Konsep Ibu Bumi merupakan bentuk penghargaan umat manusia terhadap “bumi” yang telah melahirkan dan memberikan kehidupan kepada umat manusia. Perempuan diposisikan sebagai makhluk sakral yang mempunyai kualitas yang sama dengan Ibu Bumi karena kemampuan reproduksinya (Eliade, 2002: 142-150).
Dalam konteks Indonesia juga bisa ditemukan legenda serupa, meskipun mewujud dalam cerita yang berbeda. Masyarakat mengenal adanya dongeng kehidupan di muka bumi yang berasal dari benih padi yang berasal dari kematian Dewi Sri, yang dikenal dengan beragam nama maupun cerita yang menyertainya (Anoegrajekti dan Effendy, 2004: 8).
Kepercayaan terhadap keluhuran dan keagungan Dewi Sri dalam membantu kehidupan di muka bumi dengan padi dan kesuburan yang diberikannya, menjadikan para petani (baca: masyarakat agraris) menghormatinya sebagai sosok yang harus dipuja dalam ritual-ritual agraris.
Kepercayaan akan Terra Mater ataupun Dewi Sri, pada dasarnya, menekankan kemampuan perempuan untuk memberikan energi kehidupan bagi umat manusia.
Kekukuhan hati Renjani untuk menemani anak-anak cacat dan sakit parah, yang dengan demikian berusaha ‘menjaga’ dan ‘memperpanjang’ kehidupan mereka yang dikalahkan dalam pemaknaan ideal manusia, merupakan representasi dari pengetahuan kesuburan yang menyebar dalam masyarakat. Renjani dalam konteks ini merupakan representasi kehadiran Dewi Sri.
Kekuatan untuk ‘memperpanjang’ kehidupan tersebut, misalnya, bisa dijumpai dalam adegan-adegan yang menggambarkan bagaimana Renjani menyayangi Dewa dengan mengajaknya ke “sawah” dan ke “pantai” serta menyayanginya dalam praktik keseharian di rumah.
Di pematang sawah, dengan latar padi di sawah, pohon-pohon kelapa, Renjani menuntun Dewa dengan tanan kanannya, sementara tangan kirinya memegang sandal. Dia mengenakan rok panjang dan baju lengan pendek berwarna coklat. Di tepi pantai, dengan latar ombak, Renjani merunduk sambil menuntun Dewa dengan tangan kanannya.
Sementara, tangan kirinya berusaha menyentuh pasir. Dia mengenakan baju berwarna abu-abu berlengan tiga perempat dan rok hitam warna panjang. Di ruang tamu dengan duduk sambil mengelus kepala Dewa. Dia mengenakan baju hitam. Tindakan-tindakan tersebut, dengan demikian, memosisikan Dewa sebagai anak normal, tanpa menghiraukan vonis dokter yang mengatakan Dewa hanya akan bertahan 4 bulan.
Penggambaran tersebut secara eskplisit menunjukkan kasih sayang Renjani terhadap Dewa dan sekaligus mempertegas perannya sebagai ibu yang berhasil menjalankan peran ke-ibu-an untuk menumbuhkan semangat kehidupan. Tindakan Renjani yang mengajaknya “pergi ke sawah dan menyusuri pematang” memperkuat energi kehidupan yang dialirkannya kepada Dewa.
Sawah dalam pemahaman masyarakat agraris merupakan situs kesuburan yang dengan hasil-hasil panennya mampu memberikan modal bagi masyarakat untuk terus melanjutkan kehidupan di muka bumi.
Renjani ingin menunjukkan kepada Dewa bahwa akan selalu ada “kesuburan” (menandakan energi positif) yang hadir dalam kehidupan manusia, betapapun sulitnya kehidupan itu sendiri.