Di laut, tumpahan minyak masih terlihat. Sebagian menempel pada sisa-sisa tembok bekas gereja yang tidak sengaja menjadi pemecah ombak.
"Untung minyaknya tidak sampai ke rumah saya," ucapnya.
Pun Nioh menjadi satu dari 1.200 warga terdampak tumpahan minyak milik Pertamina yang hanya bisa menunggu kapan bencana ini berakhir.
Ada 1.689 perahu terkena ceceran minyak, 5.000 hektare tambak udang dan bandeng yang tersebar di 10 desa terpaksa dikeringkan untuk mencegah limbah masuk, dan 108,2 hektare tambak garam gagal panen.
Itu berdasarkan data yang dikeluarkan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA).
Pun Nioh masuk lebih dalam ke sisa bangunan bekas gereja itu. Sudah tidak ada lagi simbol-simbol umat Kristiani di sana.
Yang ada hanyalah sebagian panggung, tempat Pendeta Yanes Lantu berkhutbah.
"Dulu saat tempat ini terkena abrasi, nenek dan beberapa warga ikut membantu angkat-angkat barang. Meski bukan tempat ibadah nenek, nenek tetap bantu. Kasihan," ungkapnya.
Kini, tempat ibadah itu ditinggalkan. Pendeta Yanes Lantu memindahkan semua aktivitas gereja ke rumahnya.
Sekitar 100 meter jaraknya dari gereja yang lama. Pun Nioh memanggilnya Om Yanes. Sudah dianggap seperti anak sendiri, meski memanggilnya om.
***
Pada tahun 1964, di saat usia Pun Nioh menginjak 15 tahun, kedua orangtuanya menikahkan dirinya dengan Aceng. Lelaki yang setia menemani sampai saat ini meski belum dikaruniai seorang anak biologis.