_____
Â
Menjelang jam dua siang, penantianku berakhir. Beberapa orang dari kantor cabang perusahaan kopi Pesawat Terbang di Surabaya langsung diutus untuk menemuiku di sekolah oleh kantor pusat Jakarta.
Benar! Aku memang memenangkan hadiah uang sebesar dua milyar rupiah itu. Bersih. Bulat. Tanpa potongan pajak sama sekali karena semuanya sudah ditanggung perusahaan kopi Pesawat Terbang.
Tak ada waktu untuk terhenyak lagi. Aku hanya terdiam ketika semua guru bergantian memelukku dengan wajah penuh haru. Tapi perayaan di ruangan Pak Diran harus diakhiri juga dan dipindahkan ke rumah.
Pak Diran dan Bu Virni, Wakasek bidang kesiswaan, memang mendampingiku pulang bersama utusan dari kopi Pesawat Terbang. Bapak tak ada di pangkalan dekat sekolahku ketika rombongan kami pulang. Aku pun menitip pesan pada beberapa teman Bapak di situ, agar Bapak segera pulang. Pak Diran mampir ke warung rujak Ibu, memberi pesan yang sama.
Bapak dan Ibu hampir bersamaan tiba di rumah. Ketika utusan dari kopi Pesawat Terbang menjelaskan semuanya, Bapak dan Ibu hanya bisa terdiam sambil menatapku. Terlihat betul bahwa keduanya sangat kaget. Jauh lebih kaget daripada aku ketika tadi mengetahui bahwa hadiah uang itu benar adanya.
Sejenak kemudian kulihat tangan Bapak meraih bahu Ibu, kemudian melambaikan tangan padaku. Kami berpelukan bertiga. Tenggelam dalam tangis dan tawa yang sudah tertahan sekian lama dihimpit kesusahan hidup.
Lalu Bapak melemas dalam pelukanku dan Ibu.
_____
Â