Mohon tunggu...
Didik Sedyadi
Didik Sedyadi Mohon Tunggu... Administrasi - Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel: KYAI KERAMAT (4)

2 Mei 2014   18:04 Diperbarui: 27 Agustus 2018   22:53 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Mungkin. Tapi kemungkinan itu cukup besar. Saya sering mengamati, mereka yang mengantri beberapa mengambil kerikil. Kemudian mereka berbisik-bisik dengan yang lain. Setelah itu yang diajak berbisik turut mengambil kerikil. Saya takut itu disalahgunakan Pak Kyai…. “

“Astaghfirullahal adziiiimm….. benarkah begitu Hong?” Sang Kyai begitu masygul begitu mendengar penuturan anaknya.

“Nanti saya selidiki lebih lanjut. Saya akan mengirim telik sandi dari santri untuk berbaur dengan mereka, untuk mencari kepastian mereka mengambil kerikil untuk apa.”

“Bagus! Rasa-rasanya pesantren kita mulai banyak musuhnya Hong. Ibarat bahaya laten, sekarang bahaya itu telah terpicu oleh ketenaran pesantren kita. Paham-paham dinamisme yang ada dalam otak mereka sebenarnya telah mengendap, namun tiba-tiba terpicu oleh sebuah keajaiban mendadak, paham itu muncul lagi. Yang paling baru ya itu tadi, masalah Wak Wardan. Dia telah membelokkan pemikiran orang-orang yang berobat ke sini dengan menunjukkan adanya makam keramat. Padahal saya punya keyakinan, bahwa makam itu tak pernah ada.”

“Kalau Pak Kyai punya keyakinan demikian, mengapa Pak Kyai tidak langsung melarang Wak Wardan untuk menghentikan kegiatannya?”

“Biarlah dia yang menghentikan sendiri Hong. Makanya tadi saya katakan agar dia lekas pulang, sebentar lagi banyak tamu datang ke pesantren, nanti pulangnya kan ada yang mampir ke makam keramat itu.”

“Apa Pak Kyai yakin Wak Wardan akan berubah?”

“Yakin. Saya yakin Wak Wardan akan berubah. Kau lihat tadi betapa wajahnya menjadi tegang, kemudian pucat.  Biar dia berfikir, biar dia menghitung sendiri. Kalimat laknat jika dia berbohong, pasti akan mengganggu pikirannya. Hati manusia itu suci Hong, di alam kandungan ibu, setiap orang pernah bersaksi: Alastu bi robbikum! Qoolu bala syahidnaa! Bukankah aku ini Tuhanmu, kata Allah SWT. Jiwa-jiwa itu menjawab: Ya, saya menjadi saksi! Adapun mengapa di dunia itu banyak yang lalai, karena nafsu dalam bimbingan syaitan itu lebih diutamakan. Tapi ketika dalam suasana yang sangat hakiki, manusia yang baik, tanda-tanda yang khusnul khotimah, maka akan kembali ke jalan yang lurus melalui sebauh peringatan Allah yang bentuknya kita sendiri tidak tahu sebelumnya.”

“Ya mudah-mudahan Wak Wardan sadar. Tapi kalau makam itu memang ada bagaimana Pak Kyai, bukankah tadi dia mengatakan bahwa dia yang tertua yang mengetahui banyak tentang sejarah Widodaren. Maksudnya dia sedang menyangkal Pak Kyai.”

“Kita lihat saja. Motivasi Wak Wardan sebenarnya hanya uang. Dia tidak berfikir panjang. Ketika hari-hari makam itu dibuka, betapa ketika ada yang datang dengan memberi uang dalam kotak, maka ia semakin yakin bahwa usahanya itu akan mendatangkan uang. Oh ya Hong, saya mau bersiap-siap dulu. Sampaikan ke panitia pengatur untuk menyampaikan ke para tamu. Tolong, sepuluh menit lagi, panggilkan Kyai Soleh Darajat saya mau bicara sebentar.” Kata Sang Kyai sambil bergegas meninggalkan Kyai Ahmad Hong.

“Tapi pak Kyai, Kyai Soleh Darajat tadi ijin pulang sebentar. Jam sembilanan baru ke sini lagi.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun