Ya, begitulah pertama kali aku masuk pesantren. Sebuah kenangan yang tidaka akan aku lupakan. Jika aku mengingatnya, aku selalu tersenyum sendiri. Alangkah bodohnya aku, pikirku ketika mengenang masa lalu. Untuk hari ini aku akan selalu menjadi anak kebanggan orang tuaku. Aku memiliki teman yang sangat baik. Mereka bernama Rahmat yang pernah aku buat menangis tetapi dia tidak memiliki rasa dendam kepadaku, Yaser, Nissa, dan Nurma.
Pak Haji
Aku mencintai alam ini. Hari Minggu yang mendung. Menunggu hujan turun untuk mengguyur polusi yang menyebar di jalan-jalan. Aku duduk di depan jendela kamarku.Â
Pandangan kosong telah hinggap pada diriku dan menerbangkan kenangan ke masa lalu. Aku ingin sekali bermain air, berlari tertimpa butiran hujan dari langit, dan mengotori baju dengan lumpur. Tanah yang becek, got-got yang mengalirkan air bah-nya menjadi pemandangan ketika hujan turun.
"Akbar, ayo sarapan! Ayah sudah menunggu." Â Suara ibu membangunkan aku dari lamunan.
"Ya, Bu."
"Kamu lagi mikirin apa? Apa ada masalah di sekolah atau di pesantren?" tanya ibu.
"Tidak apa-apa, Bu. Aku hanya melihat pemandangan di luar. Alam sudah mendung jadi aku tidak bisa ke mana-mana."
Ibu menggandengku keluar dari kamar tidurku menuju ruang makan.
"Ada apa Akbar? Tumben hari ini muka kamu sama seperti hari ini, mendung."
"Ah ayah, apa-apaan sih. Orang Akbar sedang bahagia seperti ini dibilang mendung."