Bapak Ides, mulai panik melihat mak Lerong yang mulai pikun " tidak perlu bertanya Mak, langsung sajakerumah Saya, cepat ambil kebutuhannya mak, Saya tunggu mak di sini"
Langsung mak Lerong masuk kerumahnya yang berpintu kayu itu, tidak lama kemudian mak Lerong muncul membawa sebungkus kain dan tas lusuh yang selalu disandangnya.Â
Mak Lerong naik sepeda Bapak Ides, dengan laju bapak Ides menggayuh sepeda unta tersebut. Bunyi rantai sepeda pun masih terdengar olehku ketika lampu pijar mak Lerong hilang lenyap dalam kegelapan.
***
Penasaran ku dari tengah malam sampai siang ini belum terjawab. Kabar keadaan Ides dan anaknya masih bisu  bagiku.
Berhubung sekarang ibuk ke sawah, jadi Saya bisa keluar rumah dan pergi kerumah Ratih untuk menyakan kabar Ides.
" Asalamualaikum Tih, Ratih"
Tidak Ada jawaban dari Ratih, akhirnya saya memilih untuk pergi kembali pulang.
Sebelum masuk ke rumah, Saya melihat mak Lerong sedang duduk di pintu rumahnya, sedang mengunyah sirih.
 Wajahnya yang keriput, rambut ubannya yang tertutup dengan selendang kain merah yang sudah pudar. Selendang tersebut tidak pernah lepas dari kepala mak Lerong.
Tidak sanggup bertanya ke mak Lerong Saya pun langsung masuk ke rumah dan mengunci pintu rumah.
***
Mak Lerong tinggal seorang diri di Rumah kayu yang sudah dimakan anai. Atap rumah yang beberapa bocorpun tidak membuatnya ingin  beranjak pindah dari rumah tersebut.
Kadang saya Kasihan melihatnya dan ingin sekali menolong mak Lerong, namun ibuku selalu melarang untuk pergi ke rumah Mak Lerong.
Terkadang perhatian ibuk membuatku terpenjara dalam bertindak.