Mohon tunggu...
DESSY FIRWANTI NIM (121221114)
DESSY FIRWANTI NIM (121221114) Mohon Tunggu... Mahasiswa - jurusan S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitan Dian Nusantara - Mata Kuliah Akuntansi Perpajakkan - Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M. Si.Ak

jurusan S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitan Dian Nusantara - Mata Kuliah Akuntansi Perpajakkan - Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M. Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tugas 1: Diskursus Metode dan Prosedur Utang Pajak

18 Mei 2024   08:56 Diperbarui: 18 Mei 2024   09:12 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://ekonomi.bisnis.com/read/20240312/259/1748454/siap-siap-tarif-ppn-12-berlaku-per-1-januari-2025Input sumber gambar

- PPnBM tidak dapat dikreditkan. Karena pajak ini ditujukan untuk konsumen, tujuan memberi beban pajak tambahan tidak akan tercapai jika PPnBM dapat dikreditkan, karena pajak yang dibayar akan kembali ke kas perusahaan pedagang besar. Oleh karena itu, PPnBM dibebankan sebagai biaya oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan barang kena pajak pada tahap distribusi berikutnya. Akibatnya, PPnBM menjadi bagian dari harga jual yang dibebankan kepada pembeli, yaitu PKP di tahap selanjutnya atau konsumen yang membeli langsung dari pedagang besar.

- Meskipun PPnBM tidak dapat dikreditkan, jika barang kena pajak yang tergolong mewah diekspor, PPnBM yang telah dibayarkan saat perolehan barang tersebut dapat diminta kembali. Hal ini memungkinkan pengajuan permintaan restitusi untuk PPnBM yang dibayarkan terkait perolehan barang mewah yang diekspor.

Mekanisme Pelaporan PPN dan PPnBM

Untuk melaporkan PPN dan PPnBM, PKP menggunakan SPT Masa PPN, atau SPT Masa PPN 1111, yang merupakan formulir yang digunakan PKP untuk melaporkan jumlah pajak PPN dan PPnBM yang terutang.
Penerbit faktur pajak yang memungut PPN dan/atau PPnBM harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti telah dipungutnya PPN dan/atau PPnBM. Selama proses ini, penerbit harus membuat e-Faktur dan memiliki sertifikat elektronik.
PKP yang ingin melaporkan pajak, baik PPN maupun PPnBM, tidak perlu lagi menyampaikan SPT secara manual sejak e-Filing tersedia. Bahkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2015 menetapkan hal ini.

3. Bea Materai Terutang

Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang dibebankan oleh negara untuk dokumen tertentu dengan tujuan sebagai objek pemasukan kas negara yang dihimpun dari dana masyarakat yang dikenakan tenaga kerja. Pajak bea meterai dikenakan atas dokumen yang terutang sejak saat dokumen tersebut ditanda tangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan atau sejak saat dokumen tersebut dibuat atau diserahkan kepada pihak lain.
Utang pajak bea materai adalah kewajiban yang muncul dari penggunaan dokumen yang dikenakan bea materai sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Bea materai merupakan pajak yang dikenakan pada dokumen tertentu sebagai bukti bahwa suatu perjanjian atau transaksi telah dilakukan.

Dokumen-dokumen yang biasanya dikenakan bea materai meliputi:

  • Surat Perjanjian: Dokumen yang menunjukkan perjanjian antara dua atau lebih pihak yang memiliki nilai hukum atau keuangan.
  • Akta Notaris: Dokumen yang disahkan oleh notaris, seperti akta jual beli, hibah, atau pendirian perusahaan.
  • Surat Berharga: Dokumen seperti cek, giro, atau utang yang memiliki nilai keuangan.
    Dokumen Transaksi Komersial: Faktur, kwitansi, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan transaksi bisnis yang memenuhi syarat tertentu.

Pihak yang bertransaksi atau pihak yang berkepentingan harus membayar bea materai yang ditetapkan ketika dokumen-dokumen ini dibuat atau digunakan. Pada saat dokumen dibuat atau digunakan, pajak bea materai harus dibayarkan dengan tarif yang berlaku. Anda dapat membayar dengan menempelkan materai pada dokumen atau dengan menggunakan sistem pembayaran elektronik yang disediakan oleh pemerintah.

Bea materai berfungsi sebagai alat pengesahan dokumen dan dapat digunakan sebagai bukti pembayaran pajak. Tidak membayar bea materai yang sesuai dapat mengakibatkan sanksi administratif atau denda.

4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan) Terutang

Utang pajak pada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan terdiri dari jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak atau penanggung pajak yang masih belum membayar pajak. Utang pajak ini terdiri dari pajak yang dikenakan atas tanah dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh individu atau organisasi dalam sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Cara menghitung utang pajak pada sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan PBB melibatkan beberapa langkah yang harus diikuti. Berikut adalah caranya:

  • Penghitungan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP): NJKP adalah nilai yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak dan dihitung berdasarkan nilai jual tanah dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh individu atau badan dalam industri perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
  • Penghitungan Tarif PBB: Tarif PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan dapat berupa tarif tunggal atau bervariasi tergantung pada sektor yang dikenai pajak. Tarif PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan ditetapkan sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.
  • Penghitungan Utang Pajak: NJKP dikalikan dengan tarif PBB yang berlaku untuk menghitung utang pajak. Hasil dari penghitungan ini adalah jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.
  • Penghitungan Kelebihan Pembayaran PBB: Jika wajib pajak telah membayar pajak lebih dari yang seharusnya dibayar, maka kelebihan pembayaran pajak harus diperhitungkan. Ini dapat dilakukan dengan mengalikan jumlah pajak yang telah dibayar dengan tarif PBB yang berlaku. Hasil dari penghitungan ini adalah jumlah kelebihan pajak yang harus dikembalikan kepada wajib pajak.
  • Pengembalian Kelebihan Pembayaran PBB: Dalam jangka waktu yang ditentukan, kelebihan pembayaran pajak yang diperhitungkan harus dikembalikan kepada wajib pajak. Ini dapat dilakukan melalui potongan pajak yang akan dikenakan pada masa depan atau melalui dasar pembayaran kembali kelebihan pajak kepada wajib pajak.

Perhitungan utang pajak pada sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan PBB melibatkan penghitungan NJKP, tarif PBB, utang pajak, kelebihan pembayaran pajak, dan pengembalian kelebihan pajak. Prosedur ini harus dilakukan dengan ketat untuk memastikan pengumpulan pajak yang efektif dan transparan.

Prosedur dan Metode Penagihan Utang Pajak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun