Aku hanya sebagai anak yang begitu mencintainya
Aku tidak akan menambahnya luka lagi
Aku akan menghargai keputusannya
Bahkan jika Mirey tidak menemukan jalan keluarnya, aku yg akan menjadi salah satu celah untuk mengeluarkan Mirey dari neraka kehidupannya
-Alpha-
Aku keluar dari rumah berharap bertemu dengan bibi Ayu disana entah sedang menjemur nasi nya yg basi atau menjemur pakaiannya yang sudah di cuci. Tapi kali ini aku ingin benar-benar berbicara banyak dengan-nya.
Aku tidak menemui bibi Ayu, yang ku dapatkan malah dua orang tetangga dengan tatapan sinis dan sedikit berbisik-bisik ke arahku. Benar-benar membuatku muak, aku masuk lagi ke dalam rumah dan pergi ke kamar. Aku menatap langit-langit kamarku yang berwarna coklat muda perpaduan ungu lilac. Mirey yang memilih dua perpaduan warna ini, waktu itu ketika ayah masih hidup dan mereka sempat berdebat tentang warna. “Baiklah, ayah tidak akan berdebat lagi. Alpha, cat lah dengan warna sesukamu dan senyamanmu. Karena kenyamanan bukan ditentukan dari bagusnya warna yang kamu pilih, tapi bagaimana suasana hatimu menjadi merasa tenang dengan hal itu” katanya waktu itu, dengan senyum tulus terpancar di wajahnya yang sudah mulai keriput dan lelahnya yang sangat tampak. Kata-katanya amat ambigu, dan agak-agak nya ayah tidak sedang membicarakan warna.
Sekitar jam sepuluh aku pergi ke kamar Mirey dan melihatnya sudah terduduk disana dengan rambut berantakannya. Aku duduk di sebelahnya “Mau sarapan?“ tanyaku pada Mirey yg duduk tercengang disana. “Maaf, ibu jadi membuatmu memasak lagi”
“Tidak apa, aku ini anakmu. Ayo segera mandi dan aku akan menyiapkan sarapannya” aku mengulurkan tangan dan membantu Mirey turun dari kasur.
Kami sarapan berdua di ruang depan, dengan TV menyala dan kartun Chaplin & Co.
“Selama kamu bekerja malam, apa ada hal yang menyakitimu atau seseorang yang menindasmu?“ aku membuka percakapan ditengah-tengah sarapan