Apabila kuliah pagi tidak ada, dia terbiasa mengerjakan ibadah di waktu pagi hari, waktu yang sering dikenal sebagai waktu Du’ha. Pemuda ini bernama Bara.
Bara. Berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya adalah juru atur irigasi di desa. Ibunya, pedagang nasi bungkus di pasar desa. Bara adalah anak ke-2, memiliki seorang kakak dan 2 orang adik. Kakaknya, seorang wanita, telah menikah. Sementara, kedua orang adiknya masih duduk di sekolah menengah pertama dan dasar.
Sejak kecil Bara bercita-cita menjadi seorang insinyur atau sarjana teknik. Dia belajar keras untuk mencapainya. Saat ini menjadi mahasiswa semester 7 di Fakultas Teknik Universitas Harapan Bangsa, Universitas Negeri terkemuka di Ibu Kota yang terkenal dengan sebutan Yellow Jacket-nya. Secara akademik nilainya lumayan, Tiga Koma lebih, meski belum masuk kategori Cum Laude. Dan Bara, merupakan ketua Senat Mahasiswa Fakultas Teknik.
Pemuda santun ini bersahabat dengan tokoh kita ..... !
-
Badai, seorang mahasiswa semester 7 Fakultas Sastra, universitas yang sama dengan Bara. Berdiri menatapi pecahan kaca cermin yang disisipkan disela papan kayu kamar sederhananya.
Waktu masih menunjuk pukul 7.30 pagi. Kuliah hari ini dimulai pukul 10, itu pun jika kampus tidak ditutup lagi oleh Demonstrasi Mahasiswa-nya. Masih cukup banyak waktu tersedia, karena kampus hanya beberapa ratus meter dari kamar. Tetapi, hari itu bukan kuliah tujuannya. Selain baru saja selesai Ujian Akhir Semester, sebagai seorang aktivis mahasiswa, Badai yang menjabat Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) telah berencana untuk melanjutkan aksi untuk menyuarakan kesulitan rakyat negeri ini.
-
Badai berasal dari sebuah keluarga yang berlatar belakang tidak jauh berbeda dengan Bara. Ayahnya adalah petani yang cukup beruntung karena mengelola sawahnya sendiri. Ibunya adalah seorang guru kontrak di Sekolah Dasar didesanya. Dia adalah anak tunggal. Kedua orang tuanya, selalu berusaha memanjakannya sejak dini dengan kadar yang sesuai dengan kemampuan mereka. Hal ini yang membuat Badai memiliki karakter yang keras, selalu berusaha mendapatkan setiap keinginan.
Sebagai anak tunggal, dia diharapkan akan mengangkat martabat keluarga kelak. Demi cita-cita itu, orang tuanya mengirim Badai ke ibukota untuk memperoleh ilmu yang terbaik dari negeri ini. Kehidupan mahasiswa membuat Badai tumbuh menjadi seorang orator ulung seiring dengan tapak dirinya sejak awal hingga menjadi ketua BEM Kampus.
Seorang orator ulung, berwatak keras, tegas dan berwibawa. Itulah yang membuat dirinya sekarang menjadi pemimpin aksi mahasiswa di kampus kebanggaan negeri ini.