Mohon tunggu...
J Wicaksono
J Wicaksono Mohon Tunggu... Lainnya - Praktisi Kesehatan ingin belajar menulis

Saya suka menulis dan membaca berbagai artikel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Bara dan Badai, Kenangan Mei 1998 (Bagian 1)

8 Maret 2024   09:44 Diperbarui: 8 Maret 2024   10:07 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Hoi Minggir!”

“Tuin .. Tuin !”

“Bang, ada kacang panjang!”

 “Tong! jaman gua jadi pejuang, kagak ada yang model ente, jam segini masih molor!”

-

Pagi cerah di bantaran Kali Ciliwung. Suasana hiruk menjadi pertanda bahwa hari baru di awal pekan telah dimulai. Kaum pekerja dan pelajar telah sejak subuh berangkat (Alasannya si, kalau berangkat siang sedikit pasti kena macet yang ujung-ujungnya terlambat sampai tujuan), para ibu yang kebetulan memilih untuk bekerja dirumah memulai hari dengan aktifitas rutin, mencuci, membersihkan rumah, mengantar anak ke sekolah, belanja, masak dan lainnya.

Berada di tengah belantara Ibu Kota Negara, kawasan itu dikenal sebagai salah satu kawasan terpadat di dunia. Rumah-rumah mungil secara ukuran. Yang terluas yang ada, ukurannya hanya sekitar 6 x 12 meter persegi. Rumah dengan ukuran seperti ini, biasanya memiliki ruangan yang lengkap terdiri dari 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga/ruang makan, 3 buah kamar tidur, dapur serta kamar mandi dengan penghuni antara 6 sampai 10 anggota keluarga.

Rumah yang dominan di kawasan itu adalah “Rumah Petak”. Rumah-rumah berukuran rata-rata 3 x 6 meter dan disewakan oleh pemiliknya untuk mereka yang membutuhkan tempat berteduh yang terjangkau kocek (kantong). Rumah petak biasanya memiliki sebuah ruang tamu, sebuah kamar dan sisanya dapur plus kamar mandi.

Kebanyakan penghuni lawas kawasan ini bekerja di sektor informal. Disebut lawas, karena apabila disebut penduduk asli, azasinya rata-rata mereka bukan Suku Betawi sebagai pewaris Ibu Kota, namun mereka para penduduk lawas, sudah berpuluh tahun tinggal disana dan beranak pianak, meski latar belakang sukunya berbeda.

Secara umum, penghuni lawas ini adalah golongan menengah ke bawah. Orang seperti mereka, rata-rata mengandalkan otot sebagai modal utama untuk bekerja. Mulai dari pedagang kaki lima, tukang batu, kuli panggul, dan segala macam pekerjaan informal lainnya.

Duduk santai di kursi-kursi empuk dalam ruangan sejuk adalah mimpi bagi mereka. Bagi kelompok ini, Senin, Selasa, hingga Minggu tiada beda. Hari adalah pagi, tanda mulai bekerja, panas terik saat bekerja dan pulang begitu mega mulai berarak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun