Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Aku dan Seorang Perempuan di Jurang Sajiwo

1 Maret 2020   07:21 Diperbarui: 8 November 2021   19:01 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sore itu aku hendak mandi ke sumber. Tiba-tiba aku mendengar suara gemuruh bebatuan jatuh dari atas. Tidak begitu lama, aku lebih kaget lagi, karena seorang laki-laki terjatuh dan tergeletak di pinggir kali. Lelaki itu adalah kamu. Lalu, aku berusaha sekuat tenaga membawamu ke dalam gubukku. Tiap hari aku berusaha meracik ramuan dedaunan untuk menyembuhkan lukamu sembari berdoa agar kamu segera sadar. Satu hari, dua hari, hingga empat hari, kamu tidak kunjung sadar. 

Aku sudah hampir putus asa dan menganggap kamu sudah mati. Aku sudah hampir menguburmu. Hingga pada malam kelima aku bermimpi bertemu dengan almarhuma nenekku yang tersenyum pada sebuah pagi. Ketika tersadar aku seperti mendapat keyakinan baru bahwa kamu sebenarnya masih hidup. Dan, kenyataannya, kamu memang masih hidup," ceritanya dengan begitu jelas.

"Lalu, siapa kamu sebenarnya dan bagaimana bisa berada di tempat ini?"

Perempuan itu menuju jendela, lalu membukanya. Matanya menerawang keluar. Tampak bintang berhamburan di langit gelap.

"Aku pikir tidak seharusnya kamu tahu sejarahku. Karena bagiku semua masa lampau haruslah menjadi bagian hidup yang tidak perlu diceritakan pada orang lain. Aku tidak ingin memberikan beban baru, karena kamu mesti memulihkan kondisi tubuhmu. Tidak etis rasanya kalau aku memasukkan masa laluku ke dalam pikiranmu. 

Cerita hanya akan membentuk koloni-koloni baru dalam benak manusia, yang membuatnya tidak merdeka lagi; terbebani. Toh, kamu bukan siapa-siapaku. Aku juga tidak pernah ingin tahu sejarahmu. Lebih baik masing-masing dari kita membawa masa lalu dan membiarkannya mengkristal dalam memori. Tanpa harus dibicarakan dan diceritakan. Mungkin itu akan lebih baik daripada kita harus menambah beban pikiran orang lain."

Aku berusaha berdiri meski harus berpegangan pada dinding bambu. Aku berusaha mendekatinya dan hendak menyentuh bahunya dari belakang. Namun itu semua aku urungkan dan aku memilih untuk duduk di kursi bambu.

"Mengapa kamu berkata seperti itu? Sekarang aku di sini bersamamu. Kita hanya berdua di gubuk ini. Mengapa kamu masih menganggapku sebagai orang lain? Aku memang bukan keluargamu, tapi bukankah aku bisa menjadi sahabatmu. Dan, aku akan sangat berdosa kalau tidak tahu apa-apa yang menyebabkanmu berada di tempat ini. Aku mau sedikit berbagi pikiran dengan masa lalumu."

Segera perempuan itu berbalik arah dan duduk di kursi. Sekarang kami saling berhadapan dan memandang satu sama lain. Mata kami saling menembus warna hitam, jauh ke dalam.

"Dengar. Aku sangat menghargai keinginanmu. Masalahnya, aku juga punya hak untuk tidak mengatakan sejarahku. Lagipula aku sudah terlalu bahagia hidup di jurang ini. Jauh dari semua hingar-bingar yang menyesakkan. Di sini yang ada hanya kedamaian. Aku pikir hanya itu yang ingin aku pertahankan. Dan, ketika aku ceritakan masa laluku kepadamu, pasti akan muncul masalah-masalah baru yang mengganggu semua kedamaian ini. Yang lebih mengerikan lagi, aku akan kehilangan keindahan-keindahan peristiwa yang sudah aku alami di sini. Aku yakin kamu bisa memahaminya."

"Kalau itu memang keinginanmu, aku akan mengikutinya. Permisi, aku mau ke belakang sebentar."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun