersebut. Siswa didorong untuk mampu mengembangkan pengetahuannya sendiri melalui pengalaman nyata ketika belajar melalui CTL.
Inquiry
Asas kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Proses pembelajaran melibatkan pemikiran metodis dan pencarian untuk menemukan informasi. Penemuan diri adalah proses yang mengarah pada pengetahuan, bukan sekedar menghafal fakta. Proses penyelidikan memiliki banyak langkah, termasuk mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji hipotesis, dan menarik kesimpulan.
Strategi pembelajaran inkuiri menekankan pembelajaran melalui pengalaman. Experiential learning mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Bertindak dalam kasus tertentu. Dalam skenario ini, individu mengambil tindakan dan mengamati hasilnya. Dampak ini dapat berfungsi sebagai imbalan atau hukuman, atau sekadar memberikan bukti adanya hubungan sebab akibat.
2) Memahami situasi memungkinkan untuk mengantisipasi dampak kondisi serupa di masa depan. Artinya individu memahami bagaimana menciptakan aktivitas dan mencapai tujuannya dalam situasi tertentu.
3) Pengeneralisasian, yaitu dari contoh khusus ke pemahaman mengenai kaidah umum yang berlaku terhadap kasus yang dimaksud.Â
Bertanya (Questionning)
Pembelajaran melibatkan bertanya dan menjawab pertanyaan. Mengajukan pertanyaan menunjukkan minat, sedangkan menjawab pertanyaan menunjukkan bakat kognitif. Guru menggunakan CTL untuk memfasilitasi penemuan diri, bukan sekadar menyampaikan materi kepada siswa. Guru berperan penting dalam membimbing siswa menemukan mata pelajaran yang dipelajarinya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan. Dalam lingkungan belajar yang produktif, kegiatan bertanya dapat membantu siswa memperoleh wawasan penguasaan materi pelajaran, merangsang rasa ingin tahunya, memusatkan perhatian pada topik yang diinginkan, dan membimbingnya mencapai kesimpulan.
Masyarakat Belajar (Learning Community)
Menurut psikolog Rusia Leo Semenovich Vygotsky, komunikasi dengan orang lain sangat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman anak. Penyelesaian suatu permasalahan memerlukan kerjasama dengan pihak lain, karena tidak dapat diselesaikan sendirian. Rancangan komunitas belajar dalam CTL menunjukkan bahwa hasil pembelajaran dicapai melalui kolaborasi dengan pihak lain. PekerjaanIni dapat terjadi dalam kelompok belajar formal atau konteks sosial.
Kelas CTL dapat menerapkan ide komunitas belajar dengan memperkenalkan pembelajaran berbasis kelompok. Siswa dipisahkan ke dalam kelompok heterogen berdasarkan kemampuan, kecepatan belajar, dan bakat/minatnya. Mendorong pembelajaran kelompok dengan mendorong pembelajar cepat untuk membantu pembelajar lambat dan individu dengan kemampuan khusus untuk berbagi pengetahuannya dengan orang lain.
Pemodelan (Modeling)
Pemodelan adalah metode pengajaran yang melibatkan pemberian contoh untuk diikuti siswa. Misalnya, seorang guru dapat mendemonstrasikan cara menggunakan suatu alat, mengucapkan kalimat asing, melempar bola, memainkan alat musik, menggunakan termometer, dan banyak lagi.
Refleksi (Reflection)
Refleksi melibatkan pengorganisasian pengalaman masa lalu dan mengurutkan ulang kejadian pembelajaran. Merefleksikan proses pembelajaran dapat membantu siswa mengintegrasikannya ke dalam kerangka kognitif mereka, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap pengetahuan mereka. Selama pembelajaran CTL, siswa diberi kesempatan untuk "merefleksikan" apa yang telah dipelajarinya pada setiap akhir pembelajaran. Memungkinkan siswa untuk secara bebas mengevaluasi pengalaman mereka dan menarik kesimpulan tentang pembelajaran mereka.
