”Aku memaksa kau buat carikan aku bini. Kenapa menolak? Aku suka padaku?”
”Eeeits! Kata siapa aku suka sama kamu? Ngarang! Aku hanya tak ingin kau memilih yang salah, teman. Tahu benar aku macam apa perangaimu. Tak tega aku memilihkan yang cuman bermodal cantik dan seksi saja. Tak mengerti juga kau?!”
”Baaah.. kau mengelak saja dari tadi. muter-muter kayak komedi putar. Capek aku ngikutinnya!”
”Siapa suruh yang ikutan muter-muter? Aku dari tadi juga tak muter-muter. Lebay kau nih!”
”Kau tak paham juga, ya?”
“Paham apa? Yang kupahami, kau ini mulai kembali ke masa primitif! Ti-tik!”
“Maa, aku tuh suka sama kau sejak lama. Tak sadar juga kau?”
”Siapa suruh kau suka sama aku, hah?” kataku sewot. Kupercepat jalanku. Mulai ngaco dia, batinku gemuruh.
”Maa.. ayolah. Berhenti sebentar. Aku mau ngomong serius dengan kau. Maa!” teriaknya tak sabaran.
”Aku ndak ada waktu buat ngladenin rancauanmu yang nggak mutu tuh! aku pulang duluan! Assalamu ’alaykum..”
”Wa ’alaykumussalam.. tapi Maa, aku belum selesai ngomong sama kau. Tak bisa kau gantung aku macam nih!” katanya masih mencoba menjajariku. Kuacuhkan keberadaannya sambil memencet-mencet hape.