Kali ini aku beruntung mendapatkan kesempatannya untuk melakukan perjalanan ke Ibu Kota Indonesia, Jakarta. Kota yang menjadi impian bagi setiap orang di desa untuk mengais rezeki. Maklum saja, kota ini merupakan pusat ekonomi di negri yang letaknya dalam kawasan Asia tenggara.
Perjalanan ku Kali ini adalah berkah sekaligus bencana bagi ku karena aku mendapatkan tugas yang tak biasa dari kantor yakni meliput demonstrasi menggulingkan rezim orde baru. Awalnya aku merasa senang tapi setelah mendengar dari radio beberapa Hari belakangan nyali ku menciut. Karena semua siaran itu berbicara mengenai letupan demonstrasi di jakarta.
Tibalah Hari minggu tanggal 11 mei, perjalanan ku di mulai. Seluruh perlengkapan sudah di persiapkan jauh Hari sebelumnya, maklum saja aku adalah orang kampung asal Jogjakarta sehingga memiliki minat sangat besar untuk mencicipi gemerlapnya Jakarta. Tiket atas nama Raden Mas sunggono telah di genggaman aku berangkat menggunakan Penerbangan pertama pukul 05.00.
Kali ini aku beruntung karena ada kerabat ku yang mau mengantar ku ke bandara juanda. Sejak pukul 04.00 aku mulai perjalanan. Diatas motor antik tahun 80an keluaran jepang, aku menikmati detik2 terakhir ku di tanah kelahiran. Aku terus memperhatikan jalanan di sepanjang perjalanan seperti tak akan pernah kembali ke tanah jawa tempat ku berpijak. Semilir angin mengalun lembut dalam sela-sela perjalanan, hal ini menambah kerinduan yang akan aku rasakan nanti.
azan subuh mulai berkumandang. Lampu-lampu jalanan mulai di matikan. Ayam berkokok menyambut pagi Dan aku merasakan bahwa sang ayam memberikan kokokannya untuk melepas kepergian ku ke dalam rimba.
Setelah momen itu berlangsung andi berucap pada ku untuk menjaga keselamatan di Jakarta. Karena situasi Jakarta yang tidak menentu. Aku hanya bisa mendengar pernyataannya dan berusaha menenangkannya dengan berujar bahwa aku, seorang wartawan, akan memiliki penjagaan ekstra dari polisi.
Aku amat sangat senang dengan momen Kali ini karena aku bisa bertemu seseorang yang telah lama aku rindukan. Tetapi aku tak tau bahwa ini akan menjadi perjalanan yang tak terlupakan bagi ku.
Pukul 04.30 aku sampai di bandara Juanda. Jantung ku berdebar kencang maklum saja bagi orang kampung seperti ku naik pesawat merupakan hal langka. Bahkan aku tak pernah memikirkan hal ini sebelumnya.
Aku langsung berpamitan dengan rekan sejawat ku bernama andi, lambaian tangan menjadi momen paling emotional bagi ku. Kali ini menjadi perjalanan terpanjang ku selama 26 tahun umur ku. Suasana bandara masih sepi pagi itu apa lagi pintu keberangkatan menuju Jakarta, sepertinya kota ini bukan lagi primadona saat ini.
Tepat pukul 05.00 aku mulai menaiki pesawat. Perjalanan menuju Jakarta akan di tempuh selama dua jam. Benar saja, aku merasa semakin panik ketika pesawat mulai mengudara. aku panik setengah mati. Butiran keringat sebesar biji jagung mulai becucuran. Wanita di samping ku mengamati ku. Mungkin saja muka aku pucat pasi akibat guncangan yang terjadi. Tangan ku bergetar, aku tidak bisa berkata apapun.
Untung saja aku telah lama menyiapkan senjata untuk mengatasi rasa takut ku. Kurogoh saku dalam jaket ku Dan ku ambil satu butir obat penenang sembari berdoa supaya aku masih bisa bangun ketika sampai di Jakarta.
Aku Melihat dari kejauhan adanya kobaran API yang menyala di sebuah toko emas. Sang empunya telah lari tungang langang entah kemana. Orang-orang merangsek masuk ke toko Dan keluar membawa beberapa butir emas. Mereka sangat riang diatas tangisan seseorang yang meratapi toko. Ternyata setelah aku hampiri, ia adalah pelayanan toko dengan name tag ter semat di dadanya. Aku Melihat samar di name tagnya dengan nama susi.
Aku kaget Dan terbangun, ternyata aku sedang bermimpi. Nama itu yang membangkitkan ku dari mimpi kelam tersebut. Seketika aku menoleh ke kanan, perempuan yang duduk di samping ku sudah tidak ada Dan berganti bidadari cantik memakai batik. Ternyata bidadari itu adalah pramugari, pesawat telah mendarat di bandara Soekarno Hatta pukul 08.00
Entah kenapa pesawat mangkir dari jadwalnya karena aku tidak merasakan apa apa. Yang aku ingat hanyalah nama susi dalam mimpi ku tadi.
Aku yang kegirangan langsung berjalan cepat menuju pintu keluar bandara. Langkah ku amat cepat ditengah banyaknya warga keturunan Tionghoa yang masuk ke bandara. Kali ini aku merasa seperti melawan arus melihat banyaknya warga keturunan itu berjalan menuju arus yang berlawanan. Seorang ibu terlihat sangat kesulitan memboyong dua anak kembarnya yang masih balita. Apa lagi ia membawa koper besar seperti ingin kembali ke Negri asal nenek moyangnya.
Swluruh warga keturunan terlihat bergegas menuju pintu keberangkatan meninggalkan Ibu Kota. Aku tak memperdulikan mereka, aku hanya memikirkan diri ku karena sebentar lagi aku akan melihat menjulangnya Monumen Nasional, sebuah bangunan prestisius buatan Bung Karno yang memiliki banyak filosofi.
Akhirnya aku sampai di pintu keluar bandara, taksi bejubel memadati pintu depan bandara tersebut. Aku langsung saja mengikuti supir taksi yang menawarkan jasanya. Ketika sampai di dalam Mobil dia bertanya mengenai tujuan ku. Aku hanya berkata padanya, untuk jalan ke semanggi menuju hotel indah, tapi mengambil jalur melewati monas.
Akhirnya sang supir dengan Mobil birunya berjalan. Sedikit sombong memang, tapi aku saat itu sedang memiliki uang banyak akibat ketekunan ku dalam menabung. Sebelum memulai perjalanan anak ayam di rumah ku, aku pecahkan seketika ia mengeluarkan uang sebanyak 1 juta rupiah.
Sang supir bertanya kembali kepada ku mengenai motif ku menuju Jakarta. Karena menurutnya situasi Jakarta sedang tidak kondusif, semakin marak orang hilang dan tentara di pinggir jalan. Aku hanya mengatakan bahwa aku adalah seorang wartawan yang ingin mencari berita. Dia melanjutkan percakapan, menurut informasi yang di dapatkannya akan terjadi demonstrasi di depan kampus trisakti, demonstrasi itu merupakan demonstrasi gabungan dari berbagai macam universitas.
Sambil mendengarkan celotehannya yang panjang, aku memperhatikan sekeliling. Nampak jelas banyak sekali warga yang enggan keluar rumah karena alasan keamanan. Lalu aku teringat dengan banyaknya etnis Tionghoa yang keluar menuju kota maupun negara lain. Aku yang iseng pun bertanya kepada sang supir. Ternyata etnis Tionghoa menjadi sasaran amukan warga karena kesenjangan ekonomi yang terjadi, bahkan di antara mereka ada yang di perkosa atau dipukuli.
Aku mulai membayangkan kengerian yang akan aku dapatkan dari moment langka Kali ini. Akhirnya taksi sampai di depan hotel indah, hotel tempat sebagian besar wartawan untuk menginap. Aku melihat Argo di taksi mencapai angka Rp.100 ribu, aku kaget bukan kepalang.
Aku turun dri taksi dan menjumpai rekan sejawat ku bernama Mikel, dia seorang wartawan dari media jurnal. Awal pertemuan ku dengannya ketika ada pengangkatan Sultan HB ke IX.
Mikel adalah orang asli Jakarta sehingga dia tidak tau tentangvseluk beluk jogja. Aku yang orang jogja memberikannya tempat meniap sementara di kediaman ku. Akhirnya dari sana kami saling mengenal satu sama lain.
Aku Dan Mikel sebelumnya sudah berjanjian utuk bertemu melalui pejer, sebuah alat komunikasi canggih abad itu. Akhirnya kami patungan untuk menyewa kamar demi kebaikan keuangan kami. Mikel menyarankan menginap di hotel indah karena hotel itu memiliki letak strategis karena dekat dengan DPR serta menjadi jalur perlintasan demonstran ketika melakukan longmarch.
Aku menginap di kamar lantai 6 Nomor 225. Kamar itu cukup tinggi, hal ini memang telah kami pikiran masak-masak. Kami ingin melihat situasi Jakarta setiap menitnya sehingga kami memilih kamar atas.
Pukul 12 kami masuk ke kamar, aku langsung ke kamar mandi sedangkan Mikel merapikan barang2 pribadinya. Setelah aku mandi, aku langsung merapikan pakaian sambil menyalakan televisi. Maklum saja hotel indah merupakan hotel bintang 4 sehingga fasilitasnya cukup mempuni.
Setelah beres aku tetap menyaksikan tayangan TV, mereka menayangkan semakin masifnya para demonstran untuk menggulingkan rezim soeherto. Para demonstran merasa soeharto banyak melakukan kebijakan yang tidak pro rakyat. Apa lagi kondisi ekonomi Indonesia saat itu sedang anjlok akibat kerisis ekonomi dunia.
Penjarahan Dan kekerasan menjadi tajuk utama dalam tayangan television. Baru Kali ini aku meliput sebuah keadaan yang mengerikan. Jakarta sangat mencekam jauh dari peradaban modern. Setelah melihat tayangan itu aku mulai berpikir untuk kembali ke kampung halaman. Aku takut menjadi korban dari gesekan antara aparat Dan demonstran.
Tiba-tiba Mikel membangunkan ku, dia mengatakan bahwa para demonstran akan melakukan also di trisakti. Ternyata aku telah tertidur aku kaget karena baru Kali ini aku tertidur layaknya orang mati. Tanpa pikir panjang, aku langsung membawa senjata ku saat bertugas yaitu buku Dan pulpen tak lupa ID card pers yang ku miliki tersemat di leher ku.
Aku dan mikel ternyata tak sendiri pasalnya ada beberapa wartawan lain yang siap untuk berangkat ke lokasi oekiputan. Aku tak sadar ternyata pejer ku menyimpan banyak pesan dari kantor. Tapi aku tidak membalasnya karena aku tidak mau kehilangan moment.
Akhirnya kami menumpang di dalam bus demonstran yang melintas di depan hotel. Kami sangat beruntung Kali ini. Maklum saja Mikel temanku merupakan alumni di kampus itu Dan dia juga mantan aktivis pada eranya. Kami pun segera mencari perwakilan demonstran di bis ini untuk diajak wawancara. Akhirnya kami bertemu dengan Hasan, dia bersedia untuk di wawancara. Menurut pengakuannya, ada 4 kampus yang ikut dalam aksi Kali ini. Hasan sendiri merupakan mahasiswa dari universitas bebas. Para demonstran menggunakan almamater kebesaran mereka berwarna hijau.
Dalam keterangannya hasan menuturkan bahwa aksi ini merupakan bentuk tuntutan rakyang yang menginfikan lengsernya rezim otoriter itu. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa aksi ini tidak akan berhenti sampai soeharto turun dari jabatannya.
Para demonstran itu menggunakan bus patas berukuran besar. Di dalamnya berjubel para demonstran dari perempuan maupun laki-laki, belum lagi di atap bus. Mereka semua menuju satu tujuan yaitu menggulingkan rezim korup soeharto.
Di dalam perjalanan bus, mereka terus menerus kan yel yel ajakan kepada seluruh masyarakat untuk merestui perjalanan mereka membela demokrasi, kebebasan yang telah lama hilang.
Kemudian ada lagu pada mu Negri yang salah satu baitnya berbunyi
"Pada mu Negri kami berjanji"
"Pada mu Negri kami berbakti"
"Pada mu Negri kami berjanji"
"Bagi mu Negri jiwa raga kami"
Lirik tersebut terasa sangat emosional bagi ku, entah kenapa bulu kuduk ku merinding mendengar suara mereka dengan taburan gendang. Kordinator aksi terus bersuara lewat pengeras suara menambah adrenalin setiap demonstran semakin meinggi.
Setiap anak yang melihat aksi para demonstran ini merasa kegirangan Dan berteriak "maju terus" bapak tua juga meneriakan yang sama "lengserkan soeharto!!!". Para demonstran semakin bersemangat menyanyikan lagunya, setibanya di depan universitas trisakti merkea tetap berdemonstran.ak ku sangka ternyata demonstran telah memadati jalan didepan univ trisakti. Para demontran ada yg menggunakan almet kunih, hijau, biru, abu-abu, biru muda Dan tua. Polisi berpakaian lengkap telah siap mengamankan jalannya demo.
Pukul 10.57 pasukan TNI datang, ini lah yang paling ditakuti demonstran. Karena TNI didik untuk melakukan hal-hal yang bersinggungan dengan fisik sehingga mereka memiliki fisik yang kuat Dan mengerikan juga telah " mengamuk". Barakuda Dan gerbang kawat telah di bentangkan oleh para aparat tidak ketinggalan blangwir Dan tembakan gas air mata telah di siapkan.
Instring ku Dan Mikel sama-sama mengtakan bahwa akan terjadi keos di aksi kali ini. Aku Dan Mikel segera meninggalkan Hasan dan kolega. Kami bergegas pergi untuk mencari posisi pas untuk mengamati demonstrasi.
Akhirnya kami memilih sebuah jembatan penyebrangan di dekat Trisakti untuk spot pengamatan. Pukul 11.30 semua universitas telah hadir. Akhirnya aksi di lakukan. Dengan teriknya matahari kami amat yakin gesekan akan terjadi, dan benar saja baru saja mereka mendendangkan yel-yel, seluruh polisi telah merangsek menghalau demonstran. Aksi dorong terjadi dalam gesekan kali ini. Batu betebaran ke udara menuju arah polisi. TNI berlari merangsek melalui tengah kericuhan tadi. Akhirnya keos itu berenti.
Perwakilan TNI, mahasiswanya Dan polisi akhirnya berdiskusi akhirnya demonstrasi di lanjutkan sekitar pukul dua karena tepat jam 12 ada ibadah bagi orang Muslim dan kita harus menghargainya, itulah yang menjadi alasan polisi langsung memberhentikan demonstrasi itu.
Situasi kembali kondusif para Muslim langsung shalat berjamaan beralaskan poster yang mereka bawa. Polisi Dan TNI melakukan hal yg sama. Ketiga kubu ini terlihat sangat tenang Dan saling berbicara melempar senyuman. Ada mahasiswa terlihat berbagi rokok dengan polisi serta TNI yang memberikan makanan kepada beberapa demonstran.
Pukul 14.00 dari sudut lain aku melihat ada orang berdiri di atas sebuah gedung. Aku tak tau persis nama gedung itu, tetapi orang itu kemudian merunduk dan mengeluarkan senjata. Ternyata orang itu adalah snaiper yang siap membidik para demonstran. Ini sangat mencekam pikir ku, nyawa para demonstran akan melayang jika tertembus timah panas.
Saat itu pula para demonstran melanjutkan aksinya, mereka mulai aksinya setelah 2 jam duduk menunggu waktu yang telah di sepakati, kali ini situasi menjadi semakin mencekam. Mikel dengan kamernaya mulai membidik satu persatu demonstran. Tetapi kameranya mau di ambil oleh salah seorang prajurit, Mikel melawan. Baku hantam terjadi, sedangkan aku benging melihat kejadian ini. Beberapa TNI berdatangan ke arah kami. Mikel di pukuli, aku segera mererai mereka. Aku ingat reflek ku membuat seorang perwira terjengkang akibat menerima pukulan telak di dahinya.
Akhirnya kami berlari turun dari jembatan, kami mengawasi jalannya dari sebrang jembatan menjauh dari tempat kejadian. Mikel masih terlihat kesal. Aku hanya mengatakan padanya unutk sabar dan yang terpenting gambar itu masih aman. Kami mulai kembali mencari spot tepat, akhirnya kami berhenti di balik pohon besar.dari sana kami mengawasi jalannya demonstrasi.
Aksi ini berjalan santai, aksi bubar pada pukul 18.00. tetapi para demonstran berulah dan tidak mau bubar. Akhirnya polisi anti hurui hara memaksa mereka untuk masuk ke dalam kampus. Para demontran melemparkan polisi dengan batu.
Seorang mahasiswa di tangkap oleh polisi. Rekan mahasiswanya yang lain berbondong-bondong menyerbu polisi yang mengamankan rekannya tadi. Para mahasiswa tadi langsung memukul balik polisi, terjadi baku hantam antara dua kubu. Mobil pemadam mulai menyemprotkan ait di titik pemukulan itu.
Sebagian mahasiswa yang tadi di dalam kampus kembali keluar menyerang para polisi. Kali ini mereka telah menyiapkan alat berbahaya semisal bom molotof. Satu polisi terlihat terkena lemparan molotof. Tetapi mobil pemadam dengan sigap menyemprotkan sedikit air ke tubuh sang polisi, api itu pun padam.
Salah seorang polisi melakukan tembakan ke udara unutk memecahkan masa. Mereka akhirnya lari tunggang langgang ke dalam kampus. Pintu gerbang kampus di tutup, polisi tidak bisa masuk ke dalam kampus karena peraturannya menyatakan demikian. Apalagi ada beberapa insan pers disana sehingga aparat tidak bisa berlaku sewenang-wenang.
Pohon itu menjadi saksi pertemuan ku dengan susi, perempuan yang telah lama tidak aku temui. Dia adalah adik ku dan kuliah di trisakti. Dia menghampiri ku, aku awalnya bingung siapa gerangan wanita ini tetapi setelah ku perhatikan dia adalah adik ku. Kami berpisah selama 3 tahun lamanya karena dia jarang ke rumah dan ketika ke rumah aku sedang liputan.
Susi telah berumur 21 tahun, dia adalah seorang mahasiswi jurusan akuntansi. Dia mendapat beasiswa dari kampusnya setiap tahun, aku tak tau kenapa dia mendapatkannya tapi itu bagus untuk keluarga ku. Susi yang memiliki nama lengkap Susi Melinda kini telah berada di ujung masa studinya.
Dia mengatakan situasi Jakarta makin hari makin mencekam. Banyak penembakan misterius sehingga warga tidak ada yang keluar rumah. Hanya orang-orang yang memiliki kebutuhan yang sangat mendesak akhirnya mereka memberanikan diri unutk keluar. Jakarta saat itu memang seperti sedang diambang peperangan. Tank ada di sudut jalan, semua prajurit berjaga-jaga.
Aku, Mikel, dan Susi tak bergerak dari balik pohon sambil mengamati lericuhan yang terjadi. Satu batu melayang diatas kepala ku. Untungnya badan ku ditarik oleh Mikel lagi-lagi aku beruntung.
Aku menunggu hingga pukul 12.00, polisi terlihat masih menjaga kampus. Tetapi Susi sudah meninggalkan ku. Dia pulang ke kamar kostnya karena situasi sudah cukup kondusif sekarang. Dia juga mengatakan pada ku bahwa dia akan mengenalkan seseorang pada ku. Mungkin saja dia ingin mengenalkan salah satu teman perempuannya pada ku karena aku sedang tidak memiliki pasangan.aku bergegas pergi bersama Mikel menuju hotel menumpang mobil patroli polisi.
Keesokan harinya situasi Jakarta makin memanas. Warga tiba-tiba berani unutk keluar sepertinya mereka tertular semangat para demonstran tadi. Sejak pukul 10.00 aku siap untuk kembali ke Trisakti. Aku sampai disana pukul 11.00 menggunakan kendaraan umum. Berita kemarin telah aku kirim melalui sambungan telephone. Sehingga kerja ku tidak terlalu berat kali ini hanya melaporkan apa yang aku dapat kemarin tanpa harus membuat tulisan berbentuk berita.
Aku kembalui ke Trisakti bersama Mikael. Di pohon yang sama dengan kemarin kami kembali mengamati lokasi sekitar. Serakan batu dan pecahan botol masih berceceran di jalanan. Aku dan Mikel melihat polisi semakin banyak memadati sekeliling trisakti. Menurut pengamatan ku, polisi telah berjaga mulai berjaga membuat ring sejauh 5 Km dari lokasi demionstrasi. Kali ini prajurit TNI tidak di siapkan di sekitaran Trisakti.
Satu persatu pasukan dari kampus lain datang, aliansi masyarakat juga mendatangi trisakti. Akhirnya tepat pukul 14.00 semua demonstran memadati kampus trisakti tiba-tiba polisi merangsek dan memukuli mahasiswa. Ada mahasiswa yang di tangkap dan dipukuli.
Seorang wanita juga histeris terkena tiongkat polisi. Keadaan kali ini semakin brutal. Polisi menembakan gas air mata kearah demonstran. Para demonstran berlarian menuju kampus trisakti dan ada yang menuju rumah sakit sumber waras ada pula yang masuk ke taruma negara sebuah kampus swasta di samping trisakti.
Para demonstran hanya bisa berlari dan melempari polisi dengan batu. Para demonstran terdesak, aparat keamanan merangsek terus masuk kampus trisaskti. Para demonstran terus melempari mereka dengan batu. Ada pula yang mengeluarkan mercon, aku melihat ada 5 orang yang memegang mercon saat itu. Polisi mundur, sedangkan demonstran mengejar polisi.
Mobil panser mencoba masuk ke dalam kampus. Tetapi mahasiswa melempar mobil itu dengan bom molotof. Di sudut kiri kerumunan dekat plang nama jurusan di kampus trisakti terlihat dada 3 orang polisi terkena lemparan bom molotof mereka meronta-ronta. Satu diantaranya sudah diam, sepertinya sudah tewas.
Melihat kejadian itu polisi lainnya mencoba mengamankan 2 rekannya yang selamat. Karena kalah jumlah pasukan polisi kembali kelaur kampus. Tiba-tiba terdengar tembakan yang memecah suasana. Aku mengira ini adalah tembakan ke udara tetapi setelah ku perhatikan ada seorang demonstran yang tergeletak bersimbah darah.
Suara itu terjadi lagi berulang kali. Ternyata ada empat nyawa melayang kali ini. Kejadian ini sangat mengerikan. Beberpa mahasiswa memberanikan diri mendekati jasad rekannya. Para mayat itu segera di larikan ke rumah sakit sumber waras yang dekat dengan kampus.
Setelah kejadian itu masyarakat mulai berani melawan pemerintahan. Penjarahan dan kekerasan semakin terang-terangan di jalanan. Tanggal 13 Mei Aku melihat seorang perempuan keturunan menjadi korban pelecehan oleh orang pribumi. Aku tidak berani mengusir mereka. Asku hanya berani melempar mereka dengan batu dari kejauhan karena semua massa menjadi emosi akibat pembunuhan empat demonstran tadi.
Sebuah toko besar menjadi salah satu saksi bisu kegilaan warga. Mereka menjarah toko itu, polisi tidak bisa melakukan apapun. Satpam toko pun ikut dipukuli karena menghalangi warga yang ingin merampas toko. Kali ini demonstrasi malah sering di lakukan oleh warga bukan lagi dari kalangan akademisi, mungkin mental mereka telah jatuh akibat penembakan misterius kemarin.
Kegilaan warga semakin tak terkendali, laporan mengenai penjarahan semakin meningkat. Polisi-polisi hanya bisa diam tidak melakukan apapun. Aku yang sedang mencatat kejadian ini sedikit ngeri dengan apa yang ku lihat. Malah salah satu warga yang ku temui dengan lantangnya mengatakan “gua capek miskin, mending ngejarah dari toko orang yang udang ngejarah harta negara gua”. Aku terkejut dengan kata-katanya.
Malam tanggal 14 aku mendapat kabar soal polisi yang mati akibat insiden di trisakti. Aku mengajak Mikel ke rumah duka, tetapi dia enggan. Dia ingin pergi ke tanah abang pusat grosir yang diserang oleh warga. Akhirnya hari itu aku berpisah dengannya.
Polisi yang tewas itu bernama Bakri Umar, dia berpangkat Bripda. Isak tangis menghiasi rumah duka. Ternyata dia adalah anak dari dua bersaudara. Bakri adalah anak yang paling bontot dan ia akan segera menikah pada Bulan Oktober nanti. Aku sangat menyayangkan kematiannya karena ternyata dia telah mempersiapkan semuanya dengan matang untuk moment bahagianya dalam hidup.
Tetapi sang calon mempelai belum datang juga, padahal aku ingin sekali mewawancarai sang calon. Tiba-tiba teriakan terdengar dari luar rumah. Ada seorang perempuan yang dibopong dua orang temannya menangis sangat sedih. Muka wanita itu memerah, dia lemas tak berdaya melihat pria pujaan hatinya terbujur kaku ditengah balutan kain putih. Ternyata wanita itu adalah Susi adik ku. Dia mengatakan pada ku, mas kamu sudah bertemu dengan Umar? Tanyanya. Aku menjawa ia aku melihatnya, memangnya kenapa? Dia adalah orang yang ingin ku kenalkan karena kelak dia akan menjadi adik ipar mu mas jawab Susi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H