Penilaian Nyata (Authentic Assesment)
Penilaian merupakan prosedur pengumpulan data yang memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran Umum Perkembangan Pembelajaran Untuk menjamin pembelajaran yang efektif, guru harus terlebih dahulu memahami siswanya. Penilaian tidak terbatas pada akhir sesi atau masa sekolah. Evaluasi hendaknya berkesinambungan atau dihubungkan dengan kegiatan pembelajaran.
Guru sering melakukan metode pembelajaran biasa.Saat ini, fokusnya adalah pada pengembangan intelektual, sehingga instrumen evaluasi seperti tes masih terbatas.Tes menunjukkan sejauh mana siswa telah menguasai konten.CTL menekankan pengembangan semua kualitas, tidak hanya kemampuan intelektual, Â untuk keberhasilan pembelajaran. Â Menilai keberhasilan melibatkan hasil pembelajaran (misalnya hasil tes) dan proses pembelajaran melalui penilaian yang tulus.
Konstruktivisme adalah konsep dasar dalam filsafat pendidikan. Konstruktivisme adalah landasan filosofis yang berpendapat bahwa pengetahuan dibangun secara bertahap oleh manusia dalam lingkungan yang terbatas, bukan terjadi sekaligus. Teori konstruktivisme mengartikan pembelajaran sebagai suatu proses aktif dimana siswa membangun konsep dan pengetahuan baru berdasarkan data. Merancang dan mengelola proses pembelajaran harus membantu siswa untuk mengatur pengalaman pribadi mereka menjadi pengetahuan yang berguna.
Ide konstruktivisme menyarankan agar siswa menciptakan pengetahuannya sendiri. Pengetahuan bukan sekadar mengingat fakta, konsep, atau aturan. Siswa harus mengembangkan pengetahuan dan memberikan makna melalui pengalaman dunia nyata. Siswa harus dilatih untuk memecahkan masalah, menghasilkan ide-ide yang berguna, dan mengkonstruksinya.
Menurut ideologi Konstruktivisme, pengetahuan bukan sekedar kumpulan fakta, konsep, atau aturan yang dapat dengan mudah dipertahankan. Pengalaman kehidupan nyata diperlukan bagi manusia untuk menghasilkan dan mengontekstualisasikan pengetahuan. Tujuan PembelajaranKonstruktivisme memandu proses pembelajaran, menekankan kreativitas, produktivitas, dan pemikiran kritis dalam situasi dunia nyata. Konstruktivisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah produk konstruksi manusia. Manusia memperoleh pengetahuan melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman, dan setting. Pengetahuan sejati dapat diterapkan pada skenario dan peristiwa dunia nyata.
Pembelajaran kontekstual atau dikenal dengan Contextual Teaching and Learning (CTL) sangat dipengaruhi oleh pemikiran Mark Baldwin dan kemudian dikembangkan oleh Jeam Piaget. Aliran filosofis konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistemologis Giambatista Vico yang selanjutnya mengatakan, "Tuhan adalah pencipta alam semesta, dan manusia adalah tuan atas ciptaannya." Vico mengartikan mengetahui sebagai mengetahui bagaimana membangun sesuatu. Seseorang menyatakan bahwa mereka tahu kapan mereka bisa menjelaskan. Vico berpendapat bahwa pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari individu yang memilikinya. Pengetahuan mengacu pada struktur konseptual pengamat.
 Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, sebuah filosofi pembelajaran yang menekankan bahwa belajar lebih dari sekedar menghafal fakta, melainkan memperoleh informasi dan keterampilan baru berdasarkan pengalaman dunia nyata. Teknik ini selaras dengan konsep KTSP yang selama ini diterapkan. KTSP didirikan atas dasar pemikiran bahwa sejumlah kompetensi akan tumbuh secara progresif dan optimal apabila pembelajaran dilakukan secara kontekstual dan berkesinambungan, yaitu melalui pembelajaran berdasarkan keadaan kehidupan nyata. Untuk memahami pembelajaran kontekstual secara lebih utuh. Di Amerika, Center for Occupational Research atau COR membaginya menjadi lima Gagasan di bawah garis yang disingkat menjadi REACT adalah:
1. Pembelajaran hendaknya dimanfaatkan untuk menghubungkan pengetahuan baru yang perlu dipahami atau permasalahan yang perlu dipecahkan dengan situasi sehari-hari. Berhubungan adalah suatu jenis pembelajaran dalam lingkungan kehidupan nyata atau pengalaman asli.
