Hapeku berdering.
”Assalamu ’alaykum..”
”Iya, bentar lagi nyampek kok. Satu belokan lagi. Tunggu yaaa..” jawabku melembut. Burhan masih setia mendorong sepedanya.
”Sudahlah. Minta saja sama kakak kau itu. Pasti mau dia. Ato kalau kau tak berani, biar aku saja yang sampaikan.”
”Tapi Maa, aku maunya sama kamu. Nggak ngerti juga kamu???!” katanya gemas. Dijambakinya rambut sendiri. Aku cekikikan menahan tawa.
Dari kejauhan kulihat sesosok lelaki di yang duduk di tak jauh dari tempatku berdiri sekarang. Dia melihatku dan tersenyum. Aku melambaikan tanganku ke arahnya sambil melempar senyum termanis. Burhan benggong melihat adegan macam ini.
”Siapa dia, Maa? Kok aku baru lihat?” tanyanya dengan nada tak suka. Aku masih diam sambil menggenggam senyum.
”Maa.. jahat nian kau padaku. Maa..!”
”Assalamu ’alaykum..” sapanya kepadaku. Beringsut mendekat lalu meraih tumpukan buku dipelukanku. Burhan bengong tak tanggung-tanggung. Mulutnya menganga tak karuan lebarnya.
”Wa ’alaykumussalam..” jawabku sambil tersenyum manis. Kuraih tangan kanannya lalu kukecup takzim. Burhan makin kacau.
”Burhan, kenalin. Ini suamiku. Bang Haikal.”