Mohon tunggu...
Dhimas Soesastro
Dhimas Soesastro Mohon Tunggu... -

Dhimas Soesastro; ini bukan nama sebenarnya, tetapi hanyalah sebuah Nama Pena untuk menulis sastra. Nama pena ini kupilih untuk menyatukan aku,ayah dan kakek.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Koin Terakhir Untuk Ayah

17 April 2012   07:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:31 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Salwa! Salwa!! anak saya, bagaimana dengan anak saya??!! Ini negara hukum tidak berarti mengabaikan kemanusiaankan!!?? Dia masih kecil!! Dia tidak berdosa!! Bagaimana dengan anak saya?? Siapa yang akan bertanggung jawab jika nanti dia hilang…???!!!!!!” Syahid meronta-ronta, tangannya sudah tidak lagi mempu bergerak leluasa karena kedua lelaki kekar itu telah memitingnya.

“.. putri Anda sudah ada yang urus..!!! anak buah saya akan mengantarnya pulang sekalian memberikan surat perintah penagkapan anda untuk keluarga!”

“… ayaah… ayah…ayahh… jangan ambil ayah Salwa.... mau dibawa kemana ayah saya… ayaahh… ayah… ayah…….. ayaaaaaaahhhh, ayyyaaaaaaaahhhhh…….”

Suara tangisan Salwa terdengar terus melirih. Raungan sirine mobil polisi seakan telah menelannya. Di dalam mobil, tangan Syahid masih menggenggam erat koin terakhir yang diberikan Salwa. Ia masih dapat merasakan hangatnya bekas genggaman tangan Salwa pada koin itu. Diam-diam Syahid memasukkan koin itu ke dalam saku kemeja putih berkera sanghai itu sesaat sebelum polisi memborgol kedua tangannya, dan membawa Syahid dalam ruang interogasi yang menyeramkan.

Dalam ruang interogasi yang pengap penuh asap rokok yang bergulung-gulung, pertanyaan demi pertanyaan dari petugas begitu rupa menghujani Syahid. Tetapi semua dijawabnya dengan tenang dan penuh kepasrahan. Tidak tampak sama sekali ekspresi gugup ataupun takut. Dan tanpa terasa, sembilan jam sudah ia menjawab seratusan pertanyaan.

“silakan tandatangani BAP ini!, kami diburu target waktu! minggu depan Jaksa harus sudah segera mengajukan tuntuan terhadap Anda di Pengadilan!” Penyidik setengah memaksa dan seolah tidak memberikan kesempatan kepada Syahid untuk membaca satu persatu isi BAP yang harus ditandatanganinya itu.

“sebelum menandatanganinya, bolehkah saya membacanya?” Syahid meminta haknya.

“Sebaiknya Anda jangan mempersulit diri! Sejauh ini Anda kami nilai sudah sangat koperatif. Anda tidak perlu membaca terlalu detil! Cepat saja bacanya! Kami tidak punya cukup waktu!! Jika ada yang tidak sesuai, Anda bisa menolak dan mencabut BAP di persidangan nanti!

“baiklah.. baiklah… !! Syahid membaca cepat, dan segera membubuhkan tandatangannya.

Seketika ruangan hening. Para penyidik segera membawa Syahid dalam ruang tahanan pengap dibelakang gedung oval itu. Menanti pelimpahan kasusnya kepada Jaksa untuk diperiksa dalam sidang Pengadilan. Hari-hari dalam ruang tahanan ini bagi Syahid begitu hening, ia masih duduk diam dan termangu ketika menyadari telah mendekam lebih tiga minggu disitu.

Sepertinya baru kemarin bercengkrama dengan Salwa di arena permainan itu, tanpa terasa hari ini sudah memasuki masa persidangan terakhir yang sangat menentukan. Pembacaan putusan! Selama ini tiada satupun sanak keluarga, sahabat dan handai taulan membesuknya. Syahid memang memilih untuk tidak mau dijenguk oleh siapapun selama dalam tahanan. Ia juga memilih untuk menghadapi sendiri tuntutan Jaksa di Pengadilan, tanpa seorang pembela, sekalipun Polisi sudah menawarkan jasa pendampingan secara gratis dari seorang Advokat terkenal. Karena, bukan main-main, ancaman hukuman untuknya adalah Hukuman Mati! Tetapi bagi Syahid, pembelanya hanyalah Allah! Ya! Ia sangat yakin Allah akan membela dan menyelamatkannya dari ancaman hukuman mati itu. Dan hari inilah sidang penentuannya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun