Setelah berita kehamilan itu, hidup Aisyah berubah drastis. Arya yang tadinya sudah sangat perhatian, kini menjadi lebih protektif dan penuh kasih sayang. Setiap hari, Arya memastikan Aisyah mendapatkan yang terbaik, baik dalam hal makanan, istirahat, maupun perawatan. Aisyah mendapatkan segala yang bisa diinginkan oleh seorang wanita hamil.
Namun, di balik perhatian yang melimpah itu, Aisyah merasa semakin tertekan. Ia tidak bisa berhenti memikirkan siapa ayah biologis dari bayi yang dikandungnya. Apakah itu Arya, suaminya yang begitu baik dan tulus mencintainya? Ataukah salah satu dari pria-pria yang sempat ia temui di pesta-pesta malam? Ketidakpastian itu menghantui setiap langkahnya.
Setiap malam, Aisyah tidak bisa tidur nyenyak. Ia sering terbangun dengan keringat dingin, mimpi buruk tentang masa depannya, tentang kemungkinan yang terburuk. Kegelisahan ini membuatnya semakin tertutup dan tidak lagi seceria dulu. Arya, yang mulai melihat perubahan pada Aisyah, merasa ada sesuatu yang salah, namun ia tidak tahu bagaimana cara menanyakannya.
Dalam upayanya mencari ketenangan, Aisyah kembali mengunjungi dukun yang dulu memberinya ritual. Ia berharap ada solusi yang bisa menenangkan hatinya. Dukun itu, dengan tatapan tajam yang sama seperti pertama kali mereka bertemu, mendengar cerita Aisyah dengan seksama.
"Aku tidak tahu harus bagaimana, Bu. Bagaimana jika anak ini bukan dari suamiku? Apa yang harus aku lakukan?" tanya Aisyah dengan suara gemetar.
Dukun itu tersenyum tipis, seolah sudah menduga masalah yang dihadapi Aisyah. "Segala sesuatu yang datang dari ritual pasti ada harganya, Nak. Keberuntungan yang kau dapatkan bukan tanpa konsekuensi. Namun, ada satu cara untuk memastikan bahwa suamimu tidak pernah tahu kebenaran ini."
Aisyah menatap dukun itu dengan harap-harap cemas. "Apa itu, Bu?"
"Lakukan ritual penutup. Dengan ritual ini, kau bisa memastikan bahwa bayi itu akan dianggap sebagai milik suamimu, apapun yang terjadi. Tapi ingat, ritual ini sangat berisiko. Kau harus siap dengan segala kemungkinan yang akan datang."
Aisyah terdiam. Ia merasa berada di persimpangan jalan yang begitu sulit. Namun, rasa takut akan kehilangan semua yang ia miliki sekarang membuatnya merasa tidak punya pilihan lain. Dengan berat hati, ia memutuskan untuk mengikuti ritual penutup yang disarankan oleh dukun itu.
Malam itu, di bawah langit gelap yang dipenuhi awan, Aisyah kembali melakukan ritual. Lilin-lilin hitam dinyalakan, dupa dengan aroma yang tajam menyebar ke seluruh ruangan. Aisyah merapal mantra dengan suara gemetar, berharap ini akan menjadi solusi dari semua masalahnya. Saat ritual mencapai puncaknya, Aisyah merasakan sakit yang begitu hebat di perutnya, seolah ada sesuatu yang mengoyak dari dalam. Ia jatuh terduduk, memegangi perutnya dengan keringat yang bercucuran.
Setelah beberapa saat, rasa sakit itu mereda. Aisyah berusaha bangkit dengan sisa-sisa tenaganya, merasa sangat lemah. Dukun itu menatapnya dengan tatapan dingin, seolah menilai keberhasilan ritual itu.