Aku Melihat dari kejauhan adanya kobaran API yang menyala di sebuah toko emas. Sang empunya telah lari tungang langang entah kemana. Orang-orang merangsek masuk ke toko Dan keluar membawa beberapa butir emas. Mereka sangat riang diatas tangisan seseorang yang meratapi toko. Ternyata setelah aku hampiri, ia adalah pelayanan toko dengan name tag ter semat di dadanya. Aku Melihat samar di name tagnya dengan nama susi.
Aku kaget Dan terbangun, ternyata aku sedang bermimpi. Nama itu yang membangkitkan ku dari mimpi kelam tersebut. Seketika aku menoleh ke kanan, perempuan yang duduk di samping ku sudah tidak ada Dan berganti bidadari cantik memakai batik. Ternyata bidadari itu adalah pramugari, pesawat telah mendarat di bandara Soekarno Hatta pukul 08.00
Entah kenapa pesawat mangkir dari jadwalnya karena aku tidak merasakan apa apa. Yang aku ingat hanyalah nama susi dalam mimpi ku tadi.
Aku yang kegirangan langsung berjalan cepat menuju pintu keluar bandara. Langkah ku amat cepat ditengah banyaknya warga keturunan Tionghoa yang masuk ke bandara. Kali ini aku merasa seperti melawan arus melihat banyaknya warga keturunan itu berjalan menuju arus yang berlawanan. Seorang ibu terlihat sangat kesulitan memboyong dua anak kembarnya yang masih balita. Apa lagi ia membawa koper besar seperti ingin kembali ke Negri asal nenek moyangnya.
Swluruh warga keturunan terlihat bergegas menuju pintu keberangkatan meninggalkan Ibu Kota. Aku tak memperdulikan mereka, aku hanya memikirkan diri ku karena sebentar lagi aku akan melihat menjulangnya Monumen Nasional, sebuah bangunan prestisius buatan Bung Karno yang memiliki banyak filosofi.
Akhirnya aku sampai di pintu keluar bandara, taksi bejubel memadati pintu depan bandara tersebut. Aku langsung saja mengikuti supir taksi yang menawarkan jasanya. Ketika sampai di dalam Mobil dia bertanya mengenai tujuan ku. Aku hanya berkata padanya, untuk jalan ke semanggi menuju hotel indah, tapi mengambil jalur melewati monas.
Akhirnya sang supir dengan Mobil birunya berjalan. Sedikit sombong memang, tapi aku saat itu sedang memiliki uang banyak akibat ketekunan ku dalam menabung. Sebelum memulai perjalanan anak ayam di rumah ku, aku pecahkan seketika ia mengeluarkan uang sebanyak 1 juta rupiah.
Sang supir bertanya kembali kepada ku mengenai motif ku menuju Jakarta. Karena menurutnya situasi Jakarta sedang tidak kondusif, semakin marak orang hilang dan tentara di pinggir jalan. Aku hanya mengatakan bahwa aku adalah seorang wartawan yang ingin mencari berita. Dia melanjutkan percakapan, menurut informasi yang di dapatkannya akan terjadi demonstrasi di depan kampus trisakti, demonstrasi itu merupakan demonstrasi gabungan dari berbagai macam universitas.
Sambil mendengarkan celotehannya yang panjang, aku memperhatikan sekeliling. Nampak jelas banyak sekali warga yang enggan keluar rumah karena alasan keamanan. Lalu aku teringat dengan banyaknya etnis Tionghoa yang keluar menuju kota maupun negara lain. Aku yang iseng pun bertanya kepada sang supir. Ternyata etnis Tionghoa menjadi sasaran amukan warga karena kesenjangan ekonomi yang terjadi, bahkan di antara mereka ada yang di perkosa atau dipukuli.
Aku mulai membayangkan kengerian yang akan aku dapatkan dari moment langka Kali ini. Akhirnya taksi sampai di depan hotel indah, hotel tempat sebagian besar wartawan untuk menginap. Aku melihat Argo di taksi mencapai angka Rp.100 ribu, aku kaget bukan kepalang.
Aku turun dri taksi dan menjumpai rekan sejawat ku bernama Mikel, dia seorang wartawan dari media jurnal. Awal pertemuan ku dengannya ketika ada pengangkatan Sultan HB ke IX.