"Mereka bilang gue tomboy iya itu emang bener. Tapi gue lesbi? Bjirrr! Nggak terima gue. Apalagi kita dibilang pacaran. Najis! Gue masih waras!"
"Yan. Sadar. Sabar. Orang sini emang begitu," Ia berusaha menenangkan Riana.
"Lo tuh terlalu sabar! Tapi gue bukan elo, Zia. Mereka jual, gue beli. Mau ngerasain permainan golok gue, hah!"
Dengkul Zia mendadak lemas, ia hempaskan tubuhnya untuk duduk di kursi memandang Riana dengan muka berangasan. Cowok abis!
Tak lama Riana selesai mengasah golok milik Zia yang ada di dapur. Ia melihat Golok itu, Zia makin ngeri saat melihat bagian tajam golok itu terkena sinar, begitu mengkilap.
"Ini golok mahal, keren. Punya siapa?" tanya Riana mengagumi golok itu.
"Bapakku," Zia menjawab dengan suara bergetar.
Tak lama kemudian Riana pun beraksi memainkan golok itu dengan sangat lihainya, "Nih, lo lihat, Zi. Sepuluh orang juga berani gue. Abis ini gue tebas sama golok sekeren ini." Riana pamer jurus penutup.
"Riana. Please yan..."
"Kenapa? Ini udah jadi urusan gue. Lo tenang aja," Riana berkata tenang.
"Ya tapi jangan kayak gini dong. Aku ngeri," Zia kian bergetar