“Ehh… maaf Mas … bukan itu maksudnya…”
“Untung namaku Ahmad Pratomo.”
“Maaf, maaf …. Mas? Mas ke sini mau apa?”
“Ya mau main laaah… mau lihat terasering Majalengka. Nilainya kan 92!”
“Nilai apa?”
“Cantiknya! Ini aku yang muji lho ….. sayang yang aku puji terasering. Coba kalau yang aku puji itu seorang gadis, mungkin dia bisa pingsan dalam sadar!” kata Tomo sambil tersenyum kemudian berjalan membelakangi keduanya. Herlin terhenyak. Sementara pria itu kemudian mengambil foto-foto terasering yang sangat indah.
“Nuun sini!” Herlin menggamit lengan Ainun diajak sedikit menjauh dari Tomo.
“Apaan sih?”
“Hei Nun, kenapa kalimat Mas Tomo aneh sih? Satu, yang crita Tomo itu nama desa kamu ya? Katakan ya?!”
“Aku bercanda saja …”
“Payah kamu Nun, tidak solider. Malu aku ini! Malu tahu!”