Mohon tunggu...
Dafa Ardabilly
Dafa Ardabilly Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Olahraga adalah hobiku, ingin membahagiakan orang tua

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Artikel Teori Behaviorisme dan Penerapannya dalam Pembelajaran

22 Juni 2024   07:41 Diperbarui: 22 Juni 2024   07:48 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teori Behaviorisme Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran

 

Dafa Ardabilly Habibullah (232101030016)

dafaardabilly309@gmail.com

Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Shiddiq Jember

ABSTRAK

Dalam dunia pendidikan, Teori Behaviorisme telah lama menjadi fondasi bagi banyak metode pembelajaran. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam teori ini, mulai dari definisi, tujuan pembelajaran, hingga penerapannya dalam konteks pendidikan. Metode yang digunakan adalah analisis literatur, di mana penelitian ini mengumpulkan dan meninjau berbagai sumber ilmiah yang berkaitan dengan behaviorisme dan aplikasinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, meskipun terdapat kelebihan dan kekurangan, Teori Behaviorisme masih relevan dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi pembelajaran. Kesimpulan dari penelitian ini menegaskan bahwa pemahaman yang mendalam tentang teori ini dapat memberikan kontribusi signifikan dalam merancang strategi pembelajaran yang efektif dan efisien.

Kata Kunci: Behaviorisme, Pembelajaran, Metode Analisis Literatur, Strategi Pembelajaran, Efektivitas Pendidikan

ABSTRACT

In the world of education, Behaviorism Theory has long been the foundation for many learning methods. This article aims to examine this theory in depth, starting from the definition, learning objectives, to its application in an educational context. The method used is literature analysis, where this research collects and reviews various scientific sources related to behaviorism and its applications. The research results show that, although there are advantages and disadvantages, Behaviorism Theory is still relevant and can be applied in various learning situations. The conclusion of this research confirms that a deep understanding of this theory can make a significant contribution in designing effective and efficient learning strategies..

Keywords: Behaviorism, Learning, Literature Analysis Methods, Learning Strategies, Educational Effectiveness

PENDAHULUAN

Dalam dunia pendidikan, teori behaviorisme telah memainkan peran penting dalam membentuk cara pandang terhadap proses belajar. Teori ini, yang dikembangkan pada awal abad ke-20, menekankan bahwa perilaku dapat dipelajari dan diubah melalui interaksi dengan lingkungan. Behaviorisme, dengan prinsip dasar stimulus dan respons, telah menjadi landasan bagi banyak metode pembelajaran yang digunakan di sekolah-sekolah dan institusi pendidikan lainnya.

Namun, dalam beberapa dekade terakhir, pendekatan ini mulai dipertanyakan. Kritikus menunjukkan bahwa behaviorisme mungkin terlalu sempit dalam memandang kompleksitas proses belajar manusia, yang tidak hanya terbatas pada perilaku yang dapat diamati tetapi juga melibatkan proses kognitif yang lebih dalam. Selain itu, munculnya teori-teori pembelajaran baru yang mengakui pentingnya faktor internal seperti pemikiran, emosi, dan motivasi, telah menantang dominasi behaviorisme dalam pendidikan.

Di sisi lain, teori behaviorisme masih memiliki pengaruh yang kuat dan aplikasi praktis yang relevan, terutama dalam desain kurikulum dan teknik pengajaran. Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi secara kritis teori behaviorisme dan penerapannya dalam pembelajaran, mengingat perkembangan terkini dalam psikologi pendidikan.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut, makalah ini bertujuan untuk menyelidiki teori behaviorisme secara mendalam, mengeksplorasi kontribusi para tokoh utama dalam bidang ini, dan mengkaji penerapan teori dalam konteks pendidikan saat ini. Melalui analisis yang komprehensif, makalah ini berusaha untuk memberikan wawasan baru tentang bagaimana teori behaviorisme dapat diintegrasikan dengan pendekatan pembelajaran modern untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih efektif dan holistik.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk memahami dan menganalisis Teori Behaviorisme dan penerapannya dalam pembelajaran. Data dikumpulkan melalui studi literatur yang mendalam, mencakup karya-karya seminal dalam bidang behaviorisme serta penelitian terkini yang berkaitan dengan aplikasi teori ini dalam pendidikan. Analisis dilakukan secara sistematis dengan mengidentifikasi, mengkategorikan, dan mengevaluasi informasi yang relevan dari sumber-sumber tersebut. Penelitian ini juga mengintegrasikan contoh-contoh praktis dari penggunaan teori behavioristik dalam konteks pendidikan nyata, memberikan perspektif aplikatif terhadap teori. Validitas data dan interpretasi diperkuat melalui triangulasi sumber dan referensi silang dengan studi-studi terkait.

PEMBAHASAN

Definisi Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme adalah pendekatan psikologi yang memfokuskan pada perilaku yang dapat diamati dan diukur secara objektif. Teori Behaviorisme, yang dikembangkan oleh John B. Watson pada awal abad ke-20. Teori behaviorisme adalah pendekatan psikologi yang menekankan pada perilaku yang dapat diamati dan diukur sebagai objek utama penelitian.[1] Pendekatan ini muncul sebagai reaksi terhadap metode introspeksi yang subjektif dan sulit diukur, yang mendominasi psikologi pada akhir abad ke-19. Behaviorisme mengadvokasi penggunaan metode ilmiah yang objektif dan dapat diukur dalam memahami perilaku manusia.

Behaviorisme menganggap bahwa perilaku manusia dapat dipelajari dan dimodifikasi melalui pengalaman yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Asumsi dasar dalam teori ini adalah bahwa ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori ini lebih dikenal dengan nama teori belajar. Menurut teori ini, belajar diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan. Behaviorisme memandang individu sebagai makhluk reaktif yang perilakunya dibentuk melalui pengalaman dan pemeliharaan. Belajar, dalam konteks ini, merupakan perubahan perilaku yang relatif lama dari hasil praktik maupun pengalaman.

Menurut behaviorisme, perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori:

  • Perilaku terbuka: Ini adalah perilaku yang dapat diukur dan diamati secara langsung, seperti berbicara, berjalan, atau menulis.
  • Perilaku tertutup: Ini adalah perilaku yang tidak dapat diamati secara langsung tetapi dipelajari melalui gerakan otot tubuh, seperti proses berpikir dan perasaan.

Inti dari teori behaviorisme adalah konsep stimulus dan respons. Behaviorisme menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh stimulus-stimulus dari lingkungan dan respons yang dihasilkan. Misalnya, jika seorang anak mendapat pujian (stimulus) setelah melakukan tugas, ia mungkin akan melakukan tugas tersebut lagi di masa depan (respons) karena pujian tersebut berfungsi sebagai penguatan positif.

Tokoh-tokoh utama dalam teori behaviorisme, seperti Ivan Pavlov, John B. Watson, B.F. Skinner, dan Edward Thorndike, telah mengembangkan konsep-konsep seperti pengkondisian klasik, pengkondisian operan, dan hukum-hukum belajar yang menjelaskan bagaimana perilaku dibentuk dan dipertahankan.

Pavlov terkenal dengan eksperimennya tentang refleks bersyarat, di mana ia menunjukkan bahwa anjing dapat dilatih untuk mengeluarkan air liur (respons) ketika mendengar bel (stimulus) setelah bel tersebut berkali-kali dikaitkan dengan makanan. Watson dan Skinner lebih lanjut mengembangkan konsep pengkondisian operan, di mana perilaku diperkuat atau dilemahkan oleh konsekuensi atau penguatan yang mengikutinya.

Behaviorisme memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Belajar merupakan perubahan perilaku dan pengetahuan yang relatif lama dari hasil praktek maupun pengalaman. Konsep utama dalam teori pembelajaran behaviorisme adalah penguatan terhadap respons yang diinginkan. Teori ini menekankan pentingnya pembentukan perilaku yang diinginkan melalui penguatan dan penghapusan perilaku yang tidak diinginkan melalui hukuman.[2] Dalam konteks pembelajaran, pendekatan ini dapat membantu guru dalam membentuk dan memperkuat perilaku yang diinginkan.

Namun, teori behaviorisme juga memiliki beberapa kritik, seperti mengabaikan faktor-faktor internal seperti emosi dan motivasi dalam proses belajar, serta tidak mempertimbangkan peran yang dimainkan oleh kognisi dalam mempengaruhi perilaku individu

Tujuan Belajar Menurut Aliran Teori Belajar Behaviorisme

Menurut aliran teori belajar behaviorisme, tujuan belajar adalah untuk menghasilkan perubahan perilaku yang dapat diamati dan diukur sebagai respons terhadap lingkungan.[3] Behaviorisme, yang didirikan oleh John B. Watson dan dikembangkan lebih lanjut oleh B.F. Skinner, menekankan bahwa perilaku manusia adalah hasil dari interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respons (reaksi). Dalam konteks pendidikan, tujuan belajar behaviorisme adalah untuk memperkuat perilaku yang diinginkan dan mengurangi atau menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan melalui penguatan positif dan negatif, serta hukuman.

Penguatan positif melibatkan pemberian stimulus yang menyenangkan setelah perilaku yang diinginkan ditampilkan, sehingga meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut akan terulang. Penguatan negatif melibatkan penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan sebagai hasil dari perilaku yang diinginkan, juga meningkatkan kemungkinan perilaku itu akan terulang. Hukuman, di sisi lain, adalah pemberian stimulus yang tidak menyenangkan atau penghilangan stimulus yang menyenangkan untuk mengurangi frekuensi perilaku yang tidak diinginkan.

Tujuan belajar dalam behaviorisme juga mencakup pembentukan perilaku baru melalui proses pembiasaan dan pemadaman. Pembiasaan adalah proses di mana respons yang diinginkan diperkuat secara bertahap, sedangkan pemadaman terjadi ketika tidak ada penguatan yang diberikan, sehingga perilaku yang sebelumnya diperkuat menjadi kurang sering terjadi.

Dalam praktik pendidikan, tujuan belajar behaviorisme diterapkan dengan mengidentifikasi perilaku yang diinginkan, mengukur kemajuan siswa, dan menggunakan penguatan untuk membentuk dan mempertahankan perilaku tersebut. Ini memerlukan perencanaan yang cermat dari guru untuk menetapkan tujuan yang jelas, mengembangkan materi pembelajaran yang sesuai, dan menerapkan strategi penguatan yang efektif.

Secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Pembentukan Perilaku yang Diinginkan: Teori behaviorisme bertujuan untuk membantu dalam membentuk dan mempertahankan perilaku yang diinginkan melalui penerapan penguatan positif dan negatif, serta hukuman.
  • Pembelajaran Melalui Pengalaman: Behaviorisme percaya bahwa pembelajaran terjadi melalui pengalaman langsung dengan lingkungan. Perubahan perilaku yang diamati adalah bukti dari pembelajaran yang berhasil.
  • Latihan dan Praktik: Peserta didik dibiasakan untuk latihan dan praktik yang memuat unsur kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, dan daya tahan. Ini mendorong peserta didik untuk berpikir linier dan konvergen serta memudahkan mereka untuk mencapai target tertentu dalam pembelajaran.
  • Objektivitas dan Pengukuran: Behaviorisme menekankan pada pendekatan yang objektif dan ilmiah dalam memahami dan mengukur perilaku, menjadikannya dapat diuji dan dievaluasi.
  • Mementingkan Faktor Lingkungan: Teori ini mementingkan faktor lingkungan dalam pembentukan perilaku dan menekankan pada perilaku yang tampak dengan menggunakan metode objektif.
  • Mementingkan Pembentukan Reaksi atau Respons: Behaviorisme menekankan pentingnya latihan dan mekanisme belajar dalam membentukan reaksi atau respons yang diinginkan

Dengan demikian, tujuan utama dari teori belajar behaviorisme adalah untuk menghasilkan perubahan perilaku yang diinginkan melalui proses pembelajaran yang terstruktur dan dapat diukur, dengan memanfaatkan pengaruh lingkungan dan pengalaman langsung.

Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Behaviorisme

Kelebihan :[4]

Objektivitas: Behaviorisme memungkinkan penelitian yang objektif karena fokus pada perilaku yang dapat diamati dan diukur.

Penguatan: Teori ini efektif dalam membentuk perilaku melalui penggunaan penguatan positif dan negatif untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan.

Penerapan Praktis: Behaviorisme mudah diterapkan dalam pengaturan pendidikan, seperti dalam desain kurikulum dan teknik pengajaran yang berfokus pada hasil.

Perubahan Perilaku: Dapat digunakan untuk mengubah perilaku yang tidak diinginkan melalui hukuman dan pemadaman

Struktur yang Terorganisir: Materi pembelajaran dapat disusun secara hirarki dari yang sederhana hingga kompleks, memudahkan siswa untuk mengikuti dan memahami.

Pembelajaran Berorientasi Tujuan: Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian keterampilan tertentu.

Pengukuran Hasil yang Jelas: Hasil pembelajaran dapat diukur dan diamati, memungkinkan penilaian yang objektif.

Pengulangan dan Pelatihan: Menggunakan pengulangan dan pelatihan untuk membiasakan perilaku yang diinginkan pada siswa

Membiasakan Guru: Teori ini membantu guru untuk menjadi lebih teliti dan peka terhadap kondisi pembelajaran, sehingga dapat menyesuaikan metode pengajaran yang lebih efektif.

Pembelajaran Mandiri: Dengan mengurangi ceramah, siswa didorong untuk belajar secara mandiri, yang dapat meningkatkan kemandirian dan inisiatif mereka dalam proses belajar.

Kemudahan Pengukuran: Behaviorisme memungkinkan perilaku belajar diukur secara objektif karena fokus pada perilaku yang dapat diamati.

Efektivitas Penguatan: Melalui penguatan positif dan negatif, behaviorisme secara efektif membentuk dan mempertahankan perilaku yang diinginkan.

Penerapan yang Luas: Teori ini telah diterapkan dalam berbagai pengaturan, termasuk terapi perilaku, pendidikan, dan pelatihan.

Pendekatan Sistematis: Behaviorisme menawarkan metode sistematis dalam mendesain intervensi pendidikan yang bertujuan untuk mengubah perilaku

Pembentukan Perilaku: Behaviorisme dapat membentuk perilaku yang diinginkan melalui penguatan positif, seperti pemberian hadiah dan pujian, yang memotivasi siswa untuk menunjukkan perilaku yang baik

Kekurangan: [5]

Mengabaikan Proses Mental Internal: Behaviorisme tidak mempertimbangkan proses kognitif internal seperti pemikiran, persepsi, dan motivasi yang juga mempengaruhi belajar.

Keterbatasan dalam Kompleksitas Belajar: Teori ini mungkin tidak sepenuhnya menjelaskan pembelajaran kompleks yang melibatkan pemecahan masalah, pemahaman, dan kreativitas.

Ketergantungan pada Penguatan Eksternal: Behaviorisme terlalu bergantung pada penguatan eksternal, yang mungkin tidak selalu efektif dalam jangka panjang.

Pengabaian Proses Kognitif: Behaviorisme tidak memperhitungkan proses kognitif seperti pemikiran, persepsi, dan motivasi yang mempengaruhi belajar.

Ketergantungan pada Penguatan Eksternal: Behaviorisme bergantung pada penguatan eksternal, yang mungkin tidak efektif dalam memotivasi belajar intrinsik atau jangka panjang.

Kurangnya Perhatian terhadap Konteks Sosial: Teori ini kurang memperhatikan bagaimana lingkungan sosial dan budaya mempengaruhi perilaku belajar

Kurangnya Perhatian terhadap Pembelajaran Sosial: Teori ini kurang memperhatikan bagaimana individu belajar dari pengamatan dan interaksi sosial.

Keterbatasan Metode: Tidak semua materi pelajaran cocok untuk diterapkan dengan metode behaviorisme, yang mungkin membatasi pilihan strategi pengajaran.

Peran Siswa Pasif: Siswa cenderung menjadi pendengar yang pasif selama proses pembelajaran, yang dapat mengurangi partisipasi aktif mereka dalam kelas.

Kreativitas Terbatas: Pendekatan behaviorisme dapat membatasi kreativitas, produktivitas, dan imajinasi siswa karena fokus utamanya adalah pada perilaku yang dapat diamati dan diukur

Pandangan Pembelajaran yang Terbatas: Teori ini memandang belajar sebagai kegiatan yang dialami langsung, padahal belajar juga terjadi dalam sistem saraf yang tidak terlihat.

Kurangnya Fleksibilitas: Proses belajar dipandang bersifat otomatis-mekanis, yang dapat terkesan kaku dan tidak mempertimbangkan kemampuan self-control yang bersifat kognitif.

Perbandingan dengan Hewan: Analogi proses belajar manusia dengan hewan sering kali sulit diterima karena perbedaan yang signifikan antara keduanya

Aliran Belajar Menurut Ivan Pavlov

Aliran belajar menurut Ivan Pavlov dikenal dengan istilah Classical Conditioning atau Pengkondisian Klasik. Pavlov, seorang fisiolog Rusia, terkenal dengan eksperimennya pada anjing yang menunjukkan bahwa perilaku dapat dipelajari melalui proses asosiasi. Pengkondisian Klasik adalah proses pembelajaran di mana suatu organisme belajar untuk menghubungkan dua stimulus, sehingga satu stimulus yang awalnya netral menjadi mampu memicu respons yang sama seperti stimulus yang lain yang secara alami memicu respons tersebut.[6]

Elemen-elemen pengkondisian klasik:

Stimulus Netral (NS): Stimulus yang awalnya tidak memicu respons tertentu.

Stimulus Tak Bersyarat (US): Stimulus yang secara alami dan otomatis memicu respons.

Respons Tak Bersyarat (UR): Respons alami yang terjadi sebagai akibat dari Stimulus Tak Bersyarat.

Stimulus Bersyarat (CS): Sebelumnya adalah Stimulus Netral, yang setelah dikaitkan dengan Stimulus Tak Bersyarat, menjadi mampu memicu respons.

Respons Bersyarat (CR): Respons yang dipelajari yang terjadi sebagai akibat dari Stimulus Bersyarat.

Proses Pembelajaran:

Pembiasaan (Acquisition): Proses di mana Stimulus Netral dikaitkan berulang kali dengan Stimulus Tak Bersyarat hingga Stimulus Netral menjadi Stimulus Bersyarat yang memicu Respons Bersyarat.

Pemadaman (Extinction): Berkurangnya Respons Bersyarat ketika Stimulus Bersyarat disajikan tanpa Stimulus Tak Bersyarat berulang kali.

Pemulihan Spontan (Spontaneous Recovery): Kembalinya Respons Bersyarat setelah periode pemadaman ketika Stimulus Bersyarat disajikan kembali.

Generalisasi Stimulus: Terjadinya Respons Bersyarat terhadap stimulus yang serupa dengan Stimulus Bersyarat.

Diskriminasi Stimulus: Kemampuan untuk membedakan antara Stimulus Bersyarat dan stimulus lain yang serupa.

Implikasi dalam pendidikan;

Pengkondisian Klasik memiliki implikasi penting dalam pendidikan, terutama dalam hal pembentukan sikap dan perilaku siswa. Guru dapat menggunakan prinsip-prinsip Pengkondisian Klasik untuk membantu siswa mengasosiasikan materi pembelajaran dengan pengalaman positif, sehingga meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa dalam proses belajar. Dalam terapi, teknik ini digunakan untuk mengubah respons emosional atau perilaku yang tidak diinginkan.

Pavlov menunjukkan bahwa perilaku dapat dipelajari tanpa intervensi kesadaran, yang menantang pandangan tradisional tentang pembelajaran dan memberikan dasar bagi teori-teori belajar lebih lanjut yang mengutamakan pengaruh lingkungan atas perilaku. Pavlov melalui eksperimennya telah memberikan kontribusi besar pada pemahaman kita tentang bagaimana perilaku dipelajari dan bagaimana asosiasi baru dapat terbentuk. Penelitiannya telah membuka jalan bagi pengembangan teori-teori belajar lebih lanjut dan aplikasi praktis dalam berbagai bidang.

Meskipun teori Pavlov sangat berpengaruh, ia juga menerima kritik karena dianggap terlalu menyederhanakan proses pembelajaran dan mengabaikan peran kognisi serta kehendak bebas

Aliran Belajar Menurut Edwin Guthrie

Edwin Guthrie, seorang psikolog Amerika, memberikan kontribusi penting pada teori belajar behaviorisme melalui teorinya yang dikenal sebagai Contiguity Theory atau Teori Kontiguitas. Teori ini berfokus pada ide bahwa pembelajaran terjadi ketika stimulus dan respons terjadi bersamaan dalam waktu yang sama, sehingga keduanya menjadi terkait satu sama lain.[7] Menurut Guthrie, pembelajaran adalah proses di mana kombinasi stimulus tertentu yang hadir bersamaan dengan suatu tindakan akan cukup untuk membuat tindakan tersebut terjadi lagi di masa depan ketika kombinasi stimulus yang sama muncul. Ini berarti bahwa perilaku dipelajari melalui asosiasi langsung antara stimulus dan respons, tanpa memerlukan intervensi dari faktor-faktor seperti penguatan atau hukuman.

Prinsip utama teori Guthrie:

One-Trial Learning: Guthrie berpendapat bahwa pembelajaran dapat terjadi dalam satu percobaan saja, di mana asosiasi antara stimulus dan respons dibentuk seketika.

Nonreinforcement: Teori Guthrie tidak menekankan pada penguatan; sebaliknya, ia percaya bahwa pembelajaran terjadi tanpa perlu adanya penguata.

Recency Principle: Prinsip ini menyatakan bahwa respons terakhir yang dilakukan dalam situasi tertentu akan menjadi respons yang paling mungkin dilakukan ketika situasi tersebut terjadi lagi

Metode pembelajaran menurut Guthrie

Guthrie mengusulkan beberapa metode untuk mengubah perilaku, termasuk:

Metode Ambang (Threshold Method): Menghadirkan stimulus secara bertahap hingga dapat memicu respons tanpa menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan.

Metode Kelelahan (Fatigue Method): Mengulangi suatu tindakan hingga subjek menjadi lelah dan berhenti melakukan tindakan yang tidak diinginkan.

Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible Response Method): Mengganti respons yang tidak diinginkan dengan respons yang tidak kompatibel dengan respons tersebut

Implikasi dalam Pendidikan:

Teori Guthrie menyarankan bahwa guru dapat membantu siswa belajar dengan memastikan bahwa lingkungan pembelajaran dirancang untuk mempromosikan asosiasi yang tepat antara stimulus dan respons. Ini dapat mencakup pengaturan kelas yang mendukung, penggunaan contoh yang relevan, dan memastikan bahwa siswa memiliki kesempatan untuk berlatih keterampilan dalam konteks yang sesuai

Aliran Belajar Menurut Watson

John B. Watson adalah psikolog yang memperkenalkan aliran behaviorisme ke dalam psikologi. Menurut Watson, belajar adalah proses yang dapat diamati dan diukur, dan perilaku manusia adalah hasil dari interaksi dengan lingkungan.[8] Watson menolak pendekatan introspektif yang subjektif dalam psikologi dan menggantinya dengan studi yang lebih objektif tentang perilaku yang dapat diamati. Ia percaya bahwa semua perilaku, termasuk emosi dan proses mental, adalah hasil dari pembelajaran.

Prinsip utama behaviorisme Watson:

Stimulus-Respons (S-R): Watson menekankan pada hubungan antara stimulus (rangsangan dari lingkungan) dan respons (reaksi yang dapat diamati). Psikologi, menurutnya, harus mempelajari hubungan ini secara ilmiah.

Pembelajaran sebagai Perubahan Perilaku: Watson berpendapat bahwa belajar terjadi ketika ada perubahan dalam perilaku sebagai respons terhadap kondisi lingkungan.

Pentingnya Lingkungan: Watson menekankan bahwa lingkungan memiliki peran kunci dalam membentuk perilaku. Ia bahkan mengatakan bahwa dengan kontrol yang cukup atas lingkungan, ia dapat membentuk anak menjadi apapun yang diinginkan.

Penolakan terhadap Faktor Keturunan: Watson tidak mempercayai unsur herediter sebagai penentu perilaku utama, melainkan menekankan pada pengaruh lingkungan

Eksperiment “Little Albert”

Salah satu eksperimen paling terkenal dari Watson adalah studi tentang seorang anak kecil yang dikenal sebagai “Little Albert”. Dalam eksperimen ini, Watson menunjukkan bahwa fobia seperti ketakutan terhadap tikus  dapat dipelajari melalui proses pengkondisian klasik. Ia berhasil mengkondisikan Albert untuk merasa takut terhadap tikus putih dengan mengasosiasikan tikus dengan suara keras yang menakutkan.

Implikasi dalam Pendidikan

Dalam pendidikan, teori Watson menyarankan bahwa perilaku siswa dapat dibentuk dan dimodifikasi melalui lingkungan pembelajaran yang terkontrol. Ini berarti bahwa guru dapat menggunakan teknik pengkondisian untuk memperkuat perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Watson juga menekankan pentingnya pendidikan dalam perkembangan tingkah laku dan percaya bahwa dengan memberikan kondisioning tertentu dalam proses pendidikan, maka akan dapat membuat seorang anak mempunyai sifat-sifat tertentu.

Aliran Belajar Menurut Skinner

B.F. Skinner, seorang psikolog dan behavioris Amerika, terkenal dengan kontribusinya pada teori belajar yang dikenal sebagai Operant Conditioning. Operant Conditioning adalah teori belajar yang menggambarkan proses di mana perilaku menjadi lebih mungkin atau kurang mungkin terjadi di masa depan berdasarkan konsekuensinya. Skinner menekankan bahwa perilaku dipengaruhi oleh penguatan (reinforcement) yang mengikuti perilaku tersebut. Menurut Skinner, perilaku yang diikuti oleh penguatan positif akan cenderung diulangi, sedangkan perilaku yang diikuti oleh konsekuensi negatif akan cenderung dihindari[9]

Prinsip utama Operan Conditioning:

Penguatan Positif: Memberikan stimulus yang menyenangkan setelah perilaku tertentu untuk meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut terulang.

Penguatan Negatif: Menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan sebagai hasil dari perilaku tertentu untuk meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut terulang.

Hukuman: Memberikan stimulus yang tidak menyenangkan atau menghilangkan stimulus yang menyenangkan untuk mengurangi frekuensi perilaku yang tidak diinginkan.

Pemadaman: Mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dengan tidak memberikan penguatan.

Kotak Skinner

Skinner juga mengembangkan alat yang dikenal sebagai Skinner Box, yang digunakan untuk mempelajari dan mendemonstrasikan prinsip-prinsip Operant Conditioning. Dalam kotak ini, hewan seperti tikus atau burung dapat belajar untuk melakukan tindakan tertentu, seperti menekan tuas, untuk mendapatkan makanan sebagai penguatan

Aplikasi dalam Pendidikan

Dalam pendidikan, teori Skinner menyarankan bahwa perilaku siswa dapat dibentuk melalui penggunaan penguatan yang tepat. Guru dapat menggunakan penguatan positif untuk mendorong perilaku yang baik dan penguatan negatif atau hukuman untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Skinner percaya bahwa lingkungan pembelajaran harus dirancang untuk memberikan umpan balik yang segera dan tepat untuk perilaku siswa.

Skinner percaya bahwa prinsip-prinsip Operant Conditioning dapat diterapkan dalam pendidikan untuk membentuk perilaku belajar yang efektif. Beberapa aplikasinya meliputi:

Sistem Penguatan: Menggunakan sistem poin atau hadiah untuk mendorong perilaku belajar yang baik dan partisipasi aktif siswa dalam kelas.

Modifikasi Perilaku: Mengidentifikasi dan mengubah perilaku yang tidak diinginkan melalui penerapan hukuman atau pemadaman.

Pembelajaran Terprogram: Mengembangkan materi pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menerima umpan balik segera dan penguatan positif atas kemajuan mereka

Skinner juga menekankan pentingnya umpan balik yang segera dan tepat sebagai bagian dari proses belajar. Ia berpendapat bahwa umpan balik yang cepat dan jelas dapat membantu siswa memahami konsekuensi dari perilaku mereka dan memperkuat pembelajaran

Aliran Belajar Menurut Thorndike

Edward Lee Thorndike, seorang psikolog Amerika, dikenal dengan kontribusinya pada teori belajar yang disebut Connectionism atau Teori Koneksi. Teori ini berdasarkan pada prinsip bahwa pembelajaran terjadi melalui pembentukan koneksi antara stimulus dan respons.[10] Thorndike mengemukakan bahwa pembelajaran terjadi ketika respons yang diberikan terhadap stimulus tertentu diperkuat seiring waktu. Thorndike mengemukakan bahwa pembelajaran terjadi melalui pembentukan koneksi antara stimulus (situasi) dan respons (reaksi). Koneksi ini diperkuat melalui pengulangan dan penguatan, yang pada akhirnya membentuk perilaku.

Prinsip utama teori koneksi:

Hukum Efek (Law of Effect): Thorndike menyatakan bahwa tindakan yang diikuti oleh kepuasan (seperti pujian atau hadiah) akan cenderung diulangi, sedangkan tindakan yang diikuti oleh ketidakpuasan (seperti hukuman atau konsekuensi negatif) akan cenderung dihindari.

Hukum Latihan (Law of Exercise): Menurut Thorndike, semakin sering suatu koneksi stimulus-respons dilatih, semakin kuat koneksi tersebut. Latihan dan pengulangan adalah kunci untuk memperkuat pembelajaran.

Hukum Kesiapan (Law of Readiness): Thorndike juga menekankan bahwa organisme akan belajar lebih efektif ketika siap secara mental dan fisik untuk melakukan tindakan. Kesiapan ini mempengaruhi bagaimana dan seberapa baik pembelajaran terjadi.

Aplikasi dalam pendidikan

Dalam konteks pendidikan, teori Thorndike menyarankan bahwa pembelajaran efektif terjadi ketika siswa diberikan umpan balik yang tepat atas tindakan mereka. Guru dapat menggunakan hukum efek dengan memberikan pujian atau hadiah untuk perilaku yang diinginkan dan menghindari penguatan untuk perilaku yang tidak diinginkan.

Penguatan dan Hukuman: Guru dapat menggunakan prinsip hukum efek dengan memberikan pujian atau hadiah untuk perilaku yang diinginkan dan menghindari penguatan untuk perilaku yang tidak diinginkan.

Pengulangan dan Latihan: Materi pembelajaran harus diulang-ulang untuk memperkuat koneksi yang telah dibentuk, memastikan retensi jangka panjang dan penguasaan materi oleh siswa.

Kesiapan Belajar: Guru harus memastikan bahwa siswa siap belajar, baik secara mental maupun fisik, sebelum memperkenalkan konsep baru atau materi pelajaran

Thorndike juga menekankan pentingnya umpan balik dalam proses belajar. Ia percaya bahwa umpan balik yang tepat dan segera akan memperkuat koneksi yang benar dan membantu siswa memahami konsekuensi dari tindakan mereka.

Aliran Belajar Menurut Cark Hull

Clark Hull adalah seorang psikolog yang mengembangkan teori belajar yang dikenal sebagai Hypothetico-Deductive Theory atau teori deduktif hipotetis. Teori ini berusaha menjelaskan perilaku melalui serangkaian hukum dan postulat yang dapat diuji secara ilmiah.[11] Teori ini berpendapat bahwa perilaku dapat diprediksi dan dikontrol melalui pemahaman tentang hubungan antara stimulus dan respons. Hull mengembangkan serangkaian postulat yang menggambarkan bagaimana motivasi dan penguatan mempengaruhi pembelajaran

Prinsip utama teori Hull

Drive Reduction Theory: Hull percaya bahwa pembelajaran terjadi sebagai upaya untuk mengurangi kebutuhan biologis dasar, atau drives. Ketika suatu tindakan mengurangi drive, tindakan tersebut diperkuat dan lebih mungkin terjadi di masa depan.

Habit Strength: Kekuatan kebiasaan (habit strength) meningkat dengan pengulangan. Semakin sering suatu respons diberikan terhadap stimulus tertentu, semakin kuat hubungan antara stimulus dan respons tersebut.

Reinforcement: Penguatan adalah kunci untuk pembelajaran. Penguatan yang konsisten mengarah pada pembentukan kebiasaan yang kuat.

Incentive Motivation: Hull juga memperkenalkan konsep motivasi insentif, yang menyatakan bahwa nilai penguatan dapat meningkatkan kekuatan dorongan dan mempengaruhi perilaku.

Aplikasi dalam pendidikan

Teori Hull menyarankan bahwa motivasi dan penguatan adalah komponen penting dalam proses pembelajaran. Dalam pendidikan, hal ini dapat diterapkan sebagai berikut:

Penguatan Positif: Memberikan pujian atau hadiah untuk memperkuat perilaku yang diinginkan dari siswa.

Pengurangan Drive: Menciptakan lingkungan belajar yang memenuhi kebutuhan dasar siswa sehingga mereka dapat fokus pada pembelajaran.

Pengulangan dan Latihan: Menggunakan pengulangan untuk memperkuat hubungan antara stimulus dan respons, sehingga memperkuat pembelajaran.

Penerapan Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran

Teori behavioristik dalam pembelajaran adalah pendekatan yang menekankan pada perubahan perilaku siswa sebagai hasil dari interaksi antara stimulus dan respons[12]. Penerapan teori ini dalam konteks pendidikan melibatkan beberapa langkah penting:

Identifikasi Tujuan Pembelajaran: Guru harus menentukan perilaku yang diinginkan sebagai hasil pembelajaran, yang dapat diukur dan diamati.

Analisis Pembelajaran: Melakukan analisis untuk memahami karakteristik dan kemampuan awal siswa, serta materi yang akan diajarkan.

Penentuan Indikator Keberhasilan: Menetapkan indikator yang jelas untuk mengukur apakah tujuan pembelajaran telah tercapai.

Pengembangan Bahan Ajar: Membuat atau memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Pengembangan Strategi Pembelajaran: Merancang strategi yang akan digunakan untuk menghadirkan stimulus yang efektif, seperti latihan atau tugas.

Observasi dan Analisis Respons Siswa: Mengamati bagaimana siswa merespons stimulus yang diberikan dan menganalisis efektivitasnya.

Pemberian Penguatan (Reinforcement): Memberikan penguatan positif, seperti pujian atau hadiah, untuk perilaku yang sesuai, dan penguatan negatif atau hukuman untuk perilaku yang kurang sesuai.

Revisi Kegiatan Pembelajaran: Berdasarkan observasi dan analisis, guru mungkin perlu merevisi kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan efektivitasnya

Penerapan teori behavioristik dalam pembelajaran memerlukan guru untuk berperan aktif dalam mengatur lingkungan pembelajaran agar dapat memfasilitasi perubahan perilaku yang diinginkan. Hal ini melibatkan penggunaan penguatan yang tepat untuk memotivasi dan mempertahankan perilaku yang diinginkan serta mengurangi perilaku yang tidak diinginkan

PENUTUP

Penelitian ini telah mengkaji secara komprehensif Teori Behaviorisme dan penerapannya dalam pembelajaran. Dari definisi hingga penerapan praktis, teori ini menawarkan kerangka kerja yang berharga untuk memahami dan membentuk perilaku manusia. Meskipun terdapat kritik dan keterbatasan, kelebihan teori ini tidak dapat diabaikan, terutama dalam memberikan dasar yang kuat untuk teknik-teknik pembelajaran yang terstruktur. Teori behaviorisme, yang berakar pada karya tokoh-tokoh seperti Watson, Pavlov, Skinner, Thorndike, dan Hull, menekankan pada pembelajaran sebagai proses perubahan perilaku yang dapat diamati dan diukur. Pembelajaran dipandang sebagai hasil dari interaksi antara stimulus dan respons, dengan penguatan positif dan negatif yang memainkan peran kunci dalam membentuk perilaku. Dalam konteks pendidikan, teori ini diterapkan melalui penetapan tujuan pembelajaran yang jelas, pengembangan materi dan strategi pembelajaran yang sesuai, observasi dan analisis respons siswa, serta pemberian penguatan yang tepat untuk memotivasi perilaku yang diinginkan. Penerapan teori behavioristik dalam pembelajaran telah menunjukkan hasil yang positif, dengan pendekatan yang dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang beragam. Kesimpulannya, meskipun pendekatan ini memiliki batasan, Teori Behaviorisme tetap menjadi salah satu pilar penting dalam dunia pendidikan dan psikologi.

Untuk pendidik bisa terapkan prinsip-prinsip behaviorisme secara kreatif dalam pembelajaran, dengan memastikan bahwa tujuan pembelajaran spesifik dan terukur. Gunakan penguatan positif secara konsisten untuk mendorong perilaku belajar yang diinginkan. Lakukan evaluasi dan revisi metode pengajaran berdasarkan respons siswa untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.

Untuk siswa, mulai kenali bagaimana penguatan mempengaruhi perilaku belajar kalian dan manfaatkan umpan balik dari guru sebagai motivasi untuk meningkatkan kinerja. Berpartisipasilah secara aktif dalam proses pembelajaran dan berikan respons yang konstruktif kepada guru untuk membantu meningkatkan proses pembelajaran.

Untuk peneliti dan akademisi dapat melanjutkan penelitian tentang aplikasi teori behaviorisme dalam teknologi pendidikan modern, seperti pembelajaran daring dan penggunaan media interaktif. Kembangkan metode penilaian yang lebih inovatif untuk mengukur efektivitas penerapan teori behaviorisme dalam pembelajaran. Untuk penulis harap mempertimbangkan untuk menyertakan studi kasus nyata dan contoh aplikasi teori behaviorisme dalam pembelajaran untuk memberikan perspektif praktis. Jelaskan bagaimana teori behaviorisme dapat diintegrasikan dengan pendekatan pedagogis lain untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang holistik dan inklusif.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, A. M., Sains, F., Teknologi, D., Makassar, A., Sultan, J., 63, A. N., Romangpolong, K., Somba Opu, K., Gowa, S., Selatan-92113, I., & Penulis, K. (2022). Penerapan Teori Belajar Behaviorisme dalam Pembelajaran (Studi Pada Anak). 15(1), 1–8. https://jurnal.iain-bone.ac.id

Bandura, A. (1977). Social learning theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Guthrie, E. R. (1935). The psychology of learning. New York, NY: Harper & Brothers.

Hull, C. L. (1943). Principles of behavior: An introduction to behavior theory. New York: Appleton-Century-Crofts.

Kazdin, A. E. (1982). The token economy: A decade later. Journal of Applied Behavior Analysis, 15(3), 431-445.

Kepala Sekolah SMA Negeri Pintar Kabupaten Kuantan Singingi, Mp. (n.d.). TEORI BELAJAR ALIRAN BEHAVIORISTIK SERTA IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN.

Lovaas, O. I. (1987). Behavioral treatment and normal educational and intellectual functioning in young autistic children. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 55(1), 3-9.

Pavlov, I. P. (1927). Conditioned reflexes: An investigation of the physiological activity of the cerebral cortex. London: Oxford University Press.

Skinner, B. F. (1953). Science and human behavior. New York: Macmillan.

Sulaswari, M., Faidin, N., & Sholeh, M. (2021). Teori Belajar Behaviorisme: Teori dan Praktiknya dalam Pembelajaran IPS. In JOURNAL OF EDUCATION (Vol. 2, Issue 2). http://yphn.ac.id/ejournal/index.php/Alhikmah/index

Thorndike, E. L. (1911). Animal intelligence: Experimental studies. New York: Macmillan.

Tolman, E. C. (1932). Purposive behavior in animals and men. New York, NY: Century.

Watson, J. B. (1913). Psychology as the behaviorist views it. Psychological Review, 20(2), 158-177.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun