Jadi kehidupan manusia tidak tergantung pada kapan ia lahir( hari,pasaran, bulan/ neptune dino); tetapi semua adalah baik ( Yermia 29:11-13 ).
Oleh sebab itu, alam pikir Jawa perlu diperhitungkan agar terjadi /terbangun hubungan yang baik antara nilai-nilai luhur yang sudah dimiliki kemudian di transformasikan lewat mediasi yang tidak memihak tetapi memberi kesempatan dalam proses pemunculan budaya Jawa yang baru atau Injil yang berbusana Jawa. Jika secara jujur dicermati bahwa ternyata ada-nilai-nilai positif dari budaya Jawa jika dikawinkan dengan Injil akan melahirkan suatu bentuk budaya Injil yang njawani dan Jawa yang Injili. Bagaimana bentuk “ bayi budaya baru itu” masih dalam kandungan pemikiran/digumuli.
Misalnya dalam hal sunat, memberi nama seorang bayi yang lahir, tingkeban, menikah, slametan dst, diberi meaning yang baru berdasarkan kontekstual, komunitas itu berada. Membina mereka yang telah memiliki budaya sedemikian rupa, maka sebagai pekabar
Berita Baik ( Injil), perlu memahanmi dang mengerti bahwa: Kristus yang menciptakan segala kebudayaan manusia. Kebudyaan manusia itu telah terkontaminasi dengan dosa dengan segala manifestasinya. Sehingga kebudayaan itu telah di bumbui dan dibaluti dengan kuasa iblis { kuasa kegelapan ), akibatnya tidak satu kebudayaan yang masih murni. Kritus telah berkenanan untuk datang kedalam budaya manusia untuk membaharui dan mentransformasikannya ke arah yang lebih bernilai, sehingga manusia dihargai dan dikembalikan kepada citranya sebagai gambar Allah.
Kristus berkuasa untuk membahrui dan menyucikan kebudayaan, sebab Dia di atas kebudayaan manusia yang ada. Pembaharuan oleh inkarnasi Allah dalam diri Yesus Kristus terjadi secara dinamis dan dialektis, bertolak dari konteks kehidupan manusiawi menuju ke arah perwujudan kebenaran Allah di bunmi. Di situlah terjadi simbiosis transkontektual yang berlangsung di bawah pimpinan Allah sendiri ke arah lahirnya kebudayaan baru, kebudayaan dalam lingkup ketaatan kepada Allah. Untuk itu, kebudayaan harus dipandang sebagai wujud paling kongkret kreativitas dan kemampuan manusia untuk mengembangkan pikiran dan akal budinya ( budi dayanya ),yang telah dianugerahkan Allah semenjak diciptakan. Namun tidak dapat disangkal dosa telah merasuk dan merusak kehidupan manusia. Akibatnya di dalam pola hidup atau kebudayaan manusia dikuasai dosa dan iblis.. Oleh sebab itu yang perlu ditolak bukanlah pola hidup atau kebudayaan manusia tetap dosa dan iblis yang berada di dalamnya. Sedangkan pola hidup dan kebudayaan itu sendiri diperbaharui dan dibenahi melalui kuasa Kristus sehinga terbebas dari ikatan dosa dan iblis
Dengan demikian kalau pola berpikir dan kebudayaan Jawa diperhitungkan secara positif, sesungguhnya Injil Yesus Krisrus akan lebih terhayati dan nilai-nilai kekristenan akan bertumbuh subur di tengah-tengah masyarakat Jawa.. Hal itu bukan karena sikap sinkritistik, tetapi karena banyak aspek dalam tata nilai kehidupan masyarakat Jawa sejajar dengan nilai-nilai kekristenan. Pertobatan tidak berarti meninggalkan kebudayaannya sendiri dan menerima kebudayaan lain (Barat/ Londo ) tetapi mengubah pola kehidupannya untuk taat kepada Yesus Kristus dalam kebudayaannya sendiri.
Contoh upacara slametan dapat dimaknai doa ucapan syukur; bersih desa dimaknai unduh-unduh sebagai korban syukur, untuk memuliakan Tuhan dengan hasil panen atau usaha; ngapurancang dimaknai sebagai sikap taat kepada Tuhan; sesaji dimaknai sebagai doa syafaat; tumpengan dimaknai pengorbanan Kristus di gunung Golgota masih banyak ditemukan diantara praktek kehidupan mereka. Termasuk dalam memaknai hari dan tanggal lahir seseorang serta sifat dan karakter seseorang. Dimaknainya berdasarkan pengertian temperamen. Nasib seseorang tidak bergantung pada kapan dan dimana mereka dilahirkan tetapi semuanya bergantung pada Tuhan yang berkuasa atas segala sesuatu yang telah menetapkan berdasarkan otoritasnya (sebagaimana dijelaskan dalam Epesus 1 :4-6).
Konsepsi Tuhan Dalam Kepercayaan Jawa
Istilah kepercayaan Jawa ini tidak dimaksudkan dengan “ aliran kepercayaan”, tetapi lebih ditujukan kepada apa yang dipercayai oleh etnis Jawa. Kepercayaan asli etnis Jawa, adalah animistis, dinamistis, spiritistis. Hal ini selalu dibangun ketika seseorang mulai belajar di bangku sekolah T K sampai Perguruan Tinggi
Kenyataan yang dapat diamati bahwa etnis Jawa, mempercayai adanya Tuhan (Gusti/ Pangeran) dengan sebutan : “ Ingkang paring gesang, Ingkang murbeng jagad; Ingkang murbeng dumadi, itulah nama/istilah untuk menyebutkan adanya Tuhan.