Mohon tunggu...
Diana Kusumaningsih
Diana Kusumaningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa Mercu Buana

Nama: Diana Kusumaningsih NIM: 41521010124 Fakultas: Ilmu Komputer Dosen: Prof Dr Apollo, M.Si.Ak,CA,CIBV,CIBV, CIBG Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Panopticon Jeremy Bentham dan Kejahatan Giddens Anthony

30 Mei 2023   14:43 Diperbarui: 30 Mei 2023   14:48 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

I. Pendahuluan


A. Gambaran Umum Tentang Jeremy Bentham dan Panopticon


Jeremy Bentham (1748-1832) adalah seorang filsuf, pemikir sosial, dan pakar hukum Inggris. Ia dikenal sebagai salah satu pendiri utilitarianisme, suatu aliran pemikiran etis yang menekankan pada kebahagiaan maksimal bagi sebanyak mungkin orang.
Salah satu kontribusi terkenal Jeremy Bentham adalah gagasan Panopticon. Panopticon adalah sebuah desain arsitektur penjara yang dikembangkan oleh Bentham pada akhir abad ke-18. Konsep ini didasarkan pada prinsip pengawasan yang terpusat dan penggunaan kekuatan pengawasan untuk mencapai kontrol sosial.
Desain Panopticon terdiri dari sebuah menara pengawas di tengah dengan sel-sel tahanan yang disusun mengelilinginya dalam bentuk cincin. Menara pengawas dilengkapi dengan jendela kaca yang memungkinkan pengawas melihat ke dalam setiap sel secara tersembunyi, sementara tahanan tidak dapat melihat pengawas. Konsep ini menciptakan efek psikologis di mana tahanan merasa selalu terpantau dan merasa harus mengontrol perilaku mereka sendiri. Panopticon secara efektif memungkinkan pengawas mengawasi banyak tahanan sekaligus dengan sedikit usaha.
Meskipun Panopticon awalnya dirancang untuk penjara, konsepnya kemudian diterapkan dalam berbagai bidang pengawasan dan kontrol sosial, seperti rumah sakit jiwa, sekolah, pabrik, dan bahkan masyarakat secara umum. Bentham melihat potensi Panopticon sebagai alat yang kuat untuk menjaga disiplin dan kontrol sosial.
Namun, Panopticon juga menuai kritik terkait dengan privasi, kebebasan individual, dan potensi penyalahgunaan kekuasaan pengawasan. Meskipun gagasan Bentham tentang Panopticon tidak pernah diwujudkan sepenuhnya, konsepnya tetap menjadi topik diskusi yang relevan dalam studi sosial dan filsafat politik hingga saat ini.
Jeremy Bentham adalah seorang filsuf utilitarian abad ke-18 yang dikenal dengan konsepnya tentang Panopticon. Panopticon adalah sebuah desain arsitektur yang bertujuan untuk menciptakan pengawasan dan kontrol yang efektif dalam sebuah institusi atau penjara.
Namun, penting untuk dicatat bahwa Panopticon hanya berupa konsep dan tidak ada aplikasi praktis yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham selama hidupnya. Konsep ini dipopulerkan oleh Bentham melalui tulisannya yang berjudul "Pengawasan dan Penjara". Dia merancang Panopticon sebagai alternatif yang lebih efisien dan manusiawi dibandingkan dengan penjara-penjara pada masanya.
Prinsip utama dari Panopticon adalah bahwa penjara atau institusi memiliki struktur arsitektur berbentuk lingkaran atau melingkar dengan menara pengawas di tengahnya. Sel-sel tahanan atau ruang pengamat terletak di sekitar menara pengawas. Konsep ini didasarkan pada ide bahwa penjaga atau pengawas dapat memantau tahanan atau individu yang berada dalam sel-sel atau ruang pengamat secara terus-menerus tanpa tahanan atau individu itu tahu kapan mereka diamati atau tidak.
Dalam konsep Panopticon, tahanan atau individu yang terpantau akan merasa selalu diawasi dan memperoleh kesadaran yang konstan tentang pemantauan itu sendiri. Hal ini diharapkan akan menciptakan efek pemantauan internal yang mendorong perilaku yang diinginkan dan mengurangi kemungkinan pelanggaran atau pelanggaran aturan.
Walaupun tidak ada aplikasi praktis Panopticon yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham, konsep ini telah memengaruhi pemikiran sosial dan politik dalam berbagai konteks. Konsep pemantauan dan kontrol yang efektif tetap relevan dalam masyarakat modern, terutama dengan perkembangan teknologi informasi dan pengawasan elektronik. Namun, konsep Panopticon juga telah dikritik karena implikasinya terhadap privasi dan kebebasan individu.

B. Pengantar Tentang Tujuan Penulisan Panopticon


Panopticon adalah sebuah karya yang ditulis oleh Jeremy Bentham, seorang filsuf dan pakar hukum abad ke-18. Tujuan utama penulisan Panopticon adalah untuk menggambarkan desain arsitektur yang inovatif yang dapat digunakan untuk menciptakan pengawasan dan kontrol sosial yang efektif.
Bentham percaya bahwa keberadaan pengawasan yang konstan dapat mendorong perilaku yang disiplin dan mengurangi potensi pelanggaran. Dalam tulisannya, Bentham menggambarkan struktur Panopticon yang terdiri dari menara pengawas di tengah dengan sel-sel tahanan yang mengelilinginya. Dengan posisi sentral pengawas dan jendela kaca yang memungkinkan pengawas melihat ke dalam setiap sel, tahanan akan merasa selalu terpantau dan merasa harus memperhatikan perilaku mereka sendiri.
Salah satu tujuan utama Panopticon adalah untuk menciptakan pengawasan yang efisien dan hemat biaya. Dengan satu pengawas yang mampu mengawasi banyak tahanan secara bersamaan, Bentham berpendapat bahwa pengeluaran untuk keamanan dan pengawasan dapat dikurangi. Selain itu, Panopticon juga dianggap sebagai alat yang dapat membentuk perilaku tahanan sesuai dengan norma sosial yang diinginkan.
Selain aplikasinya dalam sistem penjara, Bentham juga melihat potensi Panopticon dalam berbagai bidang seperti rumah sakit jiwa, sekolah, dan pabrik. Dia berpendapat bahwa pengawasan yang konstan dan efektif dapat diterapkan di berbagai konteks untuk mencapai tujuan pengendalian dan disiplin.
Namun, di balik tujuan-tujuan praktisnya, Panopticon juga memunculkan pertanyaan dan kritik terkait privasi, kebebasan individu, dan potensi penyalahgunaan kekuasaan. Banyak yang mempertanyakan etika dan efektivitas dari pengawasan terus-menerus yang diterapkan oleh sistem Panopticon.
Secara keseluruhan, tujuan penulisan Panopticon adalah untuk mengajukan konsep arsitektur dan pengawasan yang revolusioner, yang memberikan pemikiran kritis tentang kontrol sosial dan implikasinya dalam masyarakat.


II. Bagian Utama

DianaKusumaningsih
DianaKusumaningsih
A. Apa Itu Panopticon


Panopticon adalah sebuah konsep arsitektur yang dirancang untuk menciptakan pengawasan yang efektif dalam institusi seperti penjara atau lembaga pemasyarakatan. Konsep ini dikemukakan oleh Jeremy Bentham, seorang filsuf utilitarian abad ke-18. Panopticon dirancang sedemikian rupa sehingga tahanan atau individu yang terpantau tidak tahu kapan mereka diamati atau tidak.
Struktur Panopticon terdiri dari sebuah bangunan dengan sel-sel atau ruang pengamat yang terletak di sekitar menara pengawas di tengahnya. Pengawas yang berada di menara tersebut dapat memantau tahanan atau individu yang berada dalam sel-sel atau ruang pengamat secara terus-menerus. Konsep ini bertujuan untuk menciptakan efek pemantauan internal yang mempengaruhi perilaku individu yang terpantau.
Panopticon secara simbolis mewakili bentuk kontrol sosial dan pemantauan yang konstan, di mana individu merasa selalu diawasi dan oleh karena itu mengatur perilaku mereka sendiri sesuai dengan norma-norma yang diinginkan. Konsep ini telah berpengaruh dalam pemikiran sosial dan politik, terutama dalam konteks pengawasan dan privasi individu.
Harap dicatat bahwa Panopticon hanya berupa konsep dan tidak ada aplikasi praktis yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham selama hidupnya.

1. Konsep Dasar Panopticon
Konsep dasar Panopticon, yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham, melibatkan desain arsitektur yang bertujuan untuk menciptakan pengawasan dan kontrol sosial yang efektif. Ada beberapa elemen kunci dalam konsep ini:

1. Struktur Pusat dan Sel-sel Mengelilingi: Panopticon terdiri dari sebuah menara pengawas yang ditempatkan di pusat, yang dikelilingi oleh sel-sel tahanan atau ruangan yang diawasi. Menara pengawas memiliki jendela kaca yang memungkinkan pengawas melihat ke dalam setiap sel.
2. Pengawasan Tanpa Diketahui: Desain Panopticon memungkinkan pengawas untuk melihat ke dalam setiap sel tanpa diketahui oleh tahanan. Tahanan tidak dapat melihat atau mengidentifikasi apakah mereka sedang diawasi pada saat tertentu. Ini menciptakan perasaan terpantau secara konstan.
3. Pengawasan Sentral dan Efisiensi: Dengan posisi sentral pengawas dan kemampuan untuk mengawasi banyak tahanan secara bersamaan, Panopticon dianggap sebagai cara yang efisien untuk menjaga pengawasan dan kontrol. Pengawas dapat mengawasi dan memantau sejumlah besar orang dengan sedikit upaya.
4. Pengaruh Psikologis: Konsep Panopticon mengandalkan efek psikologis dari pengawasan yang konstan. Tahanan merasa bahwa mereka selalu terpantau dan memiliki kebutuhan internal untuk memperhatikan perilaku mereka sendiri. Ini diharapkan dapat menciptakan disiplin yang efektif dan mengurangi potensi pelanggaran.
5. Pengendalian Perilaku dan Norma Sosial: Panopticon didasarkan pada keyakinan bahwa pengawasan yang konstan dapat membentuk perilaku tahanan sesuai dengan norma sosial yang diinginkan. Dalam lingkungan yang diawasi, tahanan akan cenderung mematuhi aturan dan perilaku yang diharapkan dari mereka.
Konsep dasar Panopticon mencerminkan upaya Bentham untuk menciptakan sistem pengawasan dan kontrol yang efektif dalam berbagai konteks, mulai dari penjara hingga institusi lainnya. Namun, konsep ini juga telah menuai kontroversi dan kritik terkait dengan privasi, kebebasan individu, dan potensi penyalahgunaan kekuasaan.

2. Definisi Panopticon Menurut Jeremy Bentham
Panopticon adalah sebuah konsep desain penjara yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham pada akhir abad ke-18. Konsep ini dirancang untuk menciptakan pengawasan yang efisien dan disiplin yang maksimal terhadap para narapidana.
Menurut Jeremy Bentham, Panopticon adalah sebuah struktur penjara yang memiliki desain unik. Bangunan ini berbentuk lingkaran dengan sebuah menara pengawas di tengahnya. Di sekitar menara pengawas terdapat sel-sel narapidana yang juga berbentuk lingkaran. Sel-sel tersebut memiliki dinding yang transparan, sehingga para narapidana bisa terus-menerus diamati oleh penjaga di menara pengawas.
Panopticon diciptakan dengan tujuan agar narapidana selalu merasa diawasi dan tidak pernah tahu kapan mereka sedang diamati. Hal ini menciptakan efek psikologis yang kuat, di mana para narapidana merasa terus-menerus terancam dan merasa terbatas dalam melakukan segala aktivitas. Dalam konsep ini, narapidana secara otomatis memperbaiki perilaku mereka karena mereka selalu merasa diawasi.
Selain di lingkungan penjara, Bentham juga melihat potensi penerapan Panopticon di berbagai institusi dan struktur sosial lainnya, seperti pabrik, sekolah, rumah sakit, dan sebagainya. Konsep Panopticon secara luas melambangkan kekuasaan pengawasan yang tak terlihat dan dapat diterapkan di berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Meskipun desain fisik Panopticon sendiri tidak banyak diimplementasikan, konsep pengawasan dan disiplin yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham dalam Panopticon masih menjadi dasar penting dalam studi mengenai kekuasaan, kontrol sosial, dan privasi di masyarakat modern.

3. Rincian struktur fisik dan organisasi Panopticon
Struktur fisik dan organisasi Panopticon mengacu pada desain penjara yang diusulkan oleh Jeremy Bentham. Berikut adalah rincian tentang struktur dan organisasi Panopticon:

1. Bentuk bangunan: Panopticon dirancang dalam bentuk lingkaran atau elips, dengan sebuah menara pengawas di tengahnya. Menara ini memiliki jendela yang menghadap ke dalam seluruh area penjara.
2. Ruang penjara: Di sekitar menara pengawas, terdapat sel-sel narapidana yang juga berbentuk lingkaran. Setiap sel memiliki dua jendela. Jendela yang menghadap ke dalam area penjara memungkinkan penjaga di menara untuk melihat setiap sel, sementara jendela yang menghadap ke luar memberikan cahaya alami kepada narapidana.
3. Penempatan narapidana: Setiap narapidana ditempatkan dalam selnya sendiri. Bentham mengusulkan agar sel-sel ini terbuka dan memiliki dinding transparan, sehingga narapidana dapat terlihat oleh penjaga di menara pengawas. Narapidana tidak dapat melihat penjaga atau narapidana lain, sehingga mereka selalu merasa terawasi.
4. Penempatan penjaga: Menara pengawas berfungsi sebagai pusat pengawasan. Dari menara ini, penjaga dapat melihat seluruh area penjara melalui jendela yang menghadap ke dalam. Oleh karena itu, penjaga yang berada di menara memiliki kekuasaan penuh untuk mengamati dan mengawasi para narapidana tanpa diketahui.
5. Sistem pencahayaan: Cahaya alami sangat penting dalam desain Panopticon. Ruang sentral yang mengelilingi menara pengawas harus memiliki jendela yang cukup besar untuk memungkinkan cahaya matahari masuk ke dalam penjara. Hal ini memberikan kesan bahwa setiap sel selalu terang benderang dan memberikan pandangan terang kepada narapidana.
6. Prinsip pengawasan: Konsep utama Panopticon adalah menghasilkan efek pengawasan yang tak terlihat. Para narapidana harus selalu merasa diawasi, tetapi mereka tidak dapat memastikan apakah penjaga benar-benar sedang memperhatikan mereka atau tidak. Hal ini menciptakan perasaan terancam dan mempengaruhi perilaku narapidana.
Konsep Panopticon dalam struktur fisik dan organisasinya memiliki tujuan untuk menciptakan pengawasan yang efisien dan menghasilkan disiplin internal pada narapidana. Meskipun desain fisik Panopticon yang tepat tidak pernah diwujudkan sepenuhnya, konsep ini tetap menjadi dasar penting dalam pemikiran tentang pengawasan, kontrol sosial, dan privasi.

4. Tujuan Utama Panopticon: pengawasan dan pengendalian


Tujuan utama Panopticon adalah menciptakan pengawasan yang efektif dan pengendalian terhadap individu atau kelompok yang berada dalam lingkungan tertentu, seperti penjara, pabrik, sekolah, rumah sakit, dan sebagainya. Jeremy Bentham memandang Panopticon sebagai alat untuk mencapai kontrol sosial yang lebih besar.
Dalam Panopticon, narapidana atau individu yang berada dalam lingkungan tersebut selalu merasa diawasi, meskipun tidak dapat memastikan kapan dan oleh siapa mereka sedang diamati. Hal ini menciptakan suatu kondisi di mana individu terus-menerus merasa terancam dan menjadi sadar akan adanya konsekuensi yang mungkin timbul dari perilaku mereka.
Tujuan pengawasan dalam Panopticon adalah menciptakan perasaan yang kuat bahwa setiap tindakan dapat diamati dan dievaluasi. Dengan demikian, diharapkan individu akan mengontrol perilaku mereka sendiri dan mematuhi aturan dan norma yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Prinsip ini mengandalkan efek psikologis dan internalisasi aturan, sehingga individu memperbaiki perilaku mereka tanpa kehadiran fisik penjaga yang aktif.
Pengendalian dalam Panopticon juga dapat diterapkan melalui pemantauan dan pengumpulan data mengenai perilaku individu atau kelompok. Informasi yang terkumpul dapat digunakan untuk memprediksi, mengendalikan, atau mengarahkan perilaku yang diinginkan sesuai dengan tujuan institusi atau kekuasaan yang berada di balik struktur Panopticon tersebut.
Namun, penting untuk dicatat bahwa Panopticon juga telah dikritik karena potensinya dalam menciptakan sistem pengawasan yang otoriter dan melanggengkan ketidakadilan. Konsep ini menghadirkan pertanyaan tentang privasi, kebebasan individu, dan potensi penyalahgunaan kekuasaan.

B. Mengapa Panopticon Dibuat?


Panopticon dibuat dengan tujuan menciptakan pengawasan yang efektif dan pengendalian terhadap individu atau kelompok yang berada dalam lingkungan tertentu. Ada beberapa alasan filosofis, sosial, dan praktis di balik konsep Panopticon yang diusulkan oleh Jeremy Bentham.

1. Alasan filosofis dan sosial:
   a. Kontrol sosial: Jeremy Bentham memandang Panopticon sebagai alat untuk mencapai kontrol sosial yang lebih besar. Melalui pengawasan yang terus-menerus, individu diharapkan untuk patuh terhadap aturan dan norma yang ditetapkan oleh otoritas.
   b. Disiplin: Panopticon didasarkan pada keyakinan bahwa ancaman pengawasan yang konstan akan menciptakan disiplin internal pada individu. Mereka akan mengatur perilaku mereka sendiri karena mereka selalu merasa diawasi.
   c. Perbaikan moral: Bentham juga berpendapat bahwa Panopticon dapat berkontribusi pada perbaikan moral individu atau kelompok. Dengan pengawasan yang efektif, individu akan dipaksa untuk menghadapi konsekuensi dari tindakan mereka dan dengan demikian diharapkan untuk memperbaiki perilaku mereka.

2. Pemikiran Jeremy Bentham tentang kekuasaan dan kontrol:
   Bentham percaya bahwa kekuasaan dan kontrol merupakan bagian integral dari organisasi sosial yang efisien. Panopticon adalah manifestasi dari pemikirannya tentang pentingnya pengawasan dan pengendalian dalam mempertahankan keteraturan dan memastikan kepatuhan terhadap aturan.

3. Aspek keamanan dan efisiensi dalam pengawasan:
   a. Keamanan: Panopticon menyediakan struktur yang memungkinkan pengawas atau penjaga untuk secara efektif mengawasi sejumlah besar narapidana atau individu dengan sedikit jumlah penjaga. Konstruksi fisik Panopticon memungkinkan penjaga untuk memiliki pandangan yang menyeluruh atas seluruh area pengawasan.
   b. Efisiensi: Konsep Panopticon dirancang untuk menciptakan pengawasan yang efisien. Dengan memanfaatkan efek psikologis individu yang selalu merasa diawasi, Panopticon mengurangi kebutuhan untuk penjaga yang aktif secara fisik dan mempromosikan perilaku yang diinginkan.

4. Dampak potensial dari penggunaan Panopticon:
   a. Pengendalian dan penindasan: Penggunaan Panopticon dapat menimbulkan keprihatinan tentang pengendalian yang otoriter. Sistem pengawasan yang konstan dapat menghambat kebebasan individu dan menciptakan lingkungan yang menekan.
   b. Privasi: Konsep Panopticon memunculkan pertanyaan tentang privasi individu. Dalam desain fisiknya, Panopticon melibatkan pemantauan terus-menerus pada tingkat yang sangat detail, yang dapat melanggar privasi individu.
   c. Penyalahgunaan kekuasaan: Penggunaan Panopticon juga menimbulkan risiko penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang mengendalikan pengawasan.

C. Bagaimana Panopticon Berfungsi?

Panopticon adalah sebuah konsep yang diperkenalkan oleh filsuf Inggris Jeremy Bentham pada abad ke-18. Konsep ini merujuk pada sebuah penjara atau lembaga pengawasan yang didesain untuk menciptakan pengawasan yang efisien dan efektif terhadap para narapidana atau individu yang diawasi. Panopticon menggunakan prinsip pengawasan yang terus-menerus dengan tujuan menghasilkan pengendalian dan pemantauan yang optimal. Berikut ini adalah penjelasan mengenai bagaimana Panopticon berfungsi:

1. Peran sentral "pengintai" dalam Panopticon:
Sentral dalam konsep Panopticon adalah keberadaan "pengintai" atau penjaga yang dapat memantau para narapidana atau individu yang diawasi secara terus-menerus. Pengintai ini berada di pusat struktur pengawasan yang berbentuk melingkar atau berbentuk silinder dengan jendela-jendela menghadap ke dalam. Dengan posisi ini, pengintai dapat melihat setiap ruang individu tanpa diketahui apakah mereka sedang diamati atau tidak. Keberadaan pengintai ini menciptakan rasa ketidakpastian dan kecemasan pada orang-orang yang diawasi, karena mereka tidak tahu kapan mereka sedang diamati.

2. Mekanisme pengawasan melalui desain arsitektur:
Desain arsitektur Panopticon memainkan peran penting dalam menciptakan pengawasan yang efektif. Seluruh struktur diposisikan dengan sangat hati-hati agar memungkinkan pandangan pengintai mencakup semua area yang diawasi. Ruangan individu, seperti sel penjara, biasanya berada di sekitar dinding luar, sementara pengintai berada di pusat. Jendela-jendela yang menghadap ke dalam memungkinkan pengintai untuk mengawasi setiap sudut ruangan tanpa harus berpindah tempat.

Selain itu, pencahayaan juga memainkan peran penting dalam desain Panopticon. Pencahayaan yang cerah dan seragam memastikan bahwa setiap detail individu yang diawasi dapat terlihat dengan jelas. Hal ini menciptakan perasaan terpapar dan menghilangkan rasa privasi bagi mereka yang diawasi.

3. Pengaruh psikologis terhadap orang yang diawasi:
Pengawasan terus-menerus dalam Panopticon memiliki pengaruh psikologis yang kuat terhadap individu yang diawasi. Karena mereka tidak pernah tahu kapan mereka sedang diamati, orang yang diawasi akan merasa selalu terpantau dan terkendali. Hal ini menciptakan rasa perasaan terjaga dan disiplin yang konstan. Mereka menginternalisasi ekspektasi pengawasan dan menjaga perilaku mereka agar sesuai dengan norma-norma yang ditetapkan.

 D. Studi Kasus: Penggunaan Panopticon dalam Sistem Penjara


1. Penerapan Panopticon di sistem penjara modern:
   Meskipun desain fisik Panopticon dalam bentuk yang tepat tidak banyak diimplementasikan dalam sistem penjara modern, konsep pengawasan dan pengendalian yang dikemukakan oleh Panopticon tetap relevan. Sistem penjara modern menggunakan teknologi seperti kamera pengawas, sensor gerakan, dan sistem pemantauan elektronik untuk mencapai efek yang serupa dengan konsep Panopticon. Dalam penjara modern, pengawasan dilakukan secara terus-menerus, baik melalui pengawasan langsung oleh petugas penjara maupun melalui teknologi pengawasan.

2. Keuntungan dan kelemahan penggunaan Panopticon di penjara:
   a. Keuntungan: Penggunaan konsep Panopticon dalam penjara dapat memberikan keuntungan dalam pengawasan yang efisien, pengendalian populasi narapidana yang lebih baik, dan potensi peningkatan keamanan. Dalam sistem Panopticon, narapidana cenderung memperbaiki perilaku mereka karena mereka selalu merasa terawasi.
   b. Kelemahan: Penggunaan Panopticon juga memiliki kelemahan. Narapidana mungkin mengalami tekanan psikologis yang tinggi karena perasaan terus-menerus diawasi dan kurangnya privasi. Selain itu, penggunaan Panopticon juga memunculkan kekhawatiran tentang penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran privasi individu.

3. Dampak psikologis pada narapidana dan petugas penjara:
   a. Narapidana: Penggunaan Panopticon dapat memiliki dampak psikologis yang signifikan pada narapidana. Mereka mungkin mengalami tekanan mental, perasaan terancam, dan kehilangan privasi. Dalam beberapa kasus, ini dapat menyebabkan masalah kesehatan mental atau memperburuk kondisi yang sudah ada.
   b. Petugas penjara: Petugas penjara juga dapat terpengaruh secara psikologis oleh penggunaan Panopticon. Tugas mereka untuk mengawasi narapidana secara terus-menerus dapat menciptakan beban emosional dan stres. Mereka juga perlu mempertimbangkan etika pengawasan dan privasi narapidana.

4. Diskusi tentang etika dan privasi dalam penggunaan Panopticon di penjara:
   Penggunaan Panopticon dalam sistem penjara mengundang diskusi yang luas tentang etika dan privasi. Pengawasan yang terus-menerus dan kurangnya privasi dapat dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan privasi individu. Penyalahgunaan kekuasaan oleh petugas penjara atau penyalahgunaan data yang dikumpulkan juga merupakan masalah etis yang perlu dipertimbangkan. Dalam menyusun kebijakan pengawasan penjara, penting untuk mempertimbangkan keseimbangan antara keamanan, rehabilitasi, dan hak asasi individu.

Penerapan Panopticon dalam sistem penjara modern memerlukan evaluasi yang cermat tentang keuntungan, kelemahan, dan implikasi etisnya. Perlindungan hak asasi manusia, privasi, dan kesejahteraan narapidana tetap harus menjadi prioritas dalam menyusun sistem pengawasan yang efektif dan adil di dalam penjara.

E. Studi Kasus: Penggunaan Panopticon dalam Lingkungan Pendidikan


1. Penerapan Panopticon di lingkungan pendidikan:
Konsep Panopticon telah diterapkan dalam konteks pendidikan, terutama di sekolah, untuk menciptakan pengawasan dan pengendalian yang efektif. Contohnya adalah penggunaan kamera pengawas di koridor, ruang kelas, dan area umum sekolah. Dengan adanya kamera tersebut, guru dan staf sekolah dapat memantau aktivitas siswa secara terus-menerus.

2. Pengaruh Panopticon terhadap perilaku siswa dan guru:
Penerapan Panopticon di lingkungan pendidikan dapat memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku siswa dan guru. Siswa cenderung lebih sadar akan keberadaan pengawasan dan memperhatikan perilaku mereka sendiri. Mereka menjadi lebih disiplin dan cenderung menghindari pelanggaran aturan. Di sisi lain, guru juga dapat merasa terpantau dan bertanggung jawab terhadap tindakan mereka dalam mengelola kelas dan menjaga ketertiban.

3. Manfaat dan tantangan penggunaan Panopticon di sekolah:
Penggunaan Panopticon dalam lingkungan pendidikan memiliki manfaat dan tantangan yang perlu dipertimbangkan. Manfaatnya termasuk meningkatkan keamanan dan keamanan siswa, mengurangi pelanggaran disiplin, dan meningkatkan kualitas pengajaran dengan memberikan umpan balik kepada guru tentang interaksi di kelas. Selain itu, penggunaan kamera pengawas dapat membantu mengidentifikasi situasi darurat atau tindakan kriminal yang dapat terjadi di sekolah.

Namun, penggunaan Panopticon juga menghadapi tantangan. Beberapa orang menganggapnya sebagai invasi privasi yang berlebihan dan merasa tidak nyaman karena terus-menerus dipantau. Selain itu, kehadiran kamera pengawas juga dapat menciptakan rasa ketidakpercayaan dan konflik antara siswa dan pihak sekolah. Penggunaan Panopticon harus diimbangi dengan pendekatan yang tepat dalam mengelola dan menginterpretasi data yang diperoleh dari pengawasan tersebut.

4. Perspektif kritis terhadap penerapan Panopticon dalam konteks pendidikan:
Penerapan Panopticon dalam lingkungan pendidikan juga memiliki perspektif kritis. Beberapa orang berpendapat bahwa pengawasan yang konstan dapat menghambat perkembangan kemandirian dan kreativitas siswa. Pengawasan yang berlebihan juga dapat menyebabkan kepatuhan yang dibentuk oleh rasa takut dan tekanan, bukan oleh pengembangan nilai-nilai dan pemahaman etika.

Selain itu, kritik juga ditujukan pada potensi penyalahgunaan data yang diperoleh dari pengawasan. Informasi yang dikumpulkan dapat digunakan untuk tujuan yang tidak sesuai atau diskriminatif, seperti pemantauan yang berlebihan terhadap kelompok-kelompok tertentu atau penilaian yang tidak adil terhadap individu.

Oleh karena itu, dalam penerapan Panopticon dalam konteks pendidikan, penting untuk mempertimbangkan kebijakan yang jelas mengenai privasi,

 transparansi, dan penggunaan data yang tepat. Penggunaan Panopticon harus disertai dengan pemahaman yang baik tentang keseimbangan antara pengawasan yang efektif dan menjaga hak-hak individu serta perkembangan pribadi siswa.


III. Kesimpulan

DianaKusumaningsih
DianaKusumaningsih


A.  Ringkasan tentang apa yang telah dibahas dalam tulisan ini
Dalam tulisan ini, kami membahas tentang konsep Panopticon yang diusulkan oleh Jeremy Bentham. Kami menjelaskan struktur fisik dan organisasi Panopticon, serta tujuan utamanya dalam menciptakan pengawasan dan pengendalian. Kami juga memberikan studi kasus tentang penggunaan Panopticon dalam sistem penjara, termasuk penerapannya di penjara modern, keuntungan dan kelemahannya, dampak psikologis pada narapidana dan petugas penjara, serta diskusi tentang etika dan privasi terkait dengan penggunaan Panopticon di penjara.

B. Refleksi terhadap relevansi konsep Panopticon dalam masyarakat modern
Konsep Panopticon tetap relevan dalam masyarakat modern meskipun desain fisiknya tidak secara harfiah diterapkan. Pengawasan dan pengendalian terus menjadi bagian penting dari institusi dan organisasi di berbagai sektor, termasuk penjara, sekolah, perusahaan, dan masyarakat digital. Meskipun perkembangan teknologi telah mempengaruhi bentuk pengawasan, konsep Panopticon memberikan wawasan tentang kekuasaan, kontrol sosial, dan dampak psikologis dari pengawasan yang konstan.

C. Pertimbangan etis dan privasi terkait dengan penggunaan Panopticon
Pertimbangan etis dan privasi dalam penggunaan Panopticon sangat penting. Pengawasan yang terus-menerus dan kurangnya privasi dapat melanggar hak asasi manusia dan merusak kesejahteraan individu. Perlindungan privasi individu harus diperhatikan dengan seksama, serta upaya untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan pengumpulan data yang tidak etis. Pengembangan kebijakan dan regulasi yang memperhitungkan keseimbangan antara keamanan, rehabilitasi, dan hak asasi individu adalah krusial dalam mengimplementasikan konsep pengawasan yang efektif.

D. Pengakhiran tulisan dengan kesimpulan yang kuat
Secara keseluruhan, konsep Panopticon memberikan wawasan penting tentang pengawasan dan pengendalian dalam masyarakat modern. Meskipun terdapat kekhawatiran etis dan privasi yang perlu diatasi, pemahaman tentang dampak psikologis dan dinamika kekuasaan dalam pengawasan tetap relevan. Penting untuk terus berdiskusi dan mengevaluasi implementasi pengawasan, memastikan perlindungan hak asasi manusia, privasi, dan kesejahteraan individu tetap menjadi fokus utama. Dengan demikian, masyarakat dapat mengembangkan sistem pengawasan yang seimbang, adil, dan efektif dalam menjaga keamanan dan menghormati martabat setiap individu.

Ref;
http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/cjik/article/view/12643
http://repository.umi.ac.id/595/2/1%20jurnal.pdf
https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/03068299810193641/full/html
https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/0920203X0301700203
https://search.informit.org/doi/abs/10.3316/ielapa.856302531492764

Kejahatan Giddens Anthony

DianaKusumaningsih
DianaKusumaningsih

I. Pendahuluan

A. Gambaran umum tentang kejahatan struktural oleh Anthony Giddens
Kejahatan struktural merujuk pada jenis kejahatan yang timbul dari ketidakadilan atau kesenjangan struktural dalam masyarakat. Konsep ini dikembangkan oleh sosiolog Anthony Giddens, yang menyoroti bahwa tidak hanya individu yang bertanggung jawab atas kejahatan, tetapi juga faktor-faktor struktural seperti ketimpangan sosial, ketidakadilan ekonomi, dan ketidaksetaraan kekuasaan yang mempengaruhi terjadinya kejahatan. Giddens berpendapat bahwa masyarakat yang tidak adil dan ketimpangan sosial cenderung menciptakan lingkungan yang mendorong terjadinya kejahatan.

Kejahatan struktural menyoroti hubungan antara kejahatan dan struktur sosial. Misalnya, kemiskinan yang dipicu oleh ketidakadilan ekonomi dapat mendorong individu untuk terlibat dalam tindakan kriminal, seperti pencurian atau perdagangan narkoba. Ketidaksetaraan dalam distribusi kekuasaan politik juga dapat mempengaruhi terjadinya kejahatan, seperti korupsi oleh pejabat yang memanfaatkan posisi mereka untuk keuntungan pribadi.

B. Pengantar tentang tujuan penulisan kejahatan struktural oleh Anthony Giddens
Tujuan penulisan tentang kejahatan struktural oleh Anthony Giddens adalah untuk menggambarkan hubungan antara struktur sosial dan terjadinya kejahatan. Giddens ingin menyoroti bahwa kejahatan bukanlah hanya hasil dari tindakan individu yang jahat, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor struktural dalam masyarakat. Dia berusaha menggeser fokus dari individu sebagai penyebab tunggal kejahatan menuju pemahaman yang lebih luas tentang lingkungan sosial yang mempengaruhi perilaku kriminal.

Dalam penulisan tersebut, Giddens menjelaskan bagaimana ketimpangan sosial, ketidakadilan ekonomi, dan ketidaksetaraan kekuasaan berkontribusi pada terjadinya kejahatan. Dia menekankan pentingnya memahami faktor-faktor struktural ini dalam upaya mencegah dan mengurangi kejahatan di masyarakat. Giddens juga membahas tentang bagaimana kejahatan struktural berkaitan dengan konsep-konsep seperti teori pertukaran sosial dan teori konflik.

Melalui penulisan ini, Giddens berharap agar pembaca dapat melihat kejahatan sebagai fenomena sosial yang kompleks dan tidak terlepas dari konteks struktural. Dia ingin mendorong perubahan sosial yang lebih luas untuk mengatasi akar penyebab kejahatan struktural, seperti mengurangi ketimpangan sosial, memperbaiki ketidakadilan ekonomi, dan menghasilkan sistem politik yang lebih adil.

II. Apa Itu Kejahatan Struktural?


A. Definisi Kejahatan Struktural

Kejahatan struktural merujuk pada bentuk kejahatan yang tidak hanya melibatkan individu atau kelompok individu, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor struktural yang ada dalam masyarakat. Kejahatan struktural terkait erat dengan ketidakadilan sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi dalam sistem sosial yang lebih besar. Biasanya, kejahatan struktural melibatkan pelanggaran terhadap hukum yang secara sistematis diperkuat, dibiarkan terjadi, atau dihasilkan oleh keadaan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak adil.

B. Perbedaan antara Kejahatan Konvensional dan Kejahatan Struktural

Kejahatan konvensional adalah kejahatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok individu secara langsung terhadap individu lain atau properti. Contoh kejahatan konvensional termasuk pencurian, perampokan, atau pembunuhan. Kejahatan konvensional biasanya dianggap sebagai pelanggaran hukum yang dilakukan oleh individu yang bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri.

Di sisi lain, kejahatan struktural melibatkan pelanggaran terhadap hukum yang terkait dengan faktor-faktor struktural dalam masyarakat. Kejahatan struktural lebih kompleks dan seringkali melibatkan keseluruhan sistem atau institusi yang memungkinkan atau memperkuat kejahatan tersebut. Contoh kejahatan struktural termasuk korupsi politik, pencucian uang, atau pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan besar. Kejahatan struktural sering kali berkaitan dengan ketidakadilan sosial, ekonomi, dan politik yang menciptakan atau memperkuat kesempatan untuk melakukan kejahatan.

C. Teori Pertukaran Sosial dan Kejahatan Struktural


Teori pertukaran sosial dapat digunakan untuk menganalisis hubungan antara teori kejahatan struktural dan tindakan kriminal. Dalam konteks kejahatan struktural, teori pertukaran sosial menyoroti peran faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik yang mempengaruhi individu dalam mempertimbangkan keuntungan dan biaya dalam melakukan kejahatan.

Menurut teori pertukaran sosial, individu cenderung terlibat dalam kejahatan jika mereka menganggap manfaat yang mungkin mereka peroleh dari tindakan tersebut lebih besar daripada biaya atau risiko yang terkait. Dalam konteks kejahatan struktural, faktor-faktor struktural yang tidak adil atau ketidaksetaraan dalam masyarakat dapat menciptakan kesempatan atau dorongan bagi individu atau kelompok tertentu untuk terlibat dalam kejahatan.

Misalnya, ketidakadilan ekonomi yang menghasilkan kesenjangan pendapatan yang besar dapat mempengaruhi individu yang kurang mampu secara ekonomi untuk terlibat dalam kejahatan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi kehidupan mereka. Mereka mungkin melihat kejahatan sebagai cara untuk mendapatkan keuntungan ekonomi yang lebih besar daripada opsi yang sah atau legal.

Selain itu, ketidaksetaraan kekuasaan juga dapat memainkan peran penting dalam terjadinya kejahatan struktural. Ketidaksetaraan kekuasaan yang signifikan antara individu atau kelompok tertentu dapat memungkinkan mereka untuk melakukan kejahatan tanpa adanya konsekuensi yang sebanding. Mereka mungkin dapat memanipulasi sistem hukum atau memanfaatkan posisi mereka dalam struktur kekuasaan untuk melakukan kejahatan.

Dalam konteks teori pertukaran sosial, individu atau kelompok yang terlibat dalam kejahatan struktural didorong oleh pertimbangan manfaat dan biaya yang berbeda dengan kejahatan konvensional. Mereka mungkin melihat kesempatan atau insentif yang lebih besar dalam konteks struktural yang tidak adil atau tidak setara.

Penting untuk dicatat bahwa teori pertukaran sosial hanya satu pendekatan dalam memahami kejahatan struktural, dan terdapat berbagai faktor dan teori lain yang dapat mempengaruhi terjadinya kejahatan tersebut. Namun, teori pertukaran sosial memberikan wawasan penting tentang bagaimana faktor-faktor sosial dan struktural dapat berperan dalam mempengaruhi keputusan individu dalam melakukan kejahatan.

III. Mengapa Terjadi Kejahatan Struktural?

DianaKusumaningsih
DianaKusumaningsih


Faktor-faktor Penyebab Kejahatan Struktural

1. Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi:
Kemiskinan dan ketimpangan ekonomi merupakan faktor penting dalam terjadinya kejahatan struktural. Ketidakmampuan individu atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka dapat mendorong mereka untuk mencari cara alternatif untuk memperoleh sumber daya yang mereka perlukan. Ketimpangan ekonomi yang besar juga dapat memicu rasa ketidakpuasan dan ketidakadilan, yang dapat menyebabkan tindakan kejahatan sebagai bentuk protes atau pembebasan diri.

2. Ketidakadilan Sosial dan Ketidaksetaraan:
Ketidakadilan sosial dan ketidaksetaraan dalam sistem sosial juga berperan dalam terjadinya kejahatan struktural. Ketidakadilan dalam distribusi sumber daya, kesempatan, atau akses terhadap layanan masyarakat dapat memicu ketegangan dan frustrasi yang mendorong individu atau kelompok untuk melakukan tindakan kejahatan sebagai cara untuk mendapatkan apa yang mereka anggap sebagai hak atau keadilan yang mereka layakkan.

3. Perubahan Sosial dan Modernisasi:
Perubahan sosial dan modernisasi dapat memberikan kontribusi terhadap terjadinya kejahatan struktural. Perubahan cepat dalam struktur sosial, ekonomi, atau politik seringkali menciptakan ketidakstabilan dan ketidakpastian, yang dapat mempengaruhi tindakan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Peningkatan urbanisasi, perubahan nilai-nilai budaya, atau perubahan dalam struktur pekerjaan dapat menciptakan kesenjangan dan konflik yang dapat mendorong kejahatan struktural.

4. Konflik Struktural dan Perlawanan Sosial:
Konflik struktural dan perlawanan sosial terhadap sistem yang dianggap tidak adil atau represif juga dapat menyebabkan terjadinya kejahatan struktural. Kelompok-kelompok yang merasa ditekan, marginal, atau tidak diakui dapat menggunakan kejahatan

IV. Bagaimana Kejahatan Struktural Terjadi?


Mekanisme dan Proses Kejahatan Struktural:

1. Peran Institusi dalam Mendorong Kejahatan Struktural:
   Kejahatan struktural terjadi melalui interaksi kompleks antara individu, kelompok, dan institusi. Institusi dapat berperan dalam mendorong kejahatan struktural melalui beberapa mekanisme, antara lain:

   a. Korupsi Institusional: Institusi yang korup cenderung melibatkan diri dalam penyalahgunaan kekuasaan dan sumber daya untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Korupsi ini dapat merugikan masyarakat secara luas dan menciptakan lingkungan yang memfasilitasi kejahatan struktural.

   b. Kebijakan dan Praktik Diskriminatif: Institusi dapat menerapkan kebijakan atau praktik yang secara langsung atau tidak langsung mendiskriminasi kelompok tertentu, seperti ras, etnis, agama, atau kelas sosial tertentu. Diskriminasi ini dapat memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, menciptakan ketegangan, dan memicu kejahatan struktural.

   c. Penyalahgunaan Kekuasaan: Institusi yang memiliki kekuasaan yang besar, seperti aparat penegak hukum, militer, atau perusahaan multinasional, dapat menyalahgunakan kekuasaan mereka untuk melanggar hak asasi manusia, melakukan eksploitasi, atau menguntungkan diri sendiri dengan merugikan orang lain.

2. Interaksi Antara Struktur dan Individu dalam Terjadinya Kejahatan:
   Kejahatan struktural melibatkan interaksi kompleks antara struktur sosial dan individu. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejahatan struktural melalui interaksi ini adalah:

   a. Ketidaksetaraan Sosial dan Ekonomi: Ketimpangan sosial dan ekonomi yang signifikan dapat menciptakan kondisi yang memicu kejahatan struktural. Ketidakadilan dalam distribusi sumber daya, kesenjangan pendapatan, dan kurangnya akses ke layanan dasar dapat mendorong individu atau kelompok tertentu untuk terlibat dalam kejahatan struktural sebagai upaya untuk memperoleh keuntungan atau memperbaiki situasi mereka.

   b. Norma Sosial dan Budaya: Norma sosial dan budaya yang mendukung atau membenarkan kekerasan, diskriminasi, atau eksploitasi juga dapat mempengaruhi terjadinya kejahatan struktural. Jika norma-norma ini diterima secara luas dalam suatu masyarakat, individu cenderung lebih mungkin terlibat dalam tindakan yang melanggar hukum atau menguntungkan diri mereka sendiri tanpa memperhatikan dampak negatifnya pada orang lain.

   c. Proses Sosialisasi: Proses sosialisasi melibatkan pembentukan sikap, nilai, dan perilaku individu melalui interaksi dengan lingkungan sosial mereka. Jika individu terpapar dengan lingkungan yang menciptakan norma-norma yang mendukung kejahatan struktural atau membenarkan t

indakan melawan hukum, mereka cenderung lebih rentan terlibat dalam kejahatan tersebut.

3. Dinamika Kejahatan Struktural dalam Konteks Globalisasi:
   Globalisasi telah mempengaruhi dinamika kejahatan struktural dengan beberapa cara, seperti:

   a. Peningkatan Eksploitasi: Globalisasi telah memperluas ruang lingkup ekonomi global, menciptakan peluang baru untuk eksploitasi manusia dan sumber daya alam. Misalnya, perusahaan multinasional dapat memanfaatkan perbedaan dalam regulasi dan perlindungan hak tenaga kerja antar negara untuk memaksimalkan keuntungan mereka dengan cara yang merugikan pekerja.

   b. Kejahatan Keuangan dan Korupsi Transnasional: Globalisasi juga telah memfasilitasi kejahatan keuangan dan korupsi transnasional. Perdagangan internasional yang semakin terhubung dan kompleks menciptakan celah yang dapat dimanfaatkan oleh individu atau kelompok untuk melakukan tindakan ilegal, seperti pencucian uang, penggelapan pajak, atau korupsi lintas batas.

   c. Pertumbuhan Organisasi Kriminal Transnasional: Globalisasi telah memungkinkan organisasi kriminal untuk memperluas jaringan mereka di berbagai negara. Mereka dapat mengambil keuntungan dari perbedaan dalam hukum, kurangnya kerjasama antar negara dalam penegakan hukum, dan mobilitas yang lebih tinggi untuk menjalankan kegiatan ilegal mereka, termasuk perdagangan narkoba, perdagangan manusia, atau kejahatan cyber.

Penting untuk dicatat bahwa kejahatan struktural melibatkan faktor-faktor kompleks dan tidak dapat disederhanakan menjadi satu mekanisme tunggal. Peran institusi, interaksi antara struktur dan individu, serta dinamika dalam konteks globalisasi semuanya saling terkait dan saling mempengaruhi terjadinya kejahatan struktural.

V. Studi Kasus dan Contoh Kejahatan Struktural


A. Kejahatan Lingkungan dan Kejahatan Perusahaan

1. Pencemaran Lingkungan oleh Industri:
Contoh kejahatan struktural dalam konteks lingkungan adalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh praktik industri. Industri yang tidak mematuhi peraturan lingkungan atau tidak memperhatikan dampak negatif yang dihasilkan dari kegiatan mereka dapat mencemari udara, air, atau tanah, yang berdampak buruk pada ekosistem dan kesehatan manusia.

2. Kerusakan Ekosistem oleh Praktik Perusahaan:
Praktik perusahaan seperti deforestasi ilegal, pembalakan liar, atau penangkapan ikan berlebihan dapat menyebabkan kerusakan ekosistem yang luas. Ini termasuk kegiatan ilegal yang merusak hutan hujan, mengancam keanekaragaman hayati, atau menguras sumber daya alam secara tidak bertanggung jawab.

B. Kejahatan Ekonomi dan Keuangan

1. Penipuan Keuangan dalam Skala Besar:
Contoh kejahatan struktural dalam bidang ekonomi dan keuangan adalah penipuan keuangan dalam skala besar yang dilakukan oleh perusahaan atau individu dengan tujuan memperoleh keuntungan yang tidak sah. Ini mungkin melibatkan praktik seperti manipulasi pasar, insider trading, atau skema Ponzi yang merugikan investor dan masyarakat secara keseluruhan.

2. Pencucian Uang dan Kejahatan Keuangan Internasional:
Kejahatan struktural juga dapat terkait dengan pencucian uang dan kejahatan keuangan internasional. Ini melibatkan penggunaan sistem keuangan global untuk menyembunyikan asal-usul dana yang diperoleh secara ilegal, termasuk hasil kejahatan seperti perdagangan narkoba, korupsi, atau pendanaan terorisme.

C. Kejahatan Korporasi dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

1. Penyalahgunaan Lingkungan oleh Perusahaan:
Kejahatan struktural dalam konteks korporasi mencakup penyalahgunaan lingkungan oleh perusahaan. Hal ini dapat termasuk pembuangan limbah berbahaya tanpa pengolahan yang memadai, penggundulan hutan secara ilegal, atau penggunaan bahan kimia berbahaya yang berdampak negatif pada manusia dan lingkungan.

2. Pelanggaran Hak Asuh Tenaga Kerja oleh Korporasi:
Perusahaan yang melanggar hak asuh tenaga kerja, seperti tidak memberikan upah yang adil, mengabaikan kondisi kerja yang aman, atau melibatkan tenaga kerja paksa, merupakan contoh kejahatan struktural dalam bidang korporasi. Praktik ini melibatkan eksploitasi tenaga kerja dan pelanggaran hak asasi manusia.

D. Kejahatan Organisasi dan Kejahatan Politik

1. Korupsi dalam Pemerintahan dan Birokrasi:
Kejahatan struktural dalam bidang politik termasuk korupsi dalam pemerintahan dan birokrasi. Korupsi melibatkan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat pemerintah untuk mem

peroleh keuntungan pribadi atau kelompok, mengabaikan kepentingan publik, dan merugikan masyarakat secara luas.

2. Kejahatan Politik dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia:
Kejahatan politik meliputi tindakan represif oleh negara atau kelompok politik yang melanggar hak asasi manusia. Ini mungkin termasuk penyiksaan, penghilangan paksa, genosida, atau penindasan terhadap oposisi politik, yang melibatkan penggunaan kekuatan oleh negara atau kelompok untuk mencapai tujuan politik mereka.

VI. Dampak dan Implikasi Kejahatan Struktural


A. Dampak pada Masyarakat dan Individu

1. Ketidakadilan Sosial dan Peningkatan Ketimpangan:
Kejahatan struktural dapat mengakibatkan ketidakadilan sosial dan peningkatan ketimpangan dalam masyarakat. Ketidaksetaraan dalam distribusi sumber daya, kesempatan, dan akses terhadap layanan masyarakat dapat memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi. Hal ini dapat menghasilkan ketidakpuasan, ketegangan sosial, dan konflik antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

2. Penurunan Kepercayaan pada Institusi dan Sistem Sosial:
Kejahatan struktural juga dapat menyebabkan penurunan kepercayaan masyarakat pada institusi dan sistem sosial. Ketika individu dan masyarakat menyaksikan adanya ketidakadilan, ketimpangan, dan penyalahgunaan kekuasaan oleh institusi atau pemangku kepentingan yang bertanggung jawab, kepercayaan terhadap otoritas dan sistem tersebut dapat terkikis. Hal ini dapat berdampak negatif pada stabilitas sosial dan keberlanjutan sistem sosial yang ada.

B. Implikasi bagi Kebijakan dan Tindakan Pencegahan

1. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat tentang Kejahatan Struktural:
Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang kejahatan struktural penting dalam mengatasi masalah ini. Pendidikan yang melibatkan informasi tentang akar penyebab kejahatan struktural, konsekuensi negatifnya, dan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegahnya dapat membantu masyarakat mengenali dan mengatasi kejahatan struktural. Kesadaran masyarakat juga dapat memperkuat tekanan pada institusi dan pemerintah untuk bertindak.

2. Reformasi Sosial dan Ekonomi untuk Mengurangi Ketimpangan:
Implikasi kebijakan untuk mengatasi kejahatan struktural adalah melalui reformasi sosial dan ekonomi yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan dalam masyarakat. Upaya ini termasuk pengimplementasian kebijakan yang memperbaiki distribusi sumber daya, mengurangi kesenjangan ekonomi, dan memastikan akses yang adil terhadap kesempatan dan layanan masyarakat. Reformasi ini dapat mencakup perubahan dalam sistem pajak, kebijakan pekerjaan, kesejahteraan sosial, dan kebijakan lingkungan.

C. Tanggung Jawab Sosial dan Etika dalam Mengatasi Kejahatan Struktural

1. Peran Pemerintah dan Institusi dalam Mencegah Kejahatan Struktural:
Pemerintah dan institusi memiliki tanggung jawab untuk mencegah kejahatan struktural melalui penerapan kebijakan yang adil dan efektif, penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran, dan perlindungan hak-hak masyarakat. Mereka juga harus melibatkan diri dalam penanganan kasus kejahatan struktural, menyediakan mekanisme pengaduan yang efektif, dan memastikan akuntabilitas pihak-pihak yang bertanggung jawab.

2. Partisipasi Masyarakat dalam Mendorong Perubahan Sosial:
Partisipasi masyarakat juga penting dalam mengatasi kejahatan struktural. Masyarakat dapat mengorganisir diri, berpartisipasi dalam gerakan sosial, dan melakukan advokasi untuk perubahan sosial yang lebih adil dan berkelanjutan. Masyarakat dapat bekerja sama dengan organisasi non-pemerintah, kelompok advokasi, dan lembaga swadaya masyarakat untuk mengidentifikasi dan mengekspos kejahatan struktural, serta memperjuangkan solusi yang berkelanjutan.

Dalam mengatasi kejahatan struktural, kolaborasi antara pemerintah, institusi, dan masyarakat sangat penting. Hanya dengan upaya bersama yang komprehensif dan berkelanjutan, kejahatan struktural dapat diperangi dan masyarakat yang lebih adil dapat dibangun.

VII. Kesimpulan

DianaKusumaningsih
DianaKusumaningsih


A. Ringkasan tentang apa yang telah dibahas dalam tulisan ini:
Dalam tulisan ini, kita membahas konsep kejahatan struktural. Pertama, kita mendefinisikan kejahatan struktural sebagai kejahatan yang disebabkan oleh ketidakadilan sosial, ketimpangan ekonomi, dan ketidaksetaraan kekuasaan dalam struktur sosial. Perbedaan antara kejahatan konvensional dan kejahatan struktural juga dibahas. Kemudian, kita menjelaskan teori pertukaran sosial dan hubungannya dengan kejahatan struktural. Selanjutnya, kita mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kejahatan struktural, seperti kemiskinan, ketidakadilan sosial, perubahan sosial, dan konflik struktural. Studi kasus dan contoh kejahatan struktural diberikan dalam bentuk kejahatan lingkungan, kejahatan ekonomi dan keuangan, kejahatan korporasi, serta kejahatan organisasi dan politik.

B. Refleksi terhadap relevansi konsep Kejahatan Struktural dalam masyarakat modern:
Konsep kejahatan struktural tetap relevan dalam masyarakat modern. Ketidakadilan sosial, ketimpangan ekonomi, dan ketidaksetaraan kekuasaan masih merupakan masalah yang signifikan di banyak negara. Kejahatan struktural memberikan pemahaman yang penting tentang akar penyebab kejahatan, serta menggarisbawahi pentingnya melibatkan faktor struktural dalam pemahaman dan penanganan kejahatan. Memahami kejahatan struktural memungkinkan masyarakat modern untuk mengidentifikasi area-area di mana ketidakadilan dan ketimpangan terjadi, dan mengambil tindakan pencegahan yang lebih efektif.

C. Tantangan dan Peluang dalam Mengatasi Kejahatan Struktural:
Tantangan dalam mengatasi kejahatan struktural termasuk kompleksitas dan kedalaman akar penyebabnya. Faktor-faktor struktural yang melibatkan masalah sosial, ekonomi, dan politik seringkali sulit untuk diubah. Selain itu, kepentingan dan kekuasaan yang terlibat dalam kejahatan struktural dapat menciptakan resistensi terhadap perubahan. Namun, ada peluang untuk mengatasi kejahatan struktural dengan adanya kesadaran dan pendidikan masyarakat tentang konsep ini. Reformasi sosial dan ekonomi yang berkelanjutan, peran pemerintah yang kuat, partisipasi masyarakat, dan tanggung jawab sosial yang lebih besar dapat menjadi langkah-langkah yang efektif dalam menghadapi tantangan ini.

D. Kesimpulan yang kuat:
Dalam kesimpulan, dapat disimpulkan bahwa kejahatan struktural merupakan fenomena yang penting dan relevan dalam masyarakat modern. Faktor-faktor struktural seperti ketidakadilan sosial, ketimpangan ekonomi, dan ketidaksetaraan kekuasaan berperan dalam mendorong terjadinya kejahatan. Kejahatan struktural memiliki dampak yang merugikan pada masyarakat dan individu, seperti peningkatan ketimpangan dan penurunan kepercayaan pada institusi. Namun, melalui pendidikan, kesadaran masyarakat, reformasi sosial dan ekonomi, serta partisipasi aktif, kita dapat mengatasi kejahatan struktural dan membangun masyarakat yang lebih adil.

Ref;
https://journal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/12583
https://www.researchgate.net/profile/Zainal-Achmad/publication/353754902_Anthony_Giddens_Antara_Teori_Strukturasi_dan_Ideologi_Jalan_Ketiga/links/610ea726169a1a0103e9badd/Anthony-Giddens-Antara-Teori-Strukturasi-dan-Ideologi-Jalan-Ketiga.pdf
https://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/1082
https://jurnal.iainponorogo.ac.id/index.php/ijougs/article/view/3694
http://repository.upnjatim.ac.id/id/eprint/13077

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun