Mohon tunggu...
Dewi NurFadilah
Dewi NurFadilah Mohon Tunggu... Lainnya - Dewii

Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Skenario Sang Maha Cinta

18 Februari 2021   21:50 Diperbarui: 19 Februari 2021   13:40 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu aku terbangun dengan mata setengah terbuka, melihat ibu sedang membuka kain penutup lubang angin dan tersenyum memintaku membersihkan diri.

"Mandi neng." Ucap ibu sembari melihatku.

Terdengar hewan terbang berkicau tak henti-henti seperti memberi tanda hari ini akan baik. Matahari menyorot kuat lorong kamarku, membuat hati semakin bersemangat untuk memulai hari.   

Hariku kuawali degan membuka sebuah buku yang kupakai sedari kecil, sebuah buku yang menyimpan keluh, kesah, dan bahagiaku selama ini. Setiap peristiwa yang kulewati baik atau pun buruk kusimpan ceritanya dengan baik di dalam buku sejarahku. Di sana tersimpan dengan rapi perjalanan hidupku selama ini. Aku sangat amat suka pada buku itu, tak rela rasanya bila orang lain membacanya, seperti tak ingin sudut pandangku terbaca oleh orang lain.

Aku Rara Ardila Wijayanti seorang anak yang keras kepala, sering membangkang, tak pandai berkata pada orang, dingin dan sering terkesan tak peduli dengan lingkungannya. Aku hidup bersama orang yang tak kenal lelah, mereka hebat mereka baik tak ada dua. Meskipun aku bukan anak darahnya, namun mereka memperlakukanku bak anak seutuhnya tidak mendiskriminasi ataupun melihatku sebagai anak orang lain. Ya, betul saya adalah anak angkat dari ayah dan ibuku saat ini. Orang tua kandungku membuangku kepada pasangan suami istri ini. Tak tahu apa yang dipikirkan orang tua kandungku, apa yang terlintas di pikirannya dengan mudahnya mereka membuangku. Tapi bagiku itu bukan masalah, malah saya sangat bersyukur dipertemukan dengan dua malaikat yang tak bersayap ini. Mereka tak mudah lelah merawatku sedari bayi, membiayai kebutuhan hidupku, memperjuangkan hidupku dan mencintaiku tanpa henti-hentinya.

Saat lahir aku diberi nama oleh ayahku Rara, Ayah bilang arti namanya adalah berbuat baik. Ayahku ingin aku terus melakukan hal-hal baik kepada khalayak ramai dan berguna untuk masyarakat. Untuk nama tengahnya Ardila, dahulu kala saat Ayah bujang ia sangat mengiodolakan Nike Ardila katanya ia cantik dan baik, jadi ayah ingin aku tumbuh menjadi perempuan yang cantik juga baik. Ayah juga menyisipkan nama kekasih hidupnya di bagian nama terakhirku ialah Wijayanti, nama itu diambil dari nama panjang ibuku. Romantis bukan, meskipun ayah cenderung cuek pada kekasihnya tapi sebenarnya dia sangat cinta kalo kata anak sekarang sih dia masuk golongan bucin budak cinta.

Ayahku lahir di kota berciri khas sate marangginya yaitu Purwakarta Jawa Barat, dia berdarah sunda. Dia terlahir dari rahim sang ibu yang saat ini beliau sedang beristirahat di surga. Nenekku meninggal dunia saat aku berumur 12 tahun. Saat itu keadaannya nenek sudah sakit parah dan cukup lama sakitnya. Pada hari itu nenek tidak terlihat seperti akan pergi meninggalkan kami, jadi kami masih bersenang ria dengannya berbagi cerita dan tawa. Namun mendadak saja dia pergi tanpa sepengetahuan kami. Hari itu aku sangat terpukul hatinya tak kuasa melihat nenek terbujur kaku tertutup kain putih dan dikelilingi orang banyak yang melantunkan surat yasin. Apalagi melihat Ayah yang murung dan tersandar di bahu Bapaknya membuat hatiku semakin lemah dan sakit rasanya, rasanya tak terbayang bila aku diposisi Ayah, kehilangan cinta pertamanya dan orang yang sangat-sangat ia cintai. 

Ayahku menjadi seorang anak piatu namun tetap saja dia tidak kehilangan seluruh cintanya, masih ada Aku, Ibu dan bapaknya yang senantiasa mengulurkan tangannya untuk membantu Ayah bangkit dari keterpurukan. Namun kami saling menguatkan.

Ibuku lahir di kota yang terkenal tauconya. Ya, ibuku lahir di Cianjur, ia besar di sana. Ia memiliki banyak saudara, nenekku melahirkan anak sebanyak 6 orang. Ibuku adalah anak pertamanya tentu saja hidup ibuku lebih berat dari anak-anak yang lainnya, ia harus bertanggung jawab di atas kehidupan adik-adiknya. Dia harus membantu ibunya sekaligus mengurus adik-adiknya, terlebih dahulu ekonominya yang sangat mengkhawatirkan membuat hidupnya semakin sulit. Ibuku menjadi harapan satu satunya keluarga, ia selalu menceritakan masa kecilnya, masa-masa perjuangannya. Ibuku dahulu sering berdagang berkeliling menelusuri kampung-kampung kecil, keringat mengucur ditubuhnya dan membanjiri bajunya, berteriak menawarkan dagangannya namun tak banyak orang yang membelinya. Tetapi ibuku tidak putus asa dia melanjutkan perjalanannya. Saat itu anak-anak seusianya sedang sibuk bermain namun tidak lain tidak bukan ibuku hanya bisa berjualan dan berusaha memberi kehidupan yang layak kepada adik-adiknya di rumah. Saat umur 18 tahun ibuku dilamar oleh ayahku dan juga orang tuanya yang meminta untuk segera menikah katanya agar hadir seseorang yang sudi menafkahinya. Akhirnya mereka menikah dan memutuskan untuk merantau ke Bandung.

Mereka menikah dan mengharapkan kehadiran si buah hati, tetapi ayah dan ibu tidak kunjung jua diberi kesempatan. Mereka saling berjuang agar mendapatkan momongan tetapi mungkin bukan rezekinya. Kalimat-kalimat terucap dari mulut warga kampungnya yang menyinggungnya membuat hati ibuku semakin hancur. Selain itu nenekku yang mengharapkan kehadiran seorang cucu membuat perasaan ibuku tak karuan. Mereka selalu berdoa di penghujung malam meminta kepada Sang Robbi tetapi tetap saja bertahun-tahun mereka berjuang namun tak kunjung juga diberi momongan. Keputus asaan sering melintasi pikirannya masing-masing, mereka lelah dan tak berharap apa pun lagi. Mereka memutuskan untuk mengangkatku sebagai buah hatinya. Besar keinginanku untuk membayar kebaikan mereka, tanpanya aku tidak akan seperti ini.

11 tahun lamanya setelah menikah akhirnya Ibuku berbadan dua, akhirnya aku mempunyai adik setelah penantian yang cukup lama. 9 bulan Ayah dan Ibu menantikan buah hatinya akhirnya ia mau keluar juga dari perut ibu dan melihat dunia. Ibu melahirkan di rumah sakit namun sayang sekali proses lahirannya mengharuskan operasi caesar, tetapi itu bukan masalah bagi Ibu ia harus tetap berjuang untuk melahirkan adikku ke dunia. Hari itu aku sangat gugup melihat ibu berbaring di kasur rumah sakit dan dibawa pergi oleh tenaga medis menuju ruang operasi. Ayah terus di sampingnya menemani Ibu merintih kesakitan. Setelah melalui proses operasi akhirnya adikku tiba di dunia, ternyata adikku wanita sama sepertiku. Dia mirip ayah, cantik dan lucu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun