"Apanya yang dinikmati, Pak? Macet, berisik, polusi, biaya hidup mahal, wah masih banyak lagi lah," tutur Vino.
"Apa salah menikmati sesuatu yang sepintas tak pantas untuk dinikmati?"
Jleb. Dada Vino mendadak seperti dihujam oleh tombak tajam yang dilontarkan dari jarak jauh.
"Ya nggak apa-apa juga sih. Bebas aja,"
"Itu dia. Bebas aja. Kita ini hidup di dunia, bebas memilih. Mau sedih, mau senang, marah, tertawa, sakit hati, gembira, semuanya bebas dipilih. Sampai nanti akhirnya kita nggak bisa memilih sama sekali, yaitu ketika nyawa sudah sampai tenggorokan," ucap Pak Tua panjang dan penuh makna.
Vino menoleh dan memandang Pak Tua yang terlihat tenang menatap lurus ke depan, "Keren juga nih jawaban si bapak," kata Vino dalam hati.
"Dan rasa syukur atas segala hal yang menimpa kita itu, penting untuk dinikmati," lanjutnya.
"Gimana caranya?" tanya Vino penasaran.
"Ya nikmatin aja. Sama kayak kamu bernapas. Kamu itu lagi menikmati oksigen. Apa bisa kita ingat-ingat proses dan teorinya, atau kita ajari orang gimana napas yang baik sesuai teori yang baik dan benar. Gitu?"
"Nggak gitu juga sih, pak,"
"Itu dia. Hidup itu bukan untuk dipikirkan, dibuat pusing, dibikin baper kalo kata anak sekarang. Hidup itu untuk dijalani, ya maka kita jalani aja. Nggak usah ngarep begini begitu, nggak usah kecewa kalo harapannya nggak terwujud. Nggak usah sakit hati sama omongan orang, tapi tetap baik bantuin orang, simpel," Pak Tua nyerocos memberikan petuah dadakan.