“Justru itu Kang. Sekitar tiga belas tahun yang lalu, aku memendam rasa ini.”
“Rasa apa?”
“Akang tidak marah?”
“Mungkin marah, mungkin tidak.”
“Kang ……. Mengapa aku menjadi salah satu perempuan di dunia ini yang tak pernah merasakan sakralnya acara pernikahan. Hajatan tak pernah ada dalam hidupku. Maafkan Kang …… bukannya aku menuntut, tetapi inilah yang aku rasakan tadi pagi melihat acara Pak Kandar yang … yang….. “
“Tirah…… kau menyesal tak pernah mengalami kemeriahan pernikahan?”
“Begitulah Kang.”
“Hmh….”
“Kenapa Akang tidak marah?” tanya Tirah seraya mengamati mata suaminya tajam-tajam.
“Mengapa harus marah?”
“Harusnya Akang tersinggung atas pernyataanku.”