Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sastra: Tahu Novel "Namaku Teweraut"? Yuk Baca Lagi untuk Mengenal Budaya Suku Asmat

18 November 2021   07:30 Diperbarui: 18 November 2021   07:36 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesudah itu mereka mensucikan batang tou tersebut. Kelompok ketiga tetap tinggal mengawasi perahu. Selesai menghias, batang tou mereka pergi menuju "dusun sagu". Menebang sebanyak-banyaknya batang yang guna menternakkan ulat, lalu membuat lubang-lubang dan memasukkan bulu ketiak dan "semak-semak bagian tubuh yang sacral" sebagai bahan bagi guna merangsang tumbuhnya ulat-ulat sagu.

Sekelompok orang bersama keluarga menjadi dusun sagu. Termasuk di dalamnya keluarga korban yang berhajat, dan bertanggung jawab mengawasi serta menyiapkan keperluan sagu dalam berlangsungnya pembuatan patung mbis. Mereka yang pergi kemudian mendandani pohon dengan pucuk daun-daun sagu dan daun rotan lalu memercikkan kapur dari sebuah bumbung bamboo. 

Disambut sorak-sorai para pengikut lainnya, batang tou pun ditebang. Orang yang pertama menebang adalah panglima perang yang diikuti oleh sebagian para lelaki secara bergantian. Sepanjang mendayung pulang ke perkampungan mereka mengumandangkan nyanyian daiso lain disertai tarian sehingga menimbulkan gelombang dan perahu oleng semakin membuat seru suasana.

Mereka pun disambut meriah. Ketika perahu mendekat, para lelaki bermain perang-perang dan saling melukai dan diikuti beberapa wanita yang berusaha menjadi barisan benteng mempertahankan kampung. Upacara pengukiran cemen merupakan tahap awal atau pegerjaan diikuti upacara berburu babi serta mengundang para wanita santap bersama di dalam jew. 

Sejak upacara tinau basakam, yaitu upacara awal pengukiran mbis, dengan menentukan bagian-bagian kepala patung yang akan diukir. Menjelang tahap penyelesaian, mereka berangkat lagi untuk berburu dan mengumpulkan ulat sagu serta membungkusnya dengan daun tawasbirin. Namun orang masih menabuh genderang dan menari tidak henti. 

Bagi para warga yang telah menikah, mereka melakukan hubungan intim dengan jalan pertukaran istri diantara para sahabat, hal ini sebagai upacara suci bertukar pasangan yang diadakan dalam batas-batas tertentu. Dan hanya bersifat suci dan rahasia, tentunya dengan aturan tertentu.

Pesta upacara mbis dilaksanakan di rumah adat. Sebelumnya rumah adat diperbaiki terlebih dahulu. Di dekat api utama nantinya akan ditempati tokoh-tokoh tua panglima panah, tetua adat dan pemangku hokum adat untuk bermusyawarah. Di atas api utama terdapat para-para penyimpan benda-benda yang dikeramatkan, seperti tengkorak-tengkorak hias para panglima perang, dowukus yakni tengkorang-tengkorak prajurit musih. Selain itu pakaian roh, perahu arwah, genderang, tombak dan perisai-perisai milik panglima perang yang keramat juga disimpan. Ada juga beberapa an baru, wadah yang terbuat dari sematan pelepah nipah. Pada saat acara akhir nanti an digunakan sebagai wadah ulat-ulat sagu sebagai suguhan utama.

Dibelakang barisan terdapat ruang tempat penyimpanan patung mbis selama pembuatannya. Akan tetapi tabu bagi para wanita dan anak-anak untuk mendekati rumah adat selama pembuatan mbis sampai hari puncak. Pada puncak acara sebuah para-para terbuat dari batang dolken disiapkan orang di depan halaman jew. Mbis dibawa keluar disertai ratapan kehilangan. Setelah itu orang menari disertai deburan pukulan tifa. Kemudian mbis disandarkan pada penopangnya di depan rumah adat. Masyarakat juga percaya jika patung mbis terukir sempurna memberi pertanda si empunya hajat bakal memperoleh kebahagian.

Dongeng Asal Usul Upacara mBis

Versi pertama cerita asal usul upacara mbis:

Mbis adalah wanita yang memiliki tubuh sintal, sesubur dan sepadat induk sagu yang sarat pati. Matanya secemerlang bintang malam, suaranya halus. Ia dikawinkan dengan lelaki pencemburu  bernama Dawer, yang tidak memberinya kebebasab bergerak. Bahkan kepada semua orang dan keluarganya, mbis tidak diizinkan melihatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun