Dalam sebuah wawancara, Bambang menyatakan bahwa selama menjadi Wali Kota Surabaya, Bu Risma tidak pernah menunjukkan prestasinya, tidak memberikan suatu hal yang baru di kota Surabaya, oleh karena itu dia mempersilakan Bu Risma mencari partai lain sebagai pengusung jika masih ingin maju. Sampai saat itu Bu Risma belum menjadi kader PDIP.
Pernyataan Bambang itu membuat Hasto Kristiyanto, ketika itu adalah Wakil Sekjen PDIP mengadakan klarifikasi kepada media. Menurut Hasto, pernyataan Bambang DH yang mengdiskreditkan Bu Risma itu bukan sikap resmi PDIP, melainkan hanya pendapat pribadi Bambang.
Bertolak belakang dengan pernyataan Bambang DH itu, Hasto mengatakan, sampai sejauh ini PDIP dan Megawati merasa puas dengan kinerja Bu Risma (sumber).
Terlihatlah ada persamaan pola manuver politik Bambang DH saat di Surabaya ketika melakukan manuver-manuver politik menolak Bu Risma dengan yang dilakukan juga di DKI Jakarta sekarang ketika menolak Ahok, sebagaimana diuraikan di atas.
Dari fakta-fakta dan ulasan tersebut di atas tampak pula latar belakang, motivasi, dan kepentngan politik pribadi yang sangat tinggi pada Bambang DH dan Wisnu Sakti Buana untuk mendorong Bu Risma ke Jakarta mengikuti pilgub DKI jakarta, dengan aksi Bambang DH menolak Ahok, yang sesungguhnya bertentangan dengan pandangan PDIP (Megawati) sendiri terhadap Bu Risma, maupun Ahok. *****
Artikel terkait:
Strategi Busuk di Balik Gerakan Mendorong Bu Risma Maju di Pilgub DKI Jakarta.
Lewat Drama Tekanan Politik kepada Bu Risma, Kita Bisa Menilai Mereka
Semoga Bu Risma Ingat Kisah Nabi Yunus
Wisnu Sakti Buana Wakil Walikota yang Oposan
Pertama Kali Terjadi di Dunia?