Tawaku terhenti seketika, aku tersentak. Ada semacam ledakan dahsyat di dalam otakku. Kepalanya segaris lurus dengan kepalaku. Matanya menelusuk tajam ke dalam mataku, lalu mengorek habis kedalaman hatiku. Ia sebut kata itu. “Flow”, tiba-tiba kata itu menjajah semesta otaku. Staf-staf mememori otaku kalang kabut. Ruang otaku tiba-tiba berubah menjadi semacam lautan proyektor besar. Mengalirlah potongan-potongan kisah 3 tahun silam.
Pelamar ini seperti mendapatkan energi gaib. Ia tatap aku dalam-dalam. Tepat di mataku. Ia berani. Ia tak berpaling.
“ Apa benar kamu sudah berpisah dengannya?Maafkan aku, Flow…”
Aku bergeming. Bibirku terpatri. Ia ucapkan kembali kata itu. Kata yang melulu kudengar hanya dari bibirnya, yang sudah 3 tahun tak kutangkap lagi bunyinya. Oh tuhan, sebagai HRD profesional, aku rasa sebentar lagi aku kandas. Sungguh, ada getaran hebat kurasakan bertubi-tubi di dalam dadaku.
Tiba-tiba pintu terketuk,
“ Permisi, ibu Sukma. Sudah istirahat, mau saya belikan makanan?”
Bapak OB melongok, dan memastikanku.
“ Oh, terima kasih Kang. Tidak usah. Sebentar lagi saya selesai. Terima kasih Kang”
Aku seperti terbangun dari mimpi sepersekian detik. Belum sempat akang OB menutup pintu, dengan gesit aku beranjak meninggalkan kursi.
“Saya permisi ke toilet sebentar, tolong tunggu di sini ya.”
Aku tinggalkan pelamar terkahir ini, lalu menyalip akang OB yang mematung dengan rona wajah bingung, di muka pintu ruang kerjaku.