Dilihat dari mekanisme yang ada, sangat memakan waktu lama sedangkan Indonesia berada dalam kegentingan yaitu adanya Ormas yang berkeinginan untuk memunculkan ideologi diluar Pancasila. Keinginan tersebut mengakibatkan terjadinya perpecahan persatuan Indonesia sebagai bentuk antitesis dari isi Pancasila sila ketiga "Persatuan Indonesia".Â
Sehingga sikap sigap dari pemerintah sebagai pemegang kedaulatan negara dan pemegang legitimasi akan kedaulatan hukum sangat tepat terutama dalam keadaan genting demi terciptanya persatuan. Antara paham kedaulatan hukum dan paham kedaulatan rakyat keduanya harus harmonis.
Menurut Sjachran Basah, asas legalitas berarti upaya mewujudkan duet integral secara harmonis antara paham kedaulatan hukum dan paham kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip monodualistis selaku pilar-pilar yang sifat hakikatnya konstitutif.[27]
Kedaulatan hukum bermakna hukum sebagai alat legitimasi bagi kewenangan pemerintah, tindakan badan/pejabat pemerintah harus didasarkan pada kewenangan yang ditentukan oleh Undang-undang. Oleh karena itu dikeluarkanlah diskresi sebagai keputusan yang sesuai dengan Undang-Undang.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan bahwa mekanisme pembubaran dengan membuat undang-undang baru sangat memakan waktu lama dan dalam keadaan mendesak; Sehingga pemerintah memilih menerbitkannya dengan PERPPU.Â
Hal ini bukan merupakan kepentingan pemerintah, bukan kepentingan pribadi Presiden, atau para menteri, bukan, tetapi kepentingan rakyat Indonesia untuk menjaga eksistensi, menjaga keutuhan NKRI dan PERPPU ini betul diarahkan untuk kebaikan. PERPPU justru diarahkan untuk merawat persatuan dan kesatuan sesuai dengan sila ke tiga Pancasila; Persatuan Indonesia.[28]
Dari hasil kajian dan penelitian terhadapUU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP) Persyaratan diskresi Seorang pejabat yang berwenang bisa melakukan diskresi jika memenuhi  enam syarat:
Pertama, diskresi itu harus sesuai dengan salah satu atau beberapa tujuan yang dapat dibenarkan, yakni: (i) melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; (ii) mengisi kekosongan hukum; (iii) memberikan kepastian hukum; atau (iv) mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum. Kedua, diskresi itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Â
Ketiga, sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance). Keempat, berdasarkan alasan-alasan yang obyektif. Alasan-alasan obyektif dalam konteks ini mengandung arti alasan itu sesuai fakta dan kondisi faktual, tidak memihak, rasional, serta berdasarkan asas good governance.Â
Kelima, tidak menimbulkan konflik kepentingan. Keenam, dilakukan dengan iktikad baik. Iktikad baik dalam konteks ini adalah keputusan yang ditetapkan atau tindakan yang dilakukan berdasarkan motif kejujuran dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Dari persyaratan diatas dapat diberi kesimpulan bahwa diskresi Presiden berupa PERPPU Nomor 2 Tahun 2017 sangat tidak bertentangan dengan aturan yang ada dan bisa dikatakan sah menurut Undang-Undang.Â