Mohon tunggu...
Mochammad Chaerul Novryan
Mochammad Chaerul Novryan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - keren

suka kamu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Jurnal Penelitian Hukum Normatif

11 September 2023   11:43 Diperbarui: 11 September 2023   13:50 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan menggunakan pendekatan sosio-legal. Metode penelitian sosio-legal dipergunakan untuk menjawab masalah masalah ketidakadilan sosial. Pendekatan sosio-legal diidentifikasi dengan du acara yaitu pertama, studi sosio-legal dengan melakukan studi tekstual, pasal pasal dalam peraturan perundang undangan dan kebijkan dianalisis secara kritikal dan dijelaskan makna dan implikasinya terhadap subjek hukum. Kedua, studi sosio-legal mengemangan berbagai metode baru hasil perkawinan anatar metode hukum dan ilmu sosial.

Jenis dan Sumber Data Penelitiannya

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang diambil meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarkhi tata urutan perundang-undangan. Bahan hukum primer yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah tentang ketentuan pemidaan. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil symposium mutakhir yang berkait dengan topik penelitian yaitu overcrowding Lembaga pemasyarakatan di indonesia.

Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data

Data ini diambil dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research). Peneliti mengumpulkan data-data dari bahan hukum yang terdiri atas buku yang ditulis para ahli, jurnal hukum, yurisprudensi. dianalisis secara kritikal dan dijelaskan makna dan implikasinya terhadap subjek hukum. Kedua, studi sosio-legal mengemangan berbagai metode baru hasil perkawinan anatar metode hukum dan ilmu sosial.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Penulis menjelaskan tentang Sejarah Pemasyarakatan, dimulai dari peralihan sistem kepenjaraaan ke sistem Pemasyarakatan. Penulis juga menjelaskan tentang tujuan dan fungsi sistem Pemasyarakatan. Tujuan dari sistem Pemasyarakatan yaitu system pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindakan pidana sehingga dapat diterima Kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab, sedangkan fungsi system Pemasyarakatan ialah menyiapkan wagara binaan pemasyarakatan agar dapat berintegritas secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan Kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

Selanjutnya , penulis berpendapat bahwa sistem Pemasyarakatan yang dianut Indonesia saat ini menjadikan salah satu alasan mengapa banyak lapas di Indonesia yang mengalami overcrowded. Politik pemidanaan yang berorientasi pada pemenjaraan, Pemidanaan eksesif terhadap kejahatan kejahatan ringan , Kejahatan tanpa korban, Penahanan pra persidangan yeng berlebihan, Procedural administrasi, Asimilasi dan reintegrasi yang tidak teroptimalkan, Minimnya akses tersangka/terpidana kepada advokar untuk menghindari mereka dari jerat eksesif penahanan dan pemenjaraan, dan Masalah kelembagaan, sumberdaya manusia, dan sarana prasarana dari dirjenpas hingga UPT Pemasyarakatan juga menjadi factor pendorong terjadinya Overcrowding di Lapas.

Jika melihat secara objektif penyebab overcrowding dalam Lapas bukan semata mata dipicu dari kurangnya ketersediaan bangunana Lapas atau meningkatnya tren kejahatan, melainkan karena adanya kesalahan dalam subtansi hukum pemidanaan. Dalam system pemasrakatan yang merupakan bagian subtansi system peradilan pidana diibaratkan sebagai bentuk dari tempat pembuangan akhir. Sebagai contoh Lapas tidak bisa menolak pelaku yang sudah dijatuhi putusan oleh pengadilan untuk ditempatkan di Lapas A. pada dasarnya lapas lah yang terkena dampak dari eksekusi yang dilakukan oleh penegak hukum, dan juga lapas lah yang tidak pernah dilibatkan dalam kebijakan yudikasi. Sehingga lapas tidak dapat melakukan intervensi terhadap system peradilan pidana sejak dari awal dan juga ditambah adanya kebiasaan terkait gemarnya penegak hukum dalam menjatuhkan hukum pidana penjara karena berangkapan pidana adalah ruang yang cocok sebgaai bentuk balas dendam atas perbuatan si pelaku.

Adanya legislasi peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan ketentuan hukum pidana justru memberikan respon tidak sesuai dengan konteks yang terjadi saat ini. Pengaruh ketergantuan kepada penggunaan hukum pidana penjara dapat dilihat dari semua ketentuan legislasi di Indonesia yang mayoritas ketentuan pidananya menggunakan hukuman pidana penjara. Hal ini menandakan adanya ketergantuan baik secara penerapan maupun system bergantung pada pidana penjara. Kesalahan dalam Kebijakan legislasi ataupun kebijakan pidana harus direspon secara komperhensif oleh pemerintah juga DPR untuk mengevalusi terkait ketentuan hukum pidana yang tidak lagi bergantung kepada hukum pidana dan penggunaan pidana penjara sebagai bentuk upaya terakhir. Terkait dengan evaluasi, ketentuan dalam Undang Undang Narkotikalah yang terpenting untuk dilakukan evaluasi. Selain populasi penghuni lapas di Indonesia kebanyakan di dominasi oleh narapidana kasus narkotika juga dalam pasal pasal yang ada di UU narkotikan masih banyak memuat pasal pasal karet dan juga terkait ketentuan rehabilitasi sama sekali tidak memberika kemudahan dalam memperoleh rehabilitasi. Hal ini dipengaruhi oleh tidak diterapkan secara murni muatan yang ada dalam Pasal 127 UU Narkotika. Muatan dalam pasal ini mengatur mengenai seseorang yang diartikan sebagai pengguna maka dia direhabilitasi, walaupun memang ada pilihan dalam pasal ini akan tetapi jarang sekali penuntut umum mengupayakan rehabilitasi. Malahan lebih dominan memakai Pasal 112 UU Narkotika sebab pada dasarnya mainsednya dari apparat penegak hukum masih mengingingkan pemidanaan penjara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun