”Haikal.” Bang Haikal menyorongkan tangannya. Burhan ragu-ragu (gemetaran) menerima uluran tangan itu. aku masih cekikikan.
”Bur.. han”. Sahut Burhan dengan nada nelangsa.
”Makasih sudah jagain istriku yaa.. sekarang kami pamit dulu. Mau ke Dieng. Mau ikut?” kata Haikal sebelum berpisah. Kusenggol perutnya gemas. Dia tergelak.
”Duluan, Burhan. Jangan lupa kau bilang sama kakak kau, minta carikan. Jangan cari yang shalihahnya setengah-setengah. Khawatir pula aku kau dapatnya wanita yang setenga-setengah. Runyam sudah dunia! Aku pamit! Daaaaaagh! Assalamu ’alaykum..”
Kami melenggang pergi. Tubuh hilang tertelan badan mobil. Burhan melorot ke tanah. Lantas menangis tak kalah melas seperti tadi habis digebuki takmir masjid.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H