Mohon tunggu...
Dafa Ardabilly
Dafa Ardabilly Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Olahraga adalah hobiku, ingin membahagiakan orang tua

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Artikel Teori Behaviorisme dan Penerapannya dalam Pembelajaran

22 Juni 2024   07:41 Diperbarui: 22 Juni 2024   07:48 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pavlov terkenal dengan eksperimennya tentang refleks bersyarat, di mana ia menunjukkan bahwa anjing dapat dilatih untuk mengeluarkan air liur (respons) ketika mendengar bel (stimulus) setelah bel tersebut berkali-kali dikaitkan dengan makanan. Watson dan Skinner lebih lanjut mengembangkan konsep pengkondisian operan, di mana perilaku diperkuat atau dilemahkan oleh konsekuensi atau penguatan yang mengikutinya.

Behaviorisme memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Belajar merupakan perubahan perilaku dan pengetahuan yang relatif lama dari hasil praktek maupun pengalaman. Konsep utama dalam teori pembelajaran behaviorisme adalah penguatan terhadap respons yang diinginkan. Teori ini menekankan pentingnya pembentukan perilaku yang diinginkan melalui penguatan dan penghapusan perilaku yang tidak diinginkan melalui hukuman.[2] Dalam konteks pembelajaran, pendekatan ini dapat membantu guru dalam membentuk dan memperkuat perilaku yang diinginkan.

Namun, teori behaviorisme juga memiliki beberapa kritik, seperti mengabaikan faktor-faktor internal seperti emosi dan motivasi dalam proses belajar, serta tidak mempertimbangkan peran yang dimainkan oleh kognisi dalam mempengaruhi perilaku individu

Tujuan Belajar Menurut Aliran Teori Belajar Behaviorisme

Menurut aliran teori belajar behaviorisme, tujuan belajar adalah untuk menghasilkan perubahan perilaku yang dapat diamati dan diukur sebagai respons terhadap lingkungan.[3] Behaviorisme, yang didirikan oleh John B. Watson dan dikembangkan lebih lanjut oleh B.F. Skinner, menekankan bahwa perilaku manusia adalah hasil dari interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respons (reaksi). Dalam konteks pendidikan, tujuan belajar behaviorisme adalah untuk memperkuat perilaku yang diinginkan dan mengurangi atau menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan melalui penguatan positif dan negatif, serta hukuman.

Penguatan positif melibatkan pemberian stimulus yang menyenangkan setelah perilaku yang diinginkan ditampilkan, sehingga meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut akan terulang. Penguatan negatif melibatkan penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan sebagai hasil dari perilaku yang diinginkan, juga meningkatkan kemungkinan perilaku itu akan terulang. Hukuman, di sisi lain, adalah pemberian stimulus yang tidak menyenangkan atau penghilangan stimulus yang menyenangkan untuk mengurangi frekuensi perilaku yang tidak diinginkan.

Tujuan belajar dalam behaviorisme juga mencakup pembentukan perilaku baru melalui proses pembiasaan dan pemadaman. Pembiasaan adalah proses di mana respons yang diinginkan diperkuat secara bertahap, sedangkan pemadaman terjadi ketika tidak ada penguatan yang diberikan, sehingga perilaku yang sebelumnya diperkuat menjadi kurang sering terjadi.

Dalam praktik pendidikan, tujuan belajar behaviorisme diterapkan dengan mengidentifikasi perilaku yang diinginkan, mengukur kemajuan siswa, dan menggunakan penguatan untuk membentuk dan mempertahankan perilaku tersebut. Ini memerlukan perencanaan yang cermat dari guru untuk menetapkan tujuan yang jelas, mengembangkan materi pembelajaran yang sesuai, dan menerapkan strategi penguatan yang efektif.

Secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Pembentukan Perilaku yang Diinginkan: Teori behaviorisme bertujuan untuk membantu dalam membentuk dan mempertahankan perilaku yang diinginkan melalui penerapan penguatan positif dan negatif, serta hukuman.
  • Pembelajaran Melalui Pengalaman: Behaviorisme percaya bahwa pembelajaran terjadi melalui pengalaman langsung dengan lingkungan. Perubahan perilaku yang diamati adalah bukti dari pembelajaran yang berhasil.
  • Latihan dan Praktik: Peserta didik dibiasakan untuk latihan dan praktik yang memuat unsur kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, dan daya tahan. Ini mendorong peserta didik untuk berpikir linier dan konvergen serta memudahkan mereka untuk mencapai target tertentu dalam pembelajaran.
  • Objektivitas dan Pengukuran: Behaviorisme menekankan pada pendekatan yang objektif dan ilmiah dalam memahami dan mengukur perilaku, menjadikannya dapat diuji dan dievaluasi.
  • Mementingkan Faktor Lingkungan: Teori ini mementingkan faktor lingkungan dalam pembentukan perilaku dan menekankan pada perilaku yang tampak dengan menggunakan metode objektif.
  • Mementingkan Pembentukan Reaksi atau Respons: Behaviorisme menekankan pentingnya latihan dan mekanisme belajar dalam membentukan reaksi atau respons yang diinginkan

Dengan demikian, tujuan utama dari teori belajar behaviorisme adalah untuk menghasilkan perubahan perilaku yang diinginkan melalui proses pembelajaran yang terstruktur dan dapat diukur, dengan memanfaatkan pengaruh lingkungan dan pengalaman langsung.

Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Behaviorisme

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun