"Lalu, apa kamu tidak pernah didatangi hantu atau makhluk-makhluk sejenisnya? Siluman, misalnya."
"Ha, ha, ha. Van, Van, kamu itu orangnya tinggi besar, gondrong, e, malah masih takut sama barang-barang gitu. Kamu pasti terlalu banyak menonton sinetron siluman atau film-film horor. Jadinya, pikiranmu kacau."
"Bukannya begitu, Vee. Tapi, makhluk-makhluk itu kan juga diciptakan Sang Penghidup, berdampingan dengan manusia, meskipun beda dimensi."
"Nah, kamu sudah semakin pintar. Kamu sudah tahu jawabannya. Mereka itu beda dimensi dengan kita. Kalau kita tidak menganggu alam mereka, maka sebenarnya mereka juga tidak akan mengganggu alam kita. Itu saja rumusnya. Jadi, untuk urusan jin dan gerombolannya, aku tidak pernah merasa takut. Catat itu."
Malam semakin jelas menghantarkan dingin. Rasa kantuk menyergapku. Kepala ini terasa begitu berat. Suara keras serangga malam semakin membuat suasana benar-benar mencekam bagiku. Rupa-rupanya Vee menyadari sepenuhnya kondisi ini.
"Sudahlah lebih baik sekarang kita tidur, kamu sudah ngantuk kan?"
"Apa, Vee, kita? Maksudmu kita akan tidur......"
"Iya, kita akan tidur bersama. Memangnya kenapa? Kamu keberatan, Van?"
"Bukan begitu, Vee. Tapi apakah pantas kita tidur berdua? Aku jadi tidak enak."
"Van, aku harap kamu mengerti. Aku cuma punya satu ranjang karena aku memang tidak pernah menyangka kalau akan ada manusia lain di gubuk ini. Kalau tahu kamu akan datang, pasti aku persiapkan ranjang lain. Ini kondisi darurat. Yang penting kita tidak berbuat apa-apa. Atau jangan-jangan, kamu ingin...."
"E, tidak, tidak. Kamu jangan mengira aku lelaki yang suka gituan. Aku cuma merasa aneh kalau harus tidur seranjang dengan seorang perempuan. Tapi, kalau kamu memang tidak apa-apa, aku ikut saja."