"Insya Allah. Jika Allah mengizinkan aku akan ikut naik haji bersama orang tuaku."
Aku dan teman-teman sudah sampai di tempat pengajian. Ustadz Muchsin sudah ada di kelas TPA dengan memakai setelan koko dan sarung. Ditambah lagi dengan peci berwarna putih, sudah seperti Pak Haji saja. Untuk hari ini ustadz membahas mengenai rukun islam. Kami semuanya sudah mengetahui mengenai rukun islam. Tetapi Ustadz Muchsin menjelaskannya secara mendetail.
Pembelajaran pun sudah sampai pada rukun islam yang kelima, aku dan teman-teman banyak bertanya. Aku tidak ingin ketika nanti aku naik haji akan sia-sia atas segala tindakanku yang salah.
"Ustadz, apa naik haji itu hanya untuk orang kaya saja?" tanya salah satu teman pengajianku.
"Menunaikan ibadah haji bukan milik orang kaya saja, tetapi bagi orang-orang yang mampu."
"Mampu dalam hal apa, Ustadz?"
"Mampu dalam hal fisik, materi, pikiran, dan niat ibadah hajinya. Meskipun miskin tetapi sudah mampu untuk melakukan ibadah haji memiliki ongkos, kuat di perjalanan, dan tahu mengenai hal-hal tentang ibadah haji baik itu persyartannya, rukun hajinya, ataupun doa-doanya, maka sudah diwajibkan orang itu untuk beribadah haji. Karena di mata Allah bukan kaya atau miskin yang dinilainya tetapi amal ibadahnya."
"Terus kalau masih kecil, bagaimana Ustadz? Apa boleh? Apa bisa disebut Pak Haji?" tanyaku agar tidak penasaran.
"Boleh-boleh saja, asal menjalankan semua persyaratan ibadah haji dan mampu seperti yang dikatakan Ustadz tadi."
"Wah, sebentar lagi Akbar akan menjadi Pak Haji dong!" ejek Rahmat diikuti tawa teman-teman.
"Sudah, sudah, ada yang masih mau ditanyakan?" lanjut Ustadz Muchsin.