Sebaliknya, orang jahat akan dihukum dengan hidup sengsara, tidak memiliki keturunan, usia hidup di dunia singkat dan menderita. Namun hal itu terbantahkan dengan adanya kisah Ayub, orang saleh yang menderita.Â
Yesus sendiri juga menolak anggapan bahwa sakit itu disebabkan oleh dosa (lih. Yoh 9:3). Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa sakit tidak ada kaitannya dengan dosa.[25]
Sakit sesungguhnya berpotensi membawa orang, baik yang sakit maupun keluarga si sakit, kepada dosa. Pada saat sakit, muncul keraguan akan kasih Allah. Akhirnya muncul rasa putus asa, takut dan bahkan berontak kepada Allah.Â
Muncul juga iri hati terhadap orang lain yang hidupnya mujur dan jarang sakit. Dalam situasi demikian sakit mampu membawa manusia kepada dosa akibat kelemahan rohani.[26]
Catatan-catatan
[1] Katekismus Gereja Katolik, diterjemahkan berdasarkan edisi bahasa Jerman oleh Herman Embuiru (Ende: Arnoldus, 1998), no. 1500. Pengutipan selanjutnya akan disingkat KGK dan diikuti nomor yang dirujuk.
[2] KGK no. 1501
[3] Surip Stanislaus, Penderitaan Menurut Kitab Suci (Pematangsiantar: [tanpa penerbit], 2018), hlm. 6-7 [diktat].
[4] Surip Stanislaus, Penderitaan ..., hlm. 10; bdk. Lesta Joseph Sembiring, Situasi Sakit dan Dosa Menurut Moral Katolik (Pematangsiantar: [tanpa penerbit], [tanpat tahun terbit]), hlm. 4 [diktat].
[5] Kitab Hukum Kanonik 1983 (Codex Iuris Canonici 1983), Edisi Resmi Bahasa Indonesia, diterjemahkan oleh Sekretariat KWI (Jakarta: KWI, 2016), nomor 998. Pengutipan selanjutnya akan disingkat KHK dengan diikuti nomor yang dirujuk.
[6] Lesta Joseph Sembiring, Situasi ..., hlm. 6.