"Zey. Nggak semua hal di dunia ini bakal kamu sukai. Dan nggak semua yang kamu sukai itu bakal menyenangkan dirimu," ucap Zia sok menasihati anaknya.
"Hah? Gimana, gimana? Aku nggak ngerti, Ma," Zey bingung dan berusaha mencerna omongan Zia.
"Gini, di dunia ini pasti ada hal yang kamu nggak suka dan sesuatu yang kamu suka. Tapi, semuanya itu bisa terjadi bolak-balik dan malah bikin kita bingung. Nah, supaya nggak bingung, ya kita harus sabar, bersyukur, ikhlas dan tetap berbuat baik." Zia berkata sambil mengelus rambut Zey yang panjang dan hitam.
"Berbuat baik sama orang yang benci kita?" tanya Zey heran, "Emangnya bisa, Ma? Aku sih kayaknya nggak bisa,"
"Ya kita harus coba, Zey,"
"Kalo nggak bisa?" cecar Zey.
"Ketika kamu bicara nggak bisa, kamu akan benar-benar nggak bisa nantinya. Jadi, kamu harus yakin kalau kamu itu bisa," Zia kembali menasihati Zey.
Zia sebagai single mom, harus bisa pula menjadi ayah bagi Zey. Ia harus kuat dan tak boleh lemah. Sesakit apapun, sepedih apapun kehidupan yang ia rasakan, Zey tak perlu tahu.
Mungkin ini hal klise yang juga sudah banyak di derita oleh para perempuan terutama di negeri ini. Perempuan harus tangguh dan kuat dalam menghadapi kesendirian karena ditinggal suami, juga harus kuat dengan aneka badai yang menerpa dirinya kapanpun itu.
Jadi jangan heran juga jika belakangan ini banyak yang menyebut perempuan terutama "emak-emak" sebagai ras terkuat di dunia.
Sebuah julukan satire yang ditujukan untuk meledek kedigdayaan perempuan, setidaknya itulah yang dirasakan oleh Zia. Entah oleh yang lain, bukankan beda pikiran itu adalah hal biasa?