Dan karena perusahaan atau organisasi bergantung pada pemimpin transaksional, kalau orang ini pergi, bisnis bisa terpengaruh karena sebagian besar karyawan ngga pernah mereka beri kesempatan untuk menjadi pemimpin, cuma sebagai pengikut.
Akuntabilitas karyawan
Kelemahan lain dari kepemimpinan transaksional adalah pemimpin memberikan tugas kepada karyawan, sekaligus kebijakan dan prinsip yang harus mereka ikuti secara ketat.
Kalau, dan ketika, ada yang salah dalam prosesnya, karyawanlah yang harus disalahkan. Merekalah yang bertanggung jawab atas hasilnya.
Ini yang seringkali jadi alasan ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan karyawan. Karena mereka tahu, kalau organisasi ngga benar-benar mengutamakan kesejahteraan mereka.
Jenis manajemen ini juga membuat karyawan merasa seperti mereka bukan benar-benar anggota organisasi, tapi cuma orang-orang yang dibayar untuk melakukan pekerjaan mereka.
Ketidakpekaan
Pemimpin transaksional bekerja dalam aturan yang ngga bisa diubah. Manajer dengan gaya kepemimpinan ini ngga benar-benar mempertimbangkan emosi karyawan selama tugas diselesaikan.
Mereka memang memang memberikan karyawan instruksi yang jelas dan rinci, tapi mereka juga mengharapkan karyawan untuk melakukan tugas-tugas ini secara efisien dan tepat waktu.
Apa yang manajer transaksional dan bawahannya punya, lebih merupakan hubungan kerja sementara daripada hubungan emosional.
Akibatnya, karyawan juga jadi ngga peka untuk menunjukkan kepedulian terhadap perusahaan. Mereka cuma berkinerja yang dimotivasi oleh penghargaan.
Kapan efektif digunakan?
Kepemimpinan transaksional ngga mendorong bawahan untuk menjadi kreatif atau menemukan solusi baru untuk masalah.