2. Belajar melalui pengalaman terjadi ketika seseorang melakukan eksplorasi, penemuan, dan mencipta. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang diperoleh siswa berasal dari pembelajaran yang menekankan teknik berpikir kritis melalui siklus inguary.
3. Menerapkan adalah proses menerapkan pengetahuan pada situasi dan kebutuhan dunia nyata. Dalam kehidupan nyata, siswa menerapkan pengetahuan dan konsep untuk tuntutan hipotetis di masa depan.
4. Belajar melalui respon satu sama lain, bertukar pengetahuan dan pengalaman, dan berinteraksi satu sama lain merupakan hal yang diperlukan dalam kerja sama. Format ini mendukung penekanan pada pembelajaran kontekstual dalam kehidupan nyata sekaligus membantu siswa dalam mempelajari materi pelajaran. Siswa akan benar-benar tumbuh menjadi warga negara yang hidup berdampingan dan berinteraksi dengan penduduk setempat lainnya.
5. Mentransfer adalah proses pendidikan yang melibatkan pemadatan pengetahuan berdasarkan pengalaman berdasarkan situasi baru untuk mendapatkan wawasan segar dan peluang pendidikan.
Filsafat konstruktivis menekankan bahwa belajar adalah suatu proses menghasilkan pengetahuan melalui pengalaman, bukan sekedar menghafal informasi. Individu mengembangkan pengetahuannya sendiri, bukan menerimanya sebagai "hadiah" dari orang lain, seperti guru. Pengetahuan yang dihasilkan oleh notifikasi tidak akan bermakna dan konstruksi pengetahuan untuk setiap mata pelajaran.Â
Menurut Piaget, setiap anak memiliki kerangka kognitif yang dikenal sebagai "skema" sejak masa kanak-kanak. Sebuah skema dibangun melalui pengalaman. Misalnya, anak-anak senang bermain dengan kucing dan kelinci berkaki dua. Terakhir, berkat pengalaman yang mendalam. Kerangka kognitif anak mengembangkan skema untuk hewan berkaki dua dan empat. Seiring bertambahnya usia anak-anak, skema mereka menjadi lebih sempurna. Proses pemurnian skema melibatkan asimilasi dan adaptasi. Asimilasi menyempurnakan skema, sedangkan akomodasi mengubah skema yang sudah ada untuk menciptakan skema baru. Pengalaman siswa membentuk proses asimilasi dan akomodasi mereka.
Konstruktivisme berpendapat bahwa pengetahuan diciptakan oleh individu. Pengetahuan bukanlah replika realitas, melainkan representasi alam semesta yang sebenarnya. Pengetahuan dibentuk oleh konstruksi kognitif, yang melibatkan penciptaan struktur, kategori, konsep, dan skema. Pengetahuan secara bertahap diperoleh dan ditingkatkan melalui pengalaman lapangan. Pengetahuan tidak terdiri dari fakta, konsep, atau aturan yang dihafal. Manusia harus mengembangkan pengetahuan dan menjadikannya bermakna melalui pengalaman kehidupan nyata.
Konstruktivisme adalah aliran filosofis penting yang membentuk gagasan ilmiah, teori pembelajaran, dan pembelajaran. Konstruktivisme memberikan pendekatan baru dalam pembelajaran. Konstruktivisme menekankan partisipasi aktif siswa, pembelajaran mandiri, dan kemampuan menghasilkan pengetahuan sendiri.
Konstruktivisme adalah ideologi yang memberdayakan individu untuk belajar dan memenuhi kebutuhannya sendiri, dan orang lain hanya memfasilitasi. Ide konstruktivisme mendorong individu untuk secara aktif menemukan dirinya melalui pengetahuan, teknologi, dan cara lain.
Metode pembelajaran konstruktivis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Siswa mengembangkan pengetahuannya sendiri.
b. Guru tidak dapat menyampaikan pengetahuan kepada siswa kecuali mereka berpartisipasi aktif dalam penalaran dan pembelajaran.
c. Siswa terus menerus mengkonstruksi konsepsi dan pengetahuan ilmiah baru.
d. Guru memfasilitasi kelancaran proses konstruksi dengan menyediakan sumber daya dan kondisi yang diperlukan.
e. Menyesuaikan kurikulum dengan kehidupan siswa.
f. Mendorong anak untuk bertanya dan berinteraksi dengan teman sebaya dan guru.
g. Menekankan pentingnya hasil pembelajaran dan mendorong penilaian dan eksperimen.
Pembelajaran konstruktivis bertujuan untuk mencapai berbagai tujuan, antara lain sebagai berikut:Â
a. Mendorong anak-anak untuk mengambil tanggung jawab atas pembelajaran mereka. Tanyakan langsung kepada pembelajar. Â
b. Mendorong anak untuk bertanya dan menemukan jawaban atas pertanyaan.
c. Membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman komprehensif terhadap gagasan.
d. Membantu anak-anak mengembangkan keterampilan berpikir mandiri.
e. Peningkatan perhatian pada proses pembelajaran dan bagaimana pembelajaran terjadi.
Guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga mendorong mereka untuk mengembangkan pemahaman mereka sendiri. Seorang guru dapat memfasilitasi proses tersebut dengan mengajari siswa cara menghasilkan informasi yang relevan. Mendorong siswa untuk menghasilkan ide-ide mereka sendiri dan menerapkan metodologi pembelajaran mereka sendiri. Guru dapat memberikan tangga bagi siswa untuk mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun terserah siswa untuk menaikinya.
Ada beberapa unsur yang harus dipahami dalam proses pembelajaran:
 a. Paradigma konstruktivis mendefinisikan pembelajaran sebagai proses kognitif dan bukan aliran informasi satu arah. Proses pembelajaran melibatkan penyerapan dan akomodasi, yang memperbarui struktur kognitif siswa. Kegiatan Pembelajaran Proses belajar lebih diutamakan daripada perolehan pengetahuan.
b. Menurut pandangan ini, siswa memegang peranan penting dalam pembentukan pengetahuan selama proses pembelajaran. Mahasiswa harus melaksanakan pendiriannya. Ia harus berpartisipasi aktif dalam kegiatan, berpikir kritis, mengembangkan konsep, dan memberikan konteks terhadap materi yang dipelajari. Instruktur berfungsi sebagai fasilitator untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif. Tujuan siswa merupakan faktor terpenting dalam mengidentifikasi gejala belajar.
c. Keterlibatan guru dalam pendekatan ini memfasilitasi konstruksi pengetahuan siswa. Guru membimbing siswa dalam mengembangkan pengetahuannya sendiri, bukan sekedar mentransfer pengetahuan yang sudah ada.
d. Fasilitas pembelajaran: materi, media, perlengkapan, lingkungan, dan fasilitas disediakan untuk membantu siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.Â
 e. Evaluasi: penilaian autentik terpadu dengan proses pembelajaran dan terjadi terus menerus sepanjang kegiatan pembelajaran. Ini mengurangi tekanan.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada konstruktivisme, yang menekankan kebutuhan siswa untuk menciptakan informasi mereka sendiri daripada sekadar menghafalnya. Â Kegiatan pembelajaran dapat berlangsung di berbagai lingkungan, antara lain laboratorium, tempat kerja, dan sawah. Â Pendidik dapat menciptakan lingkungan belajar yang mencerminkan konteks kehidupan nyata, termasuk faktor pribadi, sosial, budaya, ekonomi, dan kesehatan. Â Hal ini memungkinkan siswa untuk secara aktif mengkonstruksi pemahamannya sendiri.
Kerangka konseptual yang diuraikan di atas dapat digunakan untuk memberikan langkah-langkah pembelajaran kontekstual. Guru dapat menggunakan teknik praktis ini untuk menggabungkan pembelajaran kontekstual. Guru dapat mengambil tindakan praktis berikut ketika mengintegrasikan pembelajaran kontekstual:
pendahuluanÂ
1. Guru mendiskusikan kompetensi yang diperlukan, manfaat pembelajaran, dan pentingnya mata pelajaran yang akan dipelajari.
2. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL: Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok sesuai dengan nomornya. Setiap kelompok dialokasikan untuk melakukan observasi. Kelompok satu dan dua mengamati pasar-pasar yang khas. Kelompok 3 dan 4 mengamati supermarket. - Siswa bertugas mencatat hasil pengamatan dari pasar-pasar tersebut.Â
3. Guru bertanya dan menjawab pertanyaan mengenai tugas yang wajib bagi seluruh siswa.
inti
Di lapangan.
1. Siswa melakukan observasi pasar sebagai bagian dari kerja kelompok pembagian.
2. Siswa menggunakan instrumen observasi yang telah ditentukan untuk mencatat apa yang mereka temukan di pasar.
Di dalam kelas,
1. Siswa mendiskusikan temuannya dengan kelompoknya yang berbeda.
2. Siswa melaporkan hasil percakapan.Â
3. Masing-masing kelompok menanggapi pertanyaan yang diajukan kelompok lain.
penutupÂ
1. Siswa harus menggunakan bimbingan guru untuk menarik kesimpulan tentang tantangan pasar berdasarkan hasil pembelajaran.Â
2. Guru meminta siswa menulis esai tentang pengalaman belajarnya dengan menggunakan tema.
Instruktur memfasilitasi pembelajaran kontekstual di kelas untuk membantu siswa mencapai tujuan mereka. Secara khusus, lebih banyak profesor fokus pada strategi daripada fakta. Peran guru adalah memfasilitasi pembelajaran siswa dengan mengatur lingkungan kelas. Siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan sendiri, daripada hanya mengandalkan instruksi guru.Â
Pembelajaran kontekstual menganjurkan siswa untuk secara aktif mengembangkan pemahamannya sendiri untuk pembelajaran yang optimal. Teknik belajar yang paling efektif bagi siswa adalah melalui konstruksi diri dan pemahaman aktif.
F. Karakteristik Pembelajaran KontekstualÂ
Terdapat berbagai ciri dalam proses pembelajaran yang menggunakan teknik CTL, antara lain:
1. Kerjasama.
2. Saling mendukung.
3. Menyenangkan, tidak membosankan.
4. Belajar dengan Semangat
5. Pembelajaran Terpadu
6. Gunakan banyak sumber.
7. Siswa aktif
8. Bagikan dengan teman Anda.
9. Siswa yang kritis dan guru yang kreatif.
10. Dinding dan aula dihiasi dengan hasil kolaborasi, peta, foto, artikel, dan komedi.
11. Laporan kepada orang tua tidak hanya mencakup rapor, tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain sebagainya.
Guru pembelajaran kontekstual bertanggung jawab membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Artinya, guru berurusan dengan strategi bukan sekedar menyajikan fakta. Guru hanya mengontrol kelas sebagai sebuah tim yang berkolaborasi untuk mengungkap sesuatu yang segar untuk anak-anak. Proses belajar mengajar lebih terfokus pada siswa dibandingkan pada guru. Menurut Kementerian Pendidikan Nasional, pengajar harus melakukan hal-hal berikut:
1. Mengkaji mata pelajaran atau teori yang akan dipelajari siswa.
2. Melakukan penilaian mendalam untuk mempelajari latar belakang dan pengalaman hidup siswa.
3. Selidiki lingkungan sekolah dan tempat tinggal anak, kemudian pilih dan hubungkan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual.
4. Rencanakan pembelajaran Anda dengan menghubungkan prinsip atau teori yang telah Anda pelajari dengan pengalaman siswa.
5. Penilaian terhadap pemahaman siswa, yang hasilnya menjadi bahan refleksi terhadap rencana pembelajaran dan pelaksanaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H