Mohon tunggu...
Didik Sedyadi
Didik Sedyadi Mohon Tunggu... Administrasi - Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel: KYAI KERAMAT (4)

2 Mei 2014   18:04 Diperbarui: 27 Agustus 2018   22:53 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sang Kyai hanya ingin menyamakan informasi dari penjaga kotak amal. Ternyata apa yang diceritakan sama persis seperti apa yang dilaporkan Abu Najmudin. Usai mendengar cerita Wak Wardan, para pengasuh menggeleng-gelengkan kepala. Bagi mereka informasi ini benar-benar baru.

“Para ustadz di sini tak ada yang tahu Sang Kyai. Saya rasa, saya yang paling tua di sini. Pantas mereka tak tahu kalau ada sejarah tersembunyi di Widodaren.”

“Bagaimana para pengasuh? Ada tanggapan?”

“Tak ada yang tahu Sang Kyai …. “ Wak Wardan menimpali.

“Ya, ya, kalau begitu tolong ceritakan sejak kapan makam itu dibuka untuk umum.”

“Kira-kira setengah bulan yang lalu…. “

“Berapa ratus ribu yang Wak peroleh tiap hari?”

“Tidak mesti, kadang empat puluh ribu kadang lima puluh kadang lebih.”

“Lumayan banyak kalau begitu….. “

“Ya, tapi rasanya tidak sebanyak kotak amal yang disimpan di depan gerbang pesantren.” Kata Wak Wardan datar.

“Gerbang pesantren? Ada kotak amal?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun