Ritual nDat Pokmbu
Ritual nDat Pokmbu merupakan upacara mengundang arwah leluhur sehubungan dengan merajarelanya wadah penyakit yang merenggut banyak korban jiwa. Biasanya nama-nama orang yang meninggal dan semasa hidupnya berpengaruh umumnya diabadikan dalam upacara ritual dengan mengundang arwahnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak lain untuk menghidupkan kembali keseimbangan sendi-sendi nafas kehidupan dengan cara menghadirkannya kembali mereka yang sudah bersifat semesta.
Ritual Kematian
Sesuai tradisi yang berlaku di suku Asmat, wanita yang meninggal bersama bayi dalam kandungannya akan segera ditempatkan di bawah pohon cu di hutan keramat. Nantinya tokoh-tokoh tua nDamero, cesmbub dan inampits akan langsung memerintahkan orang-orang muda berangkat bersama-sama menyiapkan sebuah dangau. Nantinya jenazah wanita itu akan didudukkan di bawah dangau yang segera akan dibuat orang sebagai tempat tinggalnya.
Sementara itu keluarga yang ditinggalkan akan mencukur halus kepala mereka dan membalurkan seluruh tubuh mereka dengan Lumpur setebal-tebalnya. Wajah mereka disembunyikan ke dalam semacam topi-topi yang terbuat dari daun pandan besar agar roh-roh gentayangan yang ingin berbuat jahil tidak mengenai mereka lagi.
Jenazah akan didandani lengkap dengan perhiasan-perhiasan,lalu dibaringkan di atas sehelai tapi yang telah digunakan semasa hidupnya. Semua perhiasaan, alat pakai, yang pernah digunakannya diiukutkan dalam upacara pemakaman tersebut. Termasuk sejumlah sagu dan hasil menjaring lannya. Selama jasadnya belum hancur, setiap laki-laki di kampung tabu berada di luar rumah untuk bertandang atau berpergian setelah matahari tergelincir dengan beberbagai macam alasan. Ada kekhawatiran kalau arwah jenazah yang meninggal akan mencari teman dan mengajaknya serta ke dunia para arwah. Nantinya para kerabat dekat almarhum harus selalu menengok ke dangau, serta mengantarkan sesaji berupa sagu dan ikan kesenangan almahum, sekaligus memantau proses pembusukan jenazahnya.
Orang Asmat Percaya Ritual
Sebagai makhluk insani, orang Asmat belajar dari setiap kejadiandi alam sekitarnya, bahwa Sang Maha Pencipta telah melengkapi sarana untuk mempertahankan hidup sebagaimana hewan dengan nalurinya, tumbuhan dengan bijinya. Duri atau racun sekalipun merupakan benteng pertahanan, begitu pula manusia bertahan dengan akal budinya.Â
Manusia tidak dapat mengalahkan kematian. Itu sebabnya mengapa kemudian orang Asmat amat tergantung pada kekuatan gaib, pada roh para leluhurnya melalui serangkaian upacara ritual dan mantra-mantra sebagai ungkapan permohonan kesuburan, kesejahteraan, keamanan, kemujuran dan kebahagian. Keyakinan pada religi ini sangat memegang peran penting dalam memotivasi kehadiran seni ukir Asmat pada umumnya. Benda-benda ukir itu merupakan alat pemujaan pada arwah nenek moyang yang bersifat universal.
Nampak pula mengakarnya hubungan system kepercayaan tradisional yang murni sebagai salah satu unsure kebudayaan dengan tatanan social masyarakatnya. Sekalipun suku Asmat telah diperkenalkan dengan agama Kristen, dengan lambing salibnya, Hindu dan Budha dengan arcanya. Bahkan Islam sangat percaya pada tenaga kata. Orang Asmat misalnya saja percaya bahwa ritual papisy itu selalu diawasi seekor ular raksaksa dengan cara mencium kaki para pelanggar ketentuan adat. Apabila dilanggar tanpa ampun ular itu akan melahap orang yang membangkang.
Orang Asmat sangat cermat mempelajari siklus kehidupan alam. Sehingga nantinya akan tercipta bentuk-bentuk upacara ritual. Hal ini tidak lain karena di dorong oleh sikap hormatnya pada daya kekuatan tersembunyi yang mengendalikankehadiran pohon-pohon, margasatwa, makhluk-makhluk di air dan udara.